Our Life

Sunday, June 30, 2013

Aisyah r.a menunakan janji sedekahnya

Pagi masih menaungi kota Madinah dengan cahaya mentari penuh kelembutan dan kedamaian. Panasnya hawa padang pasir belum begitu menyengat tubuh. Jalan jalan mulai dilalui oleh orang orang yang hendak menuju kepasar. Ada juga yang telah bersiap pergi ke kebun dan ladang, pohon kurma dan aneka buah buahan telah menanti siap dipetik untuk dimanfaatkan bagi kebutuhan keluarga. Sebagiannya mereka jual di pasar untuk membeli kebutuhan hidup lainnya.
Nampak sosok lelaki tengah berjalan di sebuah gang menuju arah masjid. Jalannya agak dipercepat mungkin karena ada keperluan yang terasa penting. Tiba di ujung gang ia berbelok ke arah kanan dan kemudian melanjutkan langkah kakinya hingga berhenti di depan sebuah rumah disebelah Masjid An Nabawi. Lelaki itu bernama Munkadir yaitu seorang tabi’in dan ia kini ada didepan rumah Ummul Mukminin Aisyah r.a untuk meminta bantuan kepada Aisyah soal keuangan. Setelah mengucap salam maka terdengar balasan salam dari dalam rumah, rupanya Aisyah r.a sedang ada dirumahnya. setelah keluar rumah Aisyah bertanya “Wahai Munkadir, ada keperluan apa engkau kamari?”. Kemudian Munkadir menjawab “Aku belum menikah dan ingin membeli seorang budak untuk kunikahi. apakah engkau bisa membantuku untuk meringankan masalah keuanganku ini?”. Kebetulan pada hari itu Ummul Mukminin tidak memiliki uang sepeser pun. Aisyah r.a berkata “Maaf, pada saat ini saya tidak mempunyai apa apa. Seandainya saya mempunyai sepuluh ribu dirham, semuanya tentu akan saya berikan kepadamu. Akan tetapi sekarang ini saya tidak mempunyai apa apa.”
Munkadir sedikit berkecil hati karena tidak memperoleh apa apa. Maka ia melangkah pulang menuju rumahnya. Tak berapa lama kemudian datang seseorang bernama Khalid bin Asad r.a membawa sekantung uang berjumlah sepuluh ribu dirham dan memberikannya kepada Aisyah r.a. Sejenak Aisyah r.a termenung memikiran peristiwa sebelumnya yang terjadi lalu ia berkata “Saya sedang diuji dengan ucapan saya kepada Munkadir.” Kemudian ia segera mengirimkan seluruh uang yang di terimanya itu kepada Munkadir . Dengan uang seribu dirham pemberian Aisyah r.a itu, Munkadir  membeli seorang hamba sahaya perempuan yang kemudian dinikahinya. Pernikahan mereka berlangsung dalam suasana penuh kebahagian dan saling mencintai. Dari pernkahan itu ia mendapatkan 3 orang anak yakni Muhammad, Abu Bakar, dan Umar. Sejak masih muda ketiga orang itu terkenal kesolehannya di kota Madinah Munawaroh.
Subhanallah, sungguh beruntung Aisyah r.a yang menjadi sebab pernikahan Munkadir. Ujian harta yang menghinggapinya tidak memalingkannya dari janji yang ia ucapkan. Janji yang ia ucapkan ibarat air ludah yang tidak mungkin ditelan lagi. Dan kembali Aisyah r.a menunjukkan kualitasnya sebagai seorang wanita yang sholeh lagi zuhud yang mana sifat itu ia dapatkan dari teladan yang ia dapatkan dari suami tercinta, Rasulullah SAW dan ayahnya, Abu Bakar Ash Siddiq r.a.
Ada sebuah kisah menarik dari sosok sahabat Abu Bakar yang juga punya hobby bersedekah. Kesukaanya dalam bersedekah telah menjadikannya sosok yang tidak bisa ditandingi oleh siapa pun diantara sahabat sahabat yang lain. Pernah ia membagi bagikan dua kantong penuh berisi uang, yang berjumlah lebih dari seratus ribu dirham untuk di bagi bagikan kepada fakir miskin tanpa meninggalkan satu dirham pun, padahal ia membutuhkannya untuk berbuka puasa. Kisah semacam ini juga terdapat dalam riwayat lain yang menyebutkan besarnya uang dalam kantong yang di berikan kepada fakir miskin sebesar 180.000 dirham.
Inilah contoh teladan teladan agung dari seorang ayah dan anaknya, keagungan sifat mereka menjadi penawar dari banyak permasalahan dan kesempitan hidup masyarakat disekelilingnya. Semoga saja kita bisa meniru mereka dan bisa menjadi solusi ditengah masyarakat bukan sekadar wacana yang penuh basa basi.

Makanan HalaL

Rasulullah saw menganjurkan menjamu tamu di rumah. Tapi kadang kala tamu yang tengah melancong ke Bangkok ini sungkan karena belum kenal baik dengan tuan rumah dan  khawatir merepotkan tuan rumah. Baiklah, semoga Allah meridhoi. Kita pun bertemu di suatu tempat yang mudah bagi tamu untuk datang lalu kita menjamu makan di rumah makan halal.Kenapa harus yang halal? Karena sebagai muslim, kita harus menjaga makanan kita bercampur dengan yang haram. Di Bangkok terkenal dengan makanan dan bahan makanan mengandung babi. Sekalipun kita order ikan tapi minyaknya dan campuran bumbu-bumbunya mengandung babi kan sama saja dengan memakan babi. Kita harus ikhtiar mencari rumah makan yang halal. Alhamdulillah di Bangkok, ada kok rumah makan halal,lumayan banyak terutama sekitar masajid. Memang tidak semewah rumah makan ala barat, pilihan menu terbatas, harga juga relatif lebih mahal (karena pembeli muslim tidak banyak) tapi gak apa apa juga, dengan membeli makanan pada orang muslim insyaAllah kita bisa kontribusi meningkatkan kesejahteraan saudara saudari seiman kita...Dengan mengajak tamu makan di rumah makan halal secara tidak langsung kita telah berdakwah, sekaligus mengamalkan apa yang kita pelajari dalam Al Qur'an dan sunnah. Semoga kita tidak menjadi orang yang lalai atau tidak perduli setelah datang petunjuk dari Allah tentang halal dan haram hanya karena napsu perut dan tipu daya dunia. bukankah Allah hanya menerima yang baik-baik? Kalau doa kita belum juga dikabulkan Allah, perhatikanlah makanan kita dan sumbernya!Allahu a'lam...

Abdullah ibnu Mubarak Ulama Paling Bersinar pada Zamannya

Hari ini kita ingin mengenal sosok Ulama paling bersinar pada zamannya. Ulama yang penuh lautan ilmu tapi tidak ingin masyhur dikalangan manusia. Namanya Abdullah ibnu Mubarak. atau biasa kita sebut Ibnu Mubarak atau biasa orang memanggilnya Abu Abdurrahman.
Rumah Ibnul Mubarak sangat besar, terletak di Marwa. Halaman rumahnya berukuran 50 x 50 hasta (1 hasta sekitar 50 cm). Jika anda ingin melihat ahli ilmu, ahli ibadah dan lelaki berwibawa yang juga dihormati di Marwa, maka anda akan jumpai rumah tersebut. Setiap hari, banyak sekali orang yang berkumpul di rumahnya. Mereka bersama-sama mengkaji ilmu hingga ibnul Mubarak keluar dari kamarnyadan mereka pun berkumpul di sekeliling beliau. Ketika ibnul Mubarak pindah ke Kufah, maka beliau tinggal di sebuah rumah kecil. Biasanya beliau keluar untuk shalat, lalu kembali lagi kerumahnya. Beliau sangat jarang keluar rumah dan tidak pernah lagi didatangi banyak orang. Ketika itu, aku Berkata kepada beliau, “Wahai Abu Abdurrahman, tidakkah engkau merasa terasing disini, jika engkau bandingkan dengan rumahmu di Marwa?” beliau menjawab, “Aku menghindari marwa karena hendak menghindari sesuatu yang engkau sukai, dan sekarang aku tinggal disini karena menyukai sesuatu yang engkau membencinya. Dulu, saat aku di Marwa, tidak ada masalahpun kecuali mereka adukan kepadaku dan mereka mengatakan, “Tanyakan kepada Ibnul Mubarak, sedangkan di sini aku terbebas dari semua itu.”
“Jadilah orang yang tak dikenal, yang membenci ketenaran, dan jangan tampakkan bahwa dirimu tidak suka terkenal untuk mengangkat martabat diri. Sebab, kalau engkau mengaku-aku zuhud itu sama artinya kezuhudanmu telah roboh, karena engkau menyeret dirimu agar disanjung dan dipuji.”
Suatu hari aku bersama Ibnul Mubarak mendatangi tempat air. Orang-orang biasa minum dari sini. Beliau mendekat ke mata air tersebut dan minum dari sana, Sementara orang-orang tidak mengenal beliau. Mereka berdesak-desakan dan mendorong beliau. Ketika beliau keluar dari sana, beliau Berkata kepadaku, “Seperti inilah hidup yang sebenarnya,” Maksud beliau ketika kita tidak dikenal dan tidak dihormati oleh orang lain.
Seorang ulama’ bernama ‘Abdurrahman bin Mahdi Berkata, “Kedua mataku tidak pernah melihat orang yang lebih tulus menasehati umat islam dari Ibnu Mubarak.”
Dari Husain bin Hasan Al Mirwazi ia Berkata, “Ibnul Mubarak Berkata, “Jadilah orang yang tak dikenal, yang membenci ketenaran, dan jangan tampakkan bahwa dirimu tidak suka terkenal untuk mengangkat martabar diri. Sebab, kalau engkau mengaku-aku zuhud itu sama artinya kezuhudanmu telah roboh, karena engkau menyeret dirimu agar disanjung dan dipuji.”
Dari Asy’ats bin Syu’bah Al Mushishi, ia berkata, “Suatu ketika Hurun Ar Rasyid datang ke Riqqoh (nama suatu daerah), lalu orang-orang keluar menyambut Ibnul Mubarak. Mereka berdesak-desakan hingga sandal-sandal putus dan debu berterbangan. Lalu muncullah seorang wanita, budak khalifah Harun Ar Rasyid, dari sebuh bangunan kayu. Ketika melihat orang-orang Begitu ramai, ia beratnya, “Ada apa?” orang-orang menjawab, “Orang alimdari KHurosan tiba di Riqqah, namanya ‘Abdullah bin Mubarak.” Maka wanita itu berkata, “Demi Allah, ini adalah raja, tapi bukan raja Harun yang tidak bisa mengumpulkan orang-orang kecuali dengan polisi dan tentara.”
Dari Qosim bin Muhammad, ia berkata, “Aku pernah berpergian bersama Ibnul Mubarak. Ketika itu, yang sering terlintas dalam pikiranku adalah, mengapa orang ini dilebihkan di atas kami sampai ia Begitu terkenal di kalangan manusia. Padahal, kalau dia shalat, toh kami juga shalat. Kalau dia berpuasa, kami juga berpuasa. Kalau dia berperang, kamipun juga berperang dan kalau dia berhaji, kamipun sama.”
Qosim melanjutkan, “Suatu malam, saat kami tengah melakukan perjalanan menuju Syam, kami makan malam di sebuah rumah. Tiba-tiba lampunya padam. Maka, salah satu dari kami keluar rumah untuk mencari penerangan. Tak lama kemudian, ia kembali dengan membawa lampu. Maka aku lihat wajah Ibnu Mubarak, ternyata jenggotnya sudah basah dengan air mata. Melihat itu, aku Berkata dalam hati, “Kiranya dengan rasa takut seperti ini ia dilebihkan diatas kami.” Mungkin, ketika lampu padam dan suasana gelap gulita, beliau teringat hari kiamat.
Nu’aim bin Hammad Berkata, “Ibnul Mubarak lebih banyak duduk di rumah, maka ditanyakan kepada beliau, “Tidakkah anda merasa kesepian?” beliau menjawab, “Mana mungkin aku kesepian sementara aku bersama Nabi Muhammad shalallahu ‘alaihi wasallam (Yang beliau Maksud adalah bersama Hadits nabi shalallahu ‘alaihi wasallam)
Demikianlah sekelumit kisah tentang sosok Ibnul Mubarak, tentunya masih sangat banyak riwayat-riwayat yang mengkisahkan tentang keagungan beliau. Semoga kita dapat senantiasa meneladai beliau amien.

Saturday, June 29, 2013

Hutang saya pada Inong Fri, 01/09/2006 - 18:23 — rani Saya gak tau gimana menggambarkan emosi saya. Kesedihan di hati karena kepergian Inong rasanya menusuk sekali, tetapi saya tidak menangis. Memang saya tidak bisa menangis kalo sedih (Karena hanya bisa menangis di saat marah saja), tapi kali ini kepala rasanya sakit, tenggorokan tercekat, dan rasanya ingin murung terus. Masih antara percaya dan gak percaya, bisa-bisanya seseorang yang begitu ceria dan energik, masih muda, bisa pergi begitu saja. Selain sedih, ada juga rasa kecewa yang dalam kepada diri saya sendiri, karena saya masih berhutang dengan Inong. Ia minta dibawakan oleh-oleh dari perjalanan saya bulan lalu, dan saya sudah siapkan beberapa batang coklat buatan tangan. Tetapi saya selalu menunda-nunda untuk bertemu dia dan menyampaikan buah tangan itu. Saya selalu berpikir nanti saja, karena sepulang perjalanan itu memang saya langsung ditimpa kesibukan kampus. Lagipula Inong mengajak Noe datang ke pesta ulang tahun Syifa tanggal 2 September, jadi saya pikir di sana sajalah saya sampaikan oleh-oleh tersebut. Tidak disangka pesta itu tidak pernah terjadi, dan coklat masih tersimpan di dalam lemari. Tanggal 30 Agustus, setelah berminggu-minggu panas kering, Singapura diterpa hujan besar. Cuaca yang murung itu ditambah lagi berita buruk dari Hany bahwa Inong pingsan dan dibawa ke RS NUH. Tetapi tulisan di blog Hany sangat mengkhawatirkan, seakan-akan Inong sudah diujung maut. Maka saya segera menelpon Hany dan diceritakanlah detail kejadian menjelang maghrib itu. Betapa gemas dan geramnya saya diceritakan oleh Hany bahwa ambulans terlambat datang, dua puluh menit lebih setelah ditelepon untuk datang. Singapura, yang katanya negara maju, tidak bisa mendatangkan ambulans dengan cepat. Sebal sekali, dan sedih karena keterlambatan itu mengakibatkan kondisi Inong yang sangat parah. Tetapi untunglah Hany berkata bahwa saat ini kondisinya sudah stabil meskipun masih kritis. Karena keadaan sudah cukup tenang saya menunda kedatangan ke rumah sakit hingga esok harinya. Sejak pingsannya Inong, Singapura terus hujan tidak berhenti selama dua hari setelah itu. Kadang deras dan kadang rintik rintik. Besoknya, tanggal 31 Agustus, adalah hari ulang taun Syifa. Kondisi Inong tidak membaik, tetapi jantungnya tetap berdetak dengan stabil. Saya dan ibu-ibu menunggu di ruang tunggu ICU NUH sejak tengah hari bersama anak-anak. Praktis ruang tunggu itu sudah jadi taman bermain! Ibu-ibu mengadakan acara tiup lilin untuk Syifa dan makan-makan di ruang tunggu ICU. Tadinya, acara ini mau diadakan di ruang rawat ICU sebagai upaya untuk menstimulasi Inong, tetapi dilarang oleh dokter, dengan berbagai alasan teknis. Selain itu, Syifa juga agak gelisah mencari Bundanya terus. Zidan dan Syifa baru berkesempatan menengok ibunya pada hari itu, dan mereka hebat sekali menghadapi situasi ini, mereka tabah sekali. Zidan berkata pada Umminya, "Bunda udah dikembaliin nyawanya ya Ummi". Lantas, Zidan juga mencoba membangunkan Bundanya. Kemudian sore harinya, datang juga berita buruk bahwa dokter sudah angkat tangan. Suasana menjadi sangat curam dan hujan tidak berhenti. Tetapi berpuluh-puluh ibu dan bapak membanjiri ICU untuk memberi doa dan dukungan. Pagi 1 September saya bangun disambut cuaca cerah. Ternyata berhentinya hujan adalah pertanda perginya Inong. Banyak sekali yang mengantar dari rumah sakit, ke persemayaman, hingga ke airport. Zidan sangat tegar, ia tabah. Saya dengar dari Teh Ami, Zidan berkata, “Zidan suruh Bunda pergi, karena Zidan kasian sama Bunda. Sekarang Ummi Zidan yang jaga”. Dewasa sekali Zidan, berkat didikan Bunda-nya. Secara teknis, seharusnya kondisi Inong bisa menyebabkan dirinya langsung meninggal tanggal 30 Agustus itu. Bayangkan, 30 menit tanpa oksigen. Tetapi tim medis berhasil menghidupkan kembali detak jantungnya, dan Inong bertahan hingga 1 September, persis enam jam setelah hari ulang tahun Syifa anaknya tanggal 31 Agustus. Selain itu, Inong wafat beberapa menit setelah suaminya tiba di rumah sakit, sepertinya ia menunggu untuk berpamitan dengan suaminya secara langsung. Ia sungguh seorang ibu dan istri yang sangat berdedikasi hingga akhir hayatnya. Ummi bercerita, saat Inong terserang asma, Inong berkata bahwa ia belum mau pergi, sebab masih ingin merawat anak-anak dan suaminya. Kemudian Inong berpesan menitipkan anak-anak pada Ummi, sebelum kehilangan kesadaran. Barangkali, di alam sana, Inong bernegosiasi dengan Tuhan untuk mem-postpone sebentar kepergiannya, sehingga ia sempat “dikembalikan” untuk “menghadiri” ulang tahun Syifa. Saya belum sempat untuk bersahabat jauh lebih dekat dengannya, tetapi sekarang sudah terlambat, dan saya sangat menyesali menunda bertemu dengannya untuk menyampaikan oleh-oleh. Maafkan saya, Inong, karena “procrastination” saya. Hutang saya pada Inong sangat mengganjal hati saya dan ada sedikit ketidakrelaan untuk melepaskan dia. Inong adalah salah satu figur yang saya kagumi, seorang ibu rumah tangga yang pintar, berbakat, super aktif dan kreatif. Zidan, Syifa, ketahuilah bahwa Inong adalah ibu yang sangat mencintai keluarganya, tetapi juga tidak kekurangan waktu untuk selalu memberi perhatian pada orang-orang di sekitarnya baik secara virtual maupun di dunia nyata. Saat ipar saya, Anggi dan Siska, menikah, Inong menyumbangkan puisi bersama rekan-rekan Cybersastra. Ia tulus, tidak pelit ilmu, dan juga tidak pilih-pilih teman. Entah dari mana energi yang dia miliki untuk berkegiatan dan menumpahkan cinta kepada sekitar. Saking energiknya, saya tidak tahu kalau dia memiliki sakit asma yang cukup parah. Rupaya Tuhan sangat mencintai dia sehingga memanggilnya lebih dulu dari kita semua. Hanya seminggu menjelang ulangtahunnya yang ke-33. Bumi tampak ikut bersedih dengan turunnya hujan saat Inong jatuh sakit hingga kepergiannya. Kenapa Orang baik selalu mati muda? Selamat jalan, bahagialah di sana, semoga kita bisa berjumpa lagi nanti, agar aku bisa membayar hutangku padamu. encounters 2006-09 (Sep) rani's blog 13866 reads Comments

Thursday, June 27, 2013







Wednesday, June 26, 2013





Tuesday, June 25, 2013


Surat Ini Untukmu

Assalamu’alaikum,
Segala puji Ibu panjatkan kehadirat Allah ta’ala yang telah memudahkan Ibu untuk beribadah kepada-Nya. Shalawat serta salam Ibu sampaikan kepada Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam, keluarga dan para sahabatnya. Amin…
Wahai anakku, Surat ini datang dari Ibumu yang selalu dirundung sengsara… Setelah berpikir panjang Ibu mencoba untuk menulis dan menggoreskan pena, sekalipun keraguan dan rasa malu menyelimuti diri. Setiap kali menulis, setiap kali itu pula gores tulisan terhalang oleh tangis, dan setiap kali menitikkan air mata setiap itu pula hati terluka… Wahai anakku! Sepanjang masa yang telah engkau lewati, kulihat engkau telah menjadi laki-laki dewasa, laki-laki yang cerdas dan bijak! Karenanya engkau pantas membaca tulisan ini, sekalipun nantinya engkau remas kertas ini lalu engkau merobeknya, sebagaimana sebelumnya engkau telah remas hati dan telah engkau robek pula perasaanku.
Wahai anakku… 25 tahun telah berlalu, dan tahun-tahun itu merupakan tahun kebahagiaan dalam kehidupanku. Suatu ketika dokter datang menyampaikan kabar tentang kehamilanku dan semua ibu sangat mengetahui arti kalimat tersebut. Bercampur rasa gembira dan bahagia dalam diri ini sebagaimana ia adalah awal mula dari perubahan fisik dan emosi… Semenjak kabar gembira tersebut aku membawamu 9 bulan. Tidur, berdiri, makan dan bernafas dalam kesulitan. Akan tetapi itu semua tidak mengurangi cinta dan kasih sayangku kepadamu, bahkan ia tumbuh bersama berjalannya waktu. Aku mengandungmu, wahai anakku! Pada kondisi lemah di atas lemah, bersamaan dengan itu aku begitu gembira tatkala merasakan melihat terjangan kakimu dan balikan badanmu di perutku. Aku merasa puas setiap aku menimbang diriku, karena semakin hari semakin bertambah berat perutku, berarti engkau sehat wal afiat dalam rahimku. Penderitaan yang berkepanjangan menderaku, sampailah saat itu, ketika fajar pada malam itu, yang aku tidak dapat tidur dan memejamkan mataku barang sekejap pun. Aku merasakan sakit yang tidak tertahankan dan rasa takut yang tidak bisa dilukiskan. Sakit itu terus berlanjut sehingga membuatku tidak dapat lagi menangis. Sebanyak itu pula aku melihat kematian menari-nari di pelupuk mataku, hingga tibalah waktunya engkau keluar ke dunia. Engkau pun lahir… Tangisku bercampur dengan tangismu, air mata kebahagiaan. Dengan semua itu, sirna semua keletihan dan kesedihan, hilang semua sakit dan penderitaan, bahkan kasihku padamu semakin bertambah dengan bertambah kuatnya sakit. Aku raih dirimu sebelum aku meraih minuman, aku peluk cium dirimu sebelum meneguk satu tetes air ke kerongkonganku.
Wahai anakku… telah berlalu tahun dari usiamu, aku membawamu dengan hatiku dan memandikanmu dengan kedua tangan kasih sayangku. Saripati hidupku kuberikan kepadamu. Aku tidak tidur demi tidurmu, berletih demi kebahagiaanmu. Harapanku pada setiap harinya, agar aku melihat senyumanmu. Kebahagiaanku setiap saat adalah celotehmu dalam meminta sesuatu, agar aku berbuat sesuatu untukmu… itulah kebahagiaanku! Kemudian, berlalulah waktu. Hari berganti hari, bulan berganti bulan dan tahun berganti tahun. Selama itu pula aku setia menjadi pelayanmu yang tidak pernah lalai, menjadi dayangmu yang tidak pernah berhenti, dan menjadi pekerjamu yang tidak pernah mengenal lelah serta mendo’akan selalu kebaikan dan taufiq untukmu. Aku selalu memperhatikan dirimu hari demi hari hingga engkau menjadi dewasa. Badanmu yang tegap, ototmu yang kekar, kumis dan jambang tipis yang telah menghiasi wajahmu, telah menambah ketampananmu. Tatkala itu aku mulai melirik ke kiri dan ke kanan demi mencari pasangan hidupmu. Semakin dekat hari perkawinanmu, semakin dekat pula hari kepergianmu. saat itu pula hatiku mulai serasa teriris-iris, air mataku mengalir, entah apa rasanya hati ini. Bahagia telah bercampur dengan duka, tangis telah bercampur pula dengan tawa. Bahagia karena engkau mendapatkan pasangan dan sedih karena engkau pelipur hatiku akan berpisah denganku. Waktu berlalu seakan-akan aku menyeretnya dengan berat. Kiranya setelah perkawinan itu aku tidak lagi mengenal dirimu, senyummu yang selama ini menjadi pelipur duka dan kesedihan, sekarang telah sirna bagaikan matahari yang ditutupi oleh kegelapan malam. Tawamu yang selama ini kujadikan buluh perindu, sekarang telah tenggelam seperti batu yang dijatuhkan ke dalam kolam yang hening, dengan dedaunan yang berguguran. Aku benar-benar tidak mengenalmu lagi karena engkau telah melupakanku dan melupakan hakku.
Terasa lama hari-hari yang kulewati hanya untuk ingin melihat rupamu. Detik demi detik kuhitung demi mendengarkan suaramu. Akan tetapi penantian kurasakan sangat panjang. Aku selalu berdiri di pintu hanya untuk melihat dan menanti kedatanganmu. Setiap kali berderit pintu aku manyangka bahwa engkaulah orang yang datang itu. Setiap kali telepon berdering aku merasa bahwa engkaulah yang menelepon. Setiap suara kendaraan yang lewat aku merasa bahwa engkaulah yang datang. Akan tetapi, semua itu tidak ada. Penantianku sia-sia dan harapanku hancur berkeping, yang ada hanya keputusasaan. Yang tersisa hanyalah kesedihan dari semua keletihan yang selama ini kurasakan. Sambil menangisi diri dan nasib yang memang telah ditakdirkan oleh-Nya. Anakku… ibumu ini tidaklah meminta banyak, dan tidaklah menagih kepadamu yang bukan-bukan. Yang Ibu pinta, jadikan ibumu sebagai sahabat dalam kehidupanmu. Jadikanlah ibumu yang malang ini sebagai pembantu di rumahmu, agar bisa juga aku menatap wajahmu, agar Ibu teringat pula dengan hari-hari bahagia masa kecilmu. Dan Ibu memohon kepadamu, Nak! Janganlah engkau memasang jerat permusuhan denganku, jangan engkau buang wajahmu ketika Ibu hendak memandang wajahmu!! Yang Ibu tagih kepadamu, jadikanlah rumah ibumu, salah satu tempat persinggahanmu, agar engkau dapat sekali-kali singgah ke sana sekalipun hanya satu detik. Jangan jadikan ia sebagai tempat sampah yang tidak pernah engkau kunjungi, atau sekiranya terpaksa engkau datangi sambil engkau tutup hidungmu dan engkaupun berlalu pergi. Anakku, telah bungkuk pula punggungku. Bergemetar tanganku, karena badanku telah dimakan oleh usia dan digerogoti oleh penyakit… Berdiri seharusnya dipapah, dudukpun seharusnya dibopong, sekalipun begitu cintaku kepadamu masih seperti dulu… Masih seperti lautan yang tidak pernah kering. Masih seperti angin yang tidak pernah berhenti. Sekiranya engakau dimuliakan satu hari saja oleh seseorang, niscaya engkau akan balas kebaikannya dengan kebaikan setimpal. Sedangkan kepada ibumu… Mana balas budimu, nak!? Mana balasan baikmu! Bukankah air susu seharusnya dibalas dengan air susu serupa?! Akan tetapi kenapa nak! Susu yang Ibu berikan engkau balas dengan tuba. Bukankah Allah ta’ala telah berfirman, "Bukankah balasan kebaikan kecuali dengan kebaikan pula?!"(QS. Ar Rahman: 60) Sampai begitu keraskah hatimu, dan sudah begitu jauhkah dirimu?! Setelah berlalunya hari dan berselangnya waktu?!
Wahai anakku, setiap kali aku mendengar bahwa engkau bahagia dengan hidupmu, setiap itu pula bertambah kebahagiaanku. Bagaimana tidak, engkau adalah buah dari kedua tanganku, engkaulah hasil dari keletihanku. Engkaulah laba dari semua usahaku! Kiranya dosa apa yang telah kuperbuat sehingga engkau jadikan diriku musuh bebuyutanmu?! Pernahkah aku berbuat khilaf dalam salah satu waktu selama bergaul denganmu, atau pernahkah aku berbuat lalai dalam melayanimu? Terus, jika tidak demikian, sulitkah bagimu menjadikan statusku sebagai budak dan pembantu yang paling hina dari sekian banyak pembantumu . Semua mereka telah mendapatkan upahnya!? Mana upah yang layak untukku wahai anakku! Dapatkah engkau berikan sedikit perlindungan kepadaku di bawah naungan kebesaranmu? Dapatkah engkau menganugerahkan sedikit kasih sayangmu demi mengobati derita orang tua yang malang ini? Sedangkan Allah ta’ala mencintai orang yang berbuat baik. Wahai anakku!! Aku hanya ingin melihat wajahmu, dan aku tidak menginginkan yang lain. Wahai anakku! Hatiku teriris, air mataku mengalir, sedangkan engkau sehat wal afiat. Orang-orang sering mengatakan bahwa engkau seorang laki-laki supel, dermawan, dan berbudi. Anakku… Tidak tersentuhkah hatimu terhadap seorang wanita tua yang lemah, tidak terenyuhkah jiwamu melihat orang tua yang telah renta ini, ia binasa dimakan oleh rindu, berselimutkan kesedihan dan berpakaian kedukaan!? Bukan karena apa-apa?! Akan tetapi hanya karena engkau telah berhasil mengalirkan air matanya… Hanya karena engkau telah membalasnya dengan luka di hatinya… hanya karena engkau telah pandai menikam dirinya dengan belati durhakamu tepat menghujam jantungnya… hanya karena engkau telah berhasil pula memutuskan tali silaturrahim?!
Wahai anakku, ibumu inilah sebenarnya pintu surga bagimu. Maka titilah jembatan itu menujunya, lewatilah jalannya dengan senyuman yang manis, pemaafan dan balas budi yang baik. Semoga aku bertemu denganmu di sana dengan kasih sayang Allah ta’ala, sebagaimana dalam hadits : "Orang tua adalah pintu surga yang di tengah. Sekiranya engkau mau, maka sia-siakanlah pintu itu atau jagalah!!" (HR. Ahmad)
Anakku, aku sangat mengenalmu, tahu sifat dan akhlakmu. Semenjak engkau telah beranjak dewasa saat itu pula tamak dan labamu kepada pahala dan surga begitu tinggi. Engkau selalu bercerita tentang keutamaan shalat berjamaah dan shaf pertama. Engkau selalu berniat untuk berinfak dan bersedekah. Akan tetapi, anakku! Mungkin ada satu hadits yang terlupakan olehmu! Satu keutamaan besar yang terlalaikan olehmu yaitu bahwa Nabi yang mulia shallallahu ‘alaihi wa sallambersabda : Dari Ibnu Mas’ud radhiallahu ‘anhu berkata: Aku bertanya kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, "Wahai Rasulullah, amal apa yang paling mulia? Beliau bersabda: "Shalat pada waktunya", aku berkata: "Kemudian apa, wahai Rasulullah?" Beliau bersabda: "Berbakti kepada kedua orang tua", dan aku berkata: "Kemudian, wahai Rasulullah!" Beliau menjawab, "Jihad di jalan Allah", lalu beliau diam. Sekiranya aku bertanya lagi, niscaya beliau akan menjawabnya. (Muttafaqun ‘alaih)
Wahai anakku!! Ini aku, pahalamu, tanpa engkau bersusah payah untuk memerdekakan budak atau berletih dalam berinfak. Pernahkah engkau mendengar cerita seorang ayah yang telah meninggalkan keluarga dan anak-anaknya dan berangkat jauh dari negerinya untuk mencari tambang emas?! Setelah tiga puluh tahun dalam perantauan, kiranya yang ia bawa pulang hanya tangan hampa dan kegagalan. Dia telah gagal dalam usahanya. Setibanya di rumah, orang tersebut tidak lagi melihat gubuk reotnya, tetapi yang dilihatnya adalah sebuah perusahaan tambang emas yang besar. Berletih mencari emas di negeri orang kiranya, di sebelah gubuk reotnya orang mendirikan tambang emas. Begitulah perumpamaanmu dengan kebaikan. Engkau berletih mencari pahala, engkau telah beramal banyak, tapi engkau telah lupa bahwa di dekatmu ada pahala yang maha besar. Di sampingmu ada orang yang dapat menghalangi atau mempercepat amalmu. Bukankah ridhoku adalah keridhoan Allah ta’ala, dan murkaku adalah kemurkaan-Nya? Anakku, yang aku cemaskan terhadapmu, yang aku takutkan bahwa jangan-jangan engkaulah yang dimaksudkan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam sabdanya : "Merugilah seseorang, merugilah seseorang, merugilah seseorang", dikatakan, "Siapa dia,wahai Rasulullah?, Rasulullah menjawab,"Orang yang mendapatkan kedua ayah ibunya ketika tua, dan tidak memasukkannya ke surga". (HR. Muslim)
Anakku… Aku tidak akan angkat keluhan ini ke langit dan aku tidak adukan duka ini kepada Allah, karena sekiranya keluhan ini telah membumbung menembus awan, melewati pintu-pintu langit, maka akan menimpamu kebinasaan dan kesengsaraan yang tidak ada obatnya dan tidak ada dokter yang dapat menyembuhkannya. Aku tidak akan melakukannya, Nak! Bagaimana aku akan melakukannya sedangkan engkau adalah jantung hatiku… Bagaimana ibumu ini kuat menengadahkan tangannya ke langit sedangkan engkau adalah pelipur laraku. Bagaimana Ibu tega melihatmu merana terkena do’a mustajab, padahal engkau bagiku adalah kebahagiaan hidupku. Bangunlah Nak! Uban sudah mulai merambat di kepalamu. Akan berlalu masa hingga engkau akan menjadi tua pula, dan al jaza’ min jinsil amal… "Engkau akan memetik sesuai dengan apa yang engkau tanam…" Aku tidak ingin engkau nantinya menulis surat yang sama kepada anak-anakmu, engkau tulis dengan air matamu sebagaimana aku menulisnya dengan air mata itu pula kepadamu. Wahai anakku, bertaqwalah kepada Allah pada ibumu, peganglah kakinya!! Sesungguhnya surga di kakinya. Basuhlah air matanya, balurlah kesedihannya, kencangkan tulang ringkihnya, dan kokohkan badannya yang telah lapuk.
Anakku… Setelah engkau membaca surat ini,terserah padamu! Apakah engkau sadar dan akan kembali atau engkau ingin merobeknya.
Wassalam,
Ibumu
Diketik ulang dari buku ‘Kutitip Surat Ini Untukmu’ karya Ustadz Armen Halim Naro, Lc rahimahullah
**********
Selamat jalan ustadzunal-karim,..... semoga Allah membalas segala kebaikanmu dan mengampuni segala kesalahanmu.
Copas oleh Abul-Jauzaa' dari milis salafyitb.

Ustadz Ibnu Saini Meninggal di Dauroh


JAKARTA (gemaislam) – Kabar duka datang dari acara daurah du’at  di Trawas, Mojokerto. Usai shalat Ashar, seorang tokoh muda Ahlussunnah asal Jakarta yang akrab dipanggil Ustadz Ibnu Saini meninggal dunia secara mendadak.
Kabar yang diterima gemaislam.com, pria pemilik nama asli Aneuk itu meninggal dunia saat shooting ceramah untuk Rodja Tv, disela-sela istirahat setelah shalat ashar sekitar pukul 14.55 WIB.
“Beliau meninggal dunia setelah shalat ashar disela-sela istirahat, saat shooting ceramah,” kata Ustadz Abul Aswad, peserta daurah asal Klaten Jawa Tengah kepada gemaislam.com melalui pesan singkat, Selasa (25/6).
Saat shooting ceramah, kata Ustadz Abul Aswad, beliau langsung pingsan dan kemudian wafat. “Beliau sedang ceramah tentang kematian, saat membaca ayat watarjuuna minallaahi maa laa yarjuun, tiba-tiba beliau pingsan dan kemudian wafat,” ujarnya.
Seorang ulama yang mengisi acara daurah itu, Syaikh Muhammad Musa Alu Nashr, menilai Ustadz muda yang kira-kira berusia 40 tahun itu  meninggal dunia dalam keadaan baik.
“Syaikh Musa bilang bahwa beliau ( Ustadz Ibnu Saini –red) meninggal dunia dalam keadaan yang baik,” terang ustadz alumni Al Madinah International University ini.
Selain itu, masih kata Ustadz Abul Aswad, Syaikh Ali Hasan Al Halabi pun turut bersedih mengetahui wafatnya ustadz lulusan fakultas Syari'ah LIPIA Jakarta tersebut.
“Syaikh Ali juga mengungkapkan kesedihan, kata beliau, Ustadz Ibnu Saini wafat dalam ketaatan,” paparnya.
Jenazah Ustadz Ibnu Saini dimandikan dan dishalatkan dilokasi daurah. Rencananya malam ini akan dibawa ke Surabaya dan besok pagi (subuh) langsung diterbangkan ke Jakarta.
Semoga Allah mengampuni dosa-dosa beliau, diluaskan kuburnya dan dimasukkan kedalam Surga Nya. Allahummaghfirlahu warhamhu wa ‘afihi wa’fu ‘anhu..Aaamiin. (bms)
- See more at: http://www.gemaislam.com/berita/indonesia-news-menuitem/1270-ustadz-ibnu-saini-meninggal-dunia-di-daurah-trawas-saat-ceramah-tentang-kematian#sthash.DEdGtkQt.dpuf
From www.gardenista.com


Waktu Bagiku


Lumpia Semarang

Lumpia Semarang semarangan
Karena resepnya seadanya bahan di rumah...
Sedikit udang (gak ada ebi), ayam, rebung, taoge, bawang putih, tauco, kecap, ladang, garam, gula plus irisan timun dan sambel thai botolan...
Hmmm...rasanya alhamdulillah...kayak lumpia semarang yang pernah saya makan dulu...
Kakak makan banyak...skip makan nasi sarapan dan makan siang...cukup makan lumpia dan minum teh tarik (inget minum teh tarik dan makan roti canay di KL dulu...)



Monday, June 24, 2013

Rumah Bagiku



Qurrotu aini






Saturday, June 22, 2013

Antara Memaafkan dan Tidak Memaafkan, Urusannya di Akhirat!

Thursday, June 20, 2013

Jawaban 3 Pertanyaan Kubur

Jawaban 3 Pertanyaan Kubur
Penjelasan dari Kitab Tsalastatul Ushul.
Penyusun                     : dr. Adika Mianoki
Ukuran                         : 23,5 x 15,5 cm
Jumlah halaman           : 264 halaman
Penerbit                       : Pustaka Muslim Yogyakarta
Harga                          : Rp. 40.000,-

Di antara pertanyaan yang akan ditanyakan oleh dua malaikat di alam kubur adalah pertanyaan tentang siapa Rabb-mu, apa agamamu, dan siapa nabimu. Tiga pertanyaan yang merupakan landasan pokok dalam agama. Pertanyaan yang tampaknya mudah, namun tidak sedikit yang tidak mampu menjawabnya di alam kubur kelak. Hanya orang-orang yang diberi taufik oleh Allah saja yang mampu menjawabnya. Yaitu orang-orang yang benar-benar mengilmui tentang Rabbnya, agamanya, dan rasulnya, serta mengamalkan konsekuensi dari ilmunya tersebut.
Adapun orang-orang yang tidak pernah memahami tiga landasan pokok tersebut dan tidak pernah mengamalkannya, mereka tidak bisa menjawabnya. Hal ini sebagaimana disebutkan dalam shahihain dan yang lainnya dari Sahabat Al-Bara’ bin ‘Azibradhiyallahu ‘anhuma tentang pertanyaan kepada mayit di kubur mengenai tiga landasan pokok, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Adapun orang mukmin maka Allah meneguhkannya dengan jawaban yang pasti. Sementara orang munafik dan orang-orang yang ragu maka dia akan mengatakan: “Ha…ha.., aku tidak tahu. Aku mendengar orang-orang mengatakan sesuatu lalu aku ikut mengatakannya.” Lalu ia dipukul dengan besi dan jeritannya bisa didengar oleh seluruh makhluk kecuali manusia. Seandainya manusia mendengarnya, dia akan pingsan
Merupakan kebutuhan yang sangat penting dan mendesak bagi seorang muslim untuk mengenal tiga landasan pokok tersebut, yang merupakan tiga pertanyaan kubur. Di antara kitab dasar yang membahas tentang landasan agama yang cukup penting adalah Kitab Tsalatsatul Ushul (tiga landasan utama). Kitab tersebut merupakan salah satu karya Syaikh Muhammad At-Tamimi rahimahullah yang menjelaskan tentang tiga landasan pokok dalam agama, yaitu mengenal Allah, mengenal agama Islam, dan mengenal Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam.
Kitab Tsalatsatul Ushul mengandung pelajaran-pelajaran yang sangat penting dan mendasar sehingga dengan memahami dan mengamalkannya seseorang akan menjadi muslim yang mentauhidkan Allah dalam segala sisi kehidupannya. Kitab yang cukup ringkas, namun isinya sangat penting. Para ulama menasehati kaum muslimin untuk memulai pengajaran tauhid dengan mempelajari kitab tersebut. Dan kami berusaha menyebarkan buku ini dengan pembahasan yang lebih mudah dan lebih tersistematis. Semoga dengan terbitnya buku ini akan lebih memudahkan kaum muslimin untuk memahaminya….

Monday, June 17, 2013

Ukhti fillah

Aku belajar dari seorang guru kehidupan yang baru di Bangkok...
MasyaAllah wanita cantik dan kaya yang telah menemukan cinta yang hakiki.
Kecintaannya pada Allah Azza wa Jalla...semangatnya dalam mendekatkan diri pada Allah...dan kesabarannya menghadapi ujiannya membuat aku kagum MasyaAllah laa quwwata illah billah.
Keimanannya yang meningkat menjadikan gerak dan langkahnya tak mulus seiring bersama suaminya yang sebelumnya non muslim (british man). Namun kesungguhannya, usahanya dan doanya...semoga Allah menolongnya, melembutkan hati suaminya yang baik dan suka bersedekah itu untuk mentauhidkan Engkau yaa Rabb dan seiring sejalan dengan istrinya di dunia dan akherat,aamiin. Semoga suaminya kelak tidak hanya menyadari namun mensyukuri nikmat Allah telah dikaruniai istri, wanita  yang shaliha...sebaik baik perhiasan di dunia...dan subhanallah wanita yang shaliha bi idznillah akan lebih baik daripada bidadari di surga karena ia telah bersusah payah bertaqwa di dunia.
Aku pernah menasehatinya,"Meskipun suami belum sreg mbak berjilbab jika bersamanya tapi teruslah pakai (minimal melilitkan kepala dgn phasmina) insyaAllah suami akan terbiasa dan lama-lama bisa menerima."
Memang, sebagai istri, muslimah wajib taat pada suami...namun taat dalam hal yang haq dan ma'ruf bukan yang batil dan munkar. Mentaati perintah Allah lebih haq daripada mentaati perintah suami yang menyelisih perintah Allah. Semoga Allah meneguhkan hati guruku ini untuk istiqomah menegakkan agama Allah dan mendapat balasan terbaik di dunia dan akherat.

Jazaakillahu khayran katsiro yaa ukhti....sudah mengajariku banyak hal tanpa kau sadari...sekarang aku ingin mendengar nasehatmu untukku yaa ukhti...Semoga muslimah lainnya terutama wanita yang bersuamikan laki laki barat juga bisa mendapat manfaat darimu...aamiin.

Uhibbuki fillah yaa ukhti...

Saturday, June 15, 2013

Pahala Melimpah Bagi Muslimah Yang Tinggal di Rumah


Di antara perintah Allah kepada wanita muslimah adalah perintah untuk tinggal dan menetap di rumah-rumah mereka. Sebuah perintah yang banyak mengandung hikmah dan maslahat. Tidak hanya bagi wanita itu sendiri, namun juga mengandung kemaslahatan bagi umat.

Perintah dari Dzat Yang Maha Hikmah

Wahai saudariku muslimah, renungkanlah firman dari Rabbmu berikut ini. Rabb yang telah menciptakanmu, yang paling tahu tentang kemaslahatan bagimu. Allah ‘Azza wa Jalla berfirman :
وَقَرْنَ فِي بُيُوتِكُنَّ وَلَا تَبَرَّجْنَ تَبَرُّجَ الْجَاهِلِيَّةِ الْأُولَى وَأَقِمْنَ الصَّلَاةَ وَآتِينَ الزَّكَاةَ وَأَطِعْنَ اللَّهَ وَرَسُولَهُ إِنَّمَا يُرِيدُ اللَّهُ لِيُذْهِبَ عَنكُمُ الرِّجْسَ أَهْلَ الْبَيْتِ وَيُطَهِّرَكُمْ تَطْهِيراً
Dan hendaklah kamu tetap tinggal di rumah-rumah kalian dan janganlah kalian berhias dan bertingkah laku seperti orang-orang jahiliyah yang dahulu. Dan dirikanlah shalat, tunaikanlah zakat dan taatilah Allah dan Rasul-Nya. Sesungguhnya Allah bermaksud hendak menghilangkan dosa dari kamu, wahai ahlul bait, dan membersihkan kamu sebersih-bersihnya.” (Al Ahzab: 33).
Syaikh Abdurrahman bin Nashir As Sa’di rahimahullah menjelaskan bahwa makna dari ayat {وَقَرْنَ فِي بُيُوتِكُنَّ} yaitu menetaplah kalian di rumah kalian sebab hal itu lebih selamat dan lebih memelihara diri kalian. Sedangkan makna ayat { وَلا تَبَرَّجْنَ تَبَرُّجَ الْجَاهِلِيَّةِ الأولَى }  yaitu  janganlah banyak keluar dengan bersolek atau memakai parfum sebagaimana kebiasaan orang-orang  jahiliyah sebelum Islam yang tidak memiliki ilmu dan agama. Perintah tersebut bertujuan untuk mencegah munculnya kejahatan dan sebab-sebabnya. (Lihat  Taisir Al Karimirrahman surat Al Ahzab 33).
Imam Ibnu Katsir rahimahullah  menjelaskan bahwa makna ayat di atas artinya tetaplah di rumah-rumah kalian dan janganlah keluar tanpa ada kebutuhan. Termasuk kebutuhan syar’i yang membolehkan wanita keluar rumah adalah untuk shalat di masjid dengan syarat-syarat tertentu, sebagaimana sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam :‘Janganlah kalian melarang istri-istri dan anak-anak kalian dari masjid Allah. Namun, hendaklah mereka keluar dalam keadaan berjilbab.’ Dan dalam riwayat lain disebutkan : ‘Dan rumah mereka adalah lebih baik bagi mereka.” (TafsirAl Qur’an Al Adzim tafsir surat Al Ahzab ayat 33)
Yang perlu dipahami bahwa perintah dalam ayat di atas tidak hanya terbatas pada istri-istri nabi saja, tetapi juga berlaku untuk seluruh kaum wanita muslimah. Imam Ibnu Katsir rahimahullahu mengatakan : “Semua ini merupakan adab dan tata krama yang Allah Ta’ala perintahkan kepada para istri Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. Adapun kaum wanita umat ini seluruhnya sama juga dengan mereka dalam hukum masalah ini.” (Tafsir Al Qur’an Al Adzim surat Al Ahzab 33).
Saudariku muslimah, perhatikanlah. Perintah untuk tinggal di dalam rumah ini datang dari Dzat Yang Maha Memiliki Hikmah, Dzat yang lebih tahu tentang perkara yang memberikan maslahat bagi hamba-hamba-Nya. Ketika Dia menetapkan wanita harus berdiam dan tinggal di rumahnya, Dia sama sekali tidak berbuat zalim kepada wanita, bahkan ketetapan-Nya itu sebagai tanda akan kasih sayang-Nya kepada para hamba-Nya.

Tanggung Jawab Terbesar bagi Wanita adalah Rumah Tangganya

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda :
كلكم راع، وكلكم مسئول عن رعيته، فالأمير راع، وهو مسئول عن رعيته، والرجل راع على أهل بيته، وهو مسئول عنهم، والمرأة راعية على بيت بعلها وولده، وهي مسئولة عنهم، والعبد راع على مال سيده، وهو مسئول عنه، فكلكم راع مسئول عن رعيته
Setiap kalian adalah pemimpin dan setiap kalian akan ditanya tentang yang dipimpinnya. Pemimpin negara adalah pemimpin dan ia akan ditanya tentang yang dipimpinnya. Seorang laki-laki adalah pemimpin bagi keluarganya dan ia akan ditanya tentang yang dipimpinnya. Seorang wanita adalah pemimpin bagi anggota keluarga suaminya serta anak-anaknya dan ia akan ditanya tentang mereka. Seorang budak adalah pemimpin atas harta tuannya dan ia akan ditanya tentang harta tersebut. Setiap kalian adalah pemimpin dan setiap kalian akan ditanya tentang yang dipimpinnya.” (HR. Bukhari 893 dan Muslim 1829).
Yang dimaksud dengan  (رَاعٍ ) adalah seseorang yang dikenai tanggung jawab untuk menjaga sesuatu perbuatan, dan diberi amanah atas perbuatan tersebut, serta diperintahkan untuk melakukannya secara adil . (Lihat Bahjatun Nadzirin I/369)
Syaikh Muhammad bin Shalih Al ‘Utsaimin rahimahullah menjelaskan : Seorang istri merupakan pemimpin yang menjaga  di rumah suaminya dan akan ditanya tentang penjagaanya. Maka wajib baginya untuk mengurusi rumah dengan baik, seperti dalam memasak, menyiapkan minum seperti kopi dan teh, serta mengatur tempat tidur. Janganlah ia memasak melebihi dari yang semestinya. Jangan pula ia membuat teh lebih dari yang dibutuhkan. Ia harus menjadi seorang wanita yang bersikap pertengahan, tidak bersikap kurang dan tidak berlebih-lebihan, karena sikap pertengahan adalah separuh dari penghidupan. Tidak boleh melampaui batas dalam apa yang tidak sepantasnya. Istri juga memiliki tanggung jawab terhadap anak-anaknya dalam mengurus dan memperbaiki urusan mereka, seperti dalam hal memakaikan pakaian, melepaskan pakaian yang kotor, merapikan tempat tidur, serta memerhatikan penutup tubuh mereka di musim dingin. Setiap wanita akan ditanya tentang semua itu. Dia akan ditanya tentang urusan memasak, dan  ia akan ditanya tentang seluruh apa yang ada di dalam rumahnya.” (Lihat Syarh Riyadhis Shalihin II/133-134)
Dengan demikian, tugas seorang istri selaku pendamping suami dan ibu bagi anak-anaknya adalah memegang amanah sebagai pengatur urusan dalam rumah suaminya serta anak-anaknya. Dia kelak akan ditanya tentang kewajibannya tersebut. Inilah peran penting seorang wanita, sebagai pengatur rumah tangganya. Wanita sudah memiliki amanah dan tugas tersendiri yang harus dipikulnya dengan sebaik-baiknya. Yang menetapkan amanah dan tugas tersebut adalah manusia yang paling mulia, paling berilmu, dan paling bertakwa kepada Allah, yaitu Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Beliau tidaklah menetapkan syariat dari hawa nafsunya, semuanya adalah wahyu yang Allah wahyukan kepada beliau.

Tinggal di Rumah adalah Fitrah Muslimah

Islam adalah agama yang adil. Allah menciptakan bentuk fisik dan tabiat wanita berbeda dengan pria. Kaum pria diberikan kelebihan oleh Allah Ta’ala baik fisik maupun mental dibandingkan kaum wanita sehingga pantas kaum pria sebagai pemimpin atas kaum wanita. Allah Ta’ala berfirman:
الرِّجَالُ قَوَّامُونَ عَلَى النِّسَاء بِمَا فَضَّلَ اللّهُ بَعْضَهُمْ عَلَى بَعْضٍ وَبِمَا أَنفَقُواْ مِنْ أَمْوَالِهِمْ فَالصَّالِحَاتُ قَانِتَاتٌ حَافِظَاتٌ لِّلْغَيْبِ بِمَا حَفِظَ اللّهُ
Kaum laki-laki itu adalah pemimpin bagi kaum wanita, oleh karena Allah telah melebihkan sebahagian mereka (laki-laki) atas sebahagian yang lain (wanita), dan karena mereka (laki-laki) telah menafkahkan sebagian dari harta mereka. Sebab itu maka wanita yang saleh, ialah yang ta’at kepada Allah lagi memelihara diri ketika suaminya tidak ada, oleh karena Allah telah memelihara (mereka) (QS. An Nisa’: 34)
Pada asalnya, kewajiban mencari nafkah bagi keluarga merupakan tanggung jawab kaum lelaki. Syaikh Abdul ‘Aziz bin Baaz rahimahullah berkata: “Islam menetapkan masing-masing dari suami dan istri memiliki kewajiban yang khusus agar keduanya menjalankan perannya masing-masing  sehingga sempurnalah bangunan masyarakat di dalam dan di luar rumah. Suami berkewajiban mencari nafkah dan penghasilan sedangkan istri berkewajiban mendidik anak-anaknya, memberikan kasih sayang, menyusui dan mengasuh mereka, serta tugas-tugas lain yang sesuai baginya seperti mengajar anak-anak perempuan, mengurusi sekolah mereka, dan mengobati mereka serta pekerjaan lain yang khusus bagi kaum wanita. Bila wanita sampai meninggalkan kewajiban dalam rumahnya, berarti ia telah menyia-nyiakan rumah serta para penghuninya. Hal tersebut dapat menyebabkan kerusakan dalam keluarga baik secara hakiki maupun maknawi. (Khatharu Musyarakatil Mar’ah li  Rijal fil Maidanil Amal).
Para wanita muslimah hendaknya jangan tertipu dengan teriakan orang-orang yang menggembar-gemborkan isu kesetaraan gender sehingga timbul rasa minder terhadap wanita-wanita karir dan merasa rendah diri dengan menganggur di rumah. Padahal banyak pekerjaan mulia yang bisa dilakukan di rumah.  Di rumah ada suami yang harus dilayani dan ditaati. Ada juga  anak-anak yang harus ditarbiyah dengan baik. Ada harta suami yang harus diatur dan dijaga sebaik-baiknya. Ada pekerjaan-pekerjaan rumah tangga yang butuh penanganan dan pengaturan. Semua ini pekerjaan yang mulia dan berpahala di sisi Allah Ta’ala. Para wanita muslimah harus ingat bahwa kelak  pada hari kiamat mereka akan ditanya tentang amanah tersebut yang dibebankan kepadanya.
Namun demikian, jika dalam kondisi tertentu menuntut wanita untuk mencari nafkah, diperbolehkan baginya keluar rumah untuk bekerja, namun harus memperhatikan adab-adab keluar rumah sehingga tetap terjaga kemuliaan serta kesucian harga dirinya.

Mendidik Generasi Shalih dan Shalihah

Tugas besar seorang wanita yang juga penting adalah mendidik anak-anak. Minimnya perhatian dan kelembutan seorang ibu yang tersita waktunya untuk aktifitas di luar rumah, sangat berpengaruh besar pada perkembangan jiwa dan pendidkan mereka. Terlebih jika keperluan anak dan suaminya justru diserahkan kepada pembantu. Jika demikian, lalu bagaimanakah tanggung jawab wanita untuk menjadikan rumah sebagai madrasah bagi anak-anak mereka?
Sebagian orang juga mendengung-dengungkan bahwa wanita jangan dikungkung dalam rumahnya, karena membiarkan wanita berada di dalam rumah berarti membuang separuh dari potensi sumber daya manusia. Biarkan wanita berperan dalam masyarakatnya, keluar rumah bekerja sama dengan para lelaki untuk membangun negerinya dalam berbagai bidang kehidupan. Demikian ucapan yang mereka lontarkan.
Ketahuilah saudariku, Islam agama yang datang untuk kemaslahatan umat justru memberi pekerjaan yang mulia kepada wanita muslimah. Mereka  di antaranya diberi tanggung jawab untuk mendidik anak-anak mereka. Sebuah tanggung jawab yang tidak ringan, sumbangsih yang besar bagi perbaikan umat. Betapa banyak generasi shalih dan shalihah muncul dari tarbiyah yang dilakukan oleh para wanita. Melalui tarbiyah yang baik mereka mencetak generasi umat Islam yang shalih dan shalilah. Hal itu bisa terwujud jika mereka langsung terjun untuk mendidik anak-anak mereka. Namun kita saksikan pula, betapa banyak anak-anak yang berakhlak bejat yang tidak pernah mendapat pendidikan di rumahnya. Hal itu disebabkan orang tua tidak mendidik mereka secara langsung. Peran orangtua yang dominan dalam mendidik anak berada di pundak para wanita, karena laki laki mempunyai tugas lain yaitu untuk mencari nafkah.  Dengan demikian, pendidikan di rumah  merupakan salah satu tanggung  jawab yang besar bagi seorang muslimah.

Peran Besar Wanita Walaupun Tetap Tinggal di Rumahnya

Dengan tetap tinggal di rumah , bukan berarti wanita tidak bisa ikut andil dalam perbaikan umat. Posisi wanita sebagai sang istri atau ibu rumah tangga memilki arti yang sangat penting bagi perbaikan masyarakatnya. Syaikh Muhammad bin Shalih Al ‘ Utsaimin rahimahullah menjelaskan bahwa perbaikan masyarakat dapat dilakukan dengan dua cara:
Pertama: Perbaikan secara dhahir. Hal ini bisa di lakukan di pasar-pasar, di masjid-masjid dan selainnya dari perkara-perkara yang nampak.  Ini didominasi oleh kaum laki-laki karena merekalah yang bisa keluar untuk melakukannya.
Kedua: Perbaikan masyarakat yang dilakukan dari dalam rumah. Hal ini dilakukan di dalam rumah dan merupakan tugas kaum wanita. Karena merekalah yang sangat berperan sebagai pengatur dalam rumahnya. Sebagaimana Allah Ta’ala berfirman :
وَقَرْنَ فِي بُيُوتِكُنَّ وَلَا تَبَرَّجْنَ تَبَرُّجَ الْجَاهِلِيَّةِ الْأُولَى
“Tetaplah kalian tinggal di dalam rumah-rumah kalian dan janganlah bertabarruj (berpenampilan) sebagaimana penampilannya orang-orang jahiliyah yang pertama.” (Al Ahzab: 33)
Oleh karena itu  peran dalam  perbaikan masyarakat separuhnya atau bahkan mayoritasnya tergantung kepada wanita. Hal ini disebabkan dua alasan:
1. Jumlah kaum wanita sama dengan laki-laki, bahkan lebih banyak kaum wanita.  Keturunan Adam mayoritasnya adalah wanita sebagamana hal ini ditunjukkan oleh As Sunnah An Nabawiyah. Akan tetapi hal ini tentunya berbeda antara satu negeri dengan negeri lain, satu jaman dengan jaman lain. Terkadang di suatu negeri jumlah kaum wanita lebih dominan dari pada jumlah lelaki atau sebaliknya.  Intinya, wanita memiliki peran yang sangat besar dalam perbaikan masyarakat.
2. Tumbuh dan berkembangnya satu generasi pada awalnya berada dibawah asuhan wanita. Sehingga sangat jelaslah peran wanita dalam perbaikan masyarakat. (Lihat Daurul Mar’ah Fi Ishlahil Mujtama’)

Ibadah Wanita di Dalam Rumah

Dengan berdiam di rumah, bukan berarti wanita tidak  bisa melaksanakan aktifitas ibadah. Banyak ibadah yang bisa dilakukan di rumah seperti shalat, puasa, membaca Al Qur’an, berdizkir, dan ibadah-ibadah lainnya. Bahkan Sebaik-baik shalat bagi wanita adalah di rumahnya. Dari Ummu Salamah, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda :
خَيْرُ مَسَاجِدِ النِّسَاءِ قَعْرُ بُيُوتِهِنَّ
Sebaik-baik masjid bagi para wanita adalah diam di rumah-rumah mereka.” (HR. Ahmad 6/297. Syaikh Syu’aib Al Arnauth mengatakan bahwa hadits ini hasan dengan berbagai penguatnya).
Dari ‘Abdullah bin Mas’ud, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda :
صَلاَةُ الْمَرْأَةِ فِى بَيْتِهَا أَفْضَلُ مِنْ صَلاَتِهَا فِى حُجْرَتِهَا وَصَلاَتُهَا فِى مَخْدَعِهَا أَفْضَلُ مِنْ صَلاَتِهَا فِى بَيْتِهَا
Shalat seorang wanita di rumahnya lebih utama baginya daripada shalatnya di pintu-pintu rumahnya, dan shalat seorang wanita di ruang kecil khusus untuknya lebih utama baginya daripada di bagian lain di rumahnya” (HR. Abu Dawud 570. Syaikh Al Albani mengatakan bahwa hadits ini shahih).
Shalat wanita di rumah adalah pengamalan dari perintah Allah agar wanita diam di rumah. Namun demikian, jika wanita ingin melaksanakan shalat berjamaah di masjid selama memperhatikan aturan seperti menutupi aurat dan tidak memakai harum-haruman, maka janganlah dilarang. Dari Salim bin Abdullah bin Umar bahwasanya Abdullah bin ‘Umar berkata : “Aku mendengar Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda :
لاَ تَمْنَعُوا نِسَاءَكُمُ الْمَسَاجِدَ إِذَا اسْتَأْذَنَّكُمْ إِلَيْهَا
Janganlah kalian menghalangi istri-istri kalian untuk ke masjid. Jika mereka meminta izin pada kalian maka izinkanlah dia” (HR. Muslim 442).
Bahkan dengan tetap tinggal di rumahnya, wanita bisa mendapatkan pahala yang banyak Aktifitas hariannya di dalam rumah bisa bernilai pahala. Diriwayatkan dari Anas bin Malik, dia mengatakan :
جئن النساء إلى رسول الله صلى الله عليه وسلم فقلن: يا رسول الله، ذهب الرجال بالفضل والجهاد في سبيل الله تعالى، فما لنا عمل ندرك به عمل المجاهدين في سبيل الله؟ فقال رسول الله صلى الله عليه وسلم: “من قعد -أو كلمة نحوها -منكن في بيتها فإنها تدرك عمل المجاهدين  في سبيل الله”.
Seorang wanita datang menemui Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam kemudian berkata : “Wahai Rasulullah, laki-laki memiliki keutamaan dan mereka juga berjihad di jalan Allah. Apakah bagi kami kaum wanita bisa mendapatkan amalan orang yang jihad di jalan Allah? Rasulullah bersabda : “ Brangsiapa di antara kalian yang tinggal di rumahnya  maka dia mendapatkan pahala mujahid di jalan Allah.” (Lihat Tafsir Al Qur’an Al ‘Adzim surat Al Ahzab 33)

Adab Keluar Rumah bagi Muslimah

Saudariku muslimah, walaupun syariat menetapkan engkau harus tinggal di rumah, namun bila ada kebutuhan, dibolehkan bagi wanita untuk keluar rumah dengan memperhatikan adab-adab berikut ini:
Pertama. Memakai hijab syar’i yang menutup aurat.
Allah Ta’ala berfirman:
يَاأَيُّهَا النَّبِيُّ قُلْ لأَزْوَاجِكَ وَبَنَاتِكَ وَنِسَاءِ الْمُؤْمِنِيْنَ يُدْنِيْنَ عَلَيْهِنَّ مِنْ جَلاَبِيْبِهِنَّ ذَلِكَ أَدْنَى أَنْ يُعْرَفْنَ فَلاَ يُؤْذَيْنَ
“Wahai Nabi, katakanlah kepada istri-istrimu dan putri-putrimu serta wanita-wanitanya kaum mukminin: Hendaklah mereka mengulurkan jilbab-jilbab mereka di atas tubuh mereka. Yang demikian itu lebih pantas bagi mereka untuk dikenali (sebagai wanita merdeka dan wanita baik-baik) sehingga mereka tidak diganggu” (Al Ahzab: 59)
Kedua. Jangan memakai wangi-wangian.
Dilarang memakai wewangian ketika keluar rumah. Dari Abu Hurairah, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda :
أَيُّمَا امْرَأَةٍ أَصَابَتْ بَخُورًا فَلاَ تَشْهَدْ مَعَنَا الْعِشَاءَ الآخِرَةَ
Wanita mana saja yang memakai wewangian, maka janganlah dia menghadiri shalat Isya’ bersama kami” (HR. Muslim 444).
Dari Abu Musa Al Asy’ary bahwanya ia berkata, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda :
أَيُّمَا امْرَأَةٍ اسْتَعْطَرَتْ فَمَرَّتْ عَلَى قَوْمٍ لِيَجِدُوا مِنْ رِيحِهَا فَهِيَ زَانِيَةٌ
Seorang perempuan yang mengenakan wewangian lalu melewati sekumpulan laki-laki agar mereka mencium bau harum yang dia pakai maka perempuan tersebut adalah seorang wanita pezina” (HR. An Nasa’i, Abu Daud, Tirmidzi dan Ahmad. Dishahihkan Syaikh Al Albani dalam Shahihul Jami’ 323)
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam juga bersabda:
كُلُّ عَيْنٍ زَانِيَةٌ. وَالْمَرْأَةُ إِذَا اسْتَعْطَرَتْ فَمَرَّتْ بِالْمَجْلِسِ فَهِيَ كَذَا وَكَذَا
“Setiap mata itu berzina. Bila seorang wanita memakai wewangian kemudian ia melewati kumpulan laki-laki laki-laki (yang bukan mahramnya) maka wanita itu begini dan begitu.” (HR. Tirmidzi  2937. Dishahihkan oleh Syaikh Al-Albani dalam Shahih Sunan At-Tirmidzi  2237)
أَيُّمَا امْرَأَةٍ اسْتَعْطَرَتْ فَمَرَّتْ بِقَوْمٍ لِيَجِدُوْا رِيْحَهَا فَهيِ َ زَانِيَةٌ
“Wanita mana saja yang memakai wangi-wangian, kemudian ia melewati satu kaum agar mereka mencium wanginya, maka wanita itu pezina.” (HR Ahmad 4/414, dihasankan oleh Syaikh Muqbil dalam Al-Jami’us Shahih 4/311)
Ketiga. Berjalan dengan sopan
Ketika berjalan, tidak dengan menggesek-gesekkan sandal/sepatu dengan sengaja dan jangan pula menghentak-hentakkan kaki agar terdengar suara gelang kaki, karena Allah Ta’ala berfirman:
وَلاَ يَضْرِبْنَ بِأَرْجُلِهِنَّ لِيُعْلَمَ مَا يُخْفِيْنَ مِنْ زِيْنَتِهِنَّ
“Dan janganlah mereka (para wanita) memukulkan kaki-kaki mereka ketika berjalan agar diketahui apa yang disembunyikan dari perhiasan mereka.” (An Nur: 31)
Jangan pula engkau berlenggak lenggok ketika berjalan sehingga mengundang pandangan lelaki karena Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam telah mengabarkan:
الْمَرْأَةُ عَوْرَةٌ فَإذَا خَرَجَتْ اِسْتَشْرَفَهَا الشَّيْطَانُ
“Wanita itu aurat maka bila ia keluar rumah syaitan menyambutnya.” (HR. Tirmidzi 1183, dishahihkan oleh Syaikh Al Albani dalam Irwaul Ghalil 273)
Keempat. Hendaklah keluar rumah dengan seizin suami.
Apabila telah menikah, wanita harus minta izin kepada suami ketika keluar rumah , termasuk ketika pergi ke masjid. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda :
إِذَا اسْتَأْذَنَتِ امْرَأَةُ أَحَدِكُمْ إِلَى الْمَسْجِدِ فَلاَ يَمْنَعْهَا
“Apabila istri salah seorang dari kalian minta izin ke masjid maka janganlah ia melarangnya.” (HR. Bukhari 873 dan Muslim 442)
Kelima. Jika bepergian jauh harus bersama mahram.
Bila jarak perjalanan yang ditempuh adalah jarak safar maka wanita harus didampingi mahram karena Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
وَلاَ تُسَافِرِ الْمَرْأَةُ إِلاَّ مَعَ ذِيْ مَحْرَمٍ
“Tidak boleh seorang wanita safar kecuali bersama mahramnya.” (HR. Muslim 1341)
Keenam. Menjaga pandangan dan merendahkan suara
Hendaklah pandangan mata, jangan mengarahkan pandangan ke kiri dan ke kanan kecuali bila ada kebutuhan, karena Allah Ta’ala berfirman:
وَقُلْ لِلْمُؤْمِنَاتِ يَغْضُضْنَ مِنْ أَبْصَارِهِنَّ
“Dan katakanlah kepada wanita-wanita mukminat: Hendaklah mereka menundukkan pandangan-pandangan mereka…” (An Nur: 31)
Apabila berjalan bersama sesama wanita sementara di sana ada lelaki, hendaklah jangan berbicara yang mengundang fitnah.  Demikianlah yang Allah Ta’ala perintahkan dalam firman-Nya:
فَلاَ تَخْضَعْنَ بِالْقَوْلِ فَيَطْمَعَ الَّذِي فِي قَلْبِهِ مَرَضٌ وَقُلْنَ قَوْلاً مَعْرُوْفًا
“Maka janganlah kalian melembut-lembutkan suara ketika berbicara sehingga berkeinginan jeleklah orang yang ada penyakit dalam hatinya dan ucapkanlah perkataan yang baik.” (Al Ahzab: 32)
Saudariku muslimah, demikianlah beberapa adab Islami yang sepatutnya diperhatikan saat keluar dari rumah. Sungguh kemuliaan akan diraih bila senantiasa berpegang dengan adab yang diajarkan agama Islam. Sebaliknya kehinaan akan terjadi ketika ajaran agama telah jauh ditinggalkan.

Penutup

Wahai saudariku muslimah, renungkanlah! Betapa banyak pahala yang melimpah meskipun kalian tetap tinggal di rumah. Betapa banyak pula tugas-tugas mulia yang bisa dilakukan di dalam rumah. Melaksanakan ibadah di rumah, mengurus rumah tangga, mendidik anak menjadi genarasi shalihah, dan kegiatan lain yang bernilai pahala. Tidak ada profesi yang lebih mulia bagi wanita selain tinggal di rumahnya untuk menjadi ibu rumah tangga.
Wallahu a’lamWa shallallah ‘alaa Nabiyyina Muhammad.
— 
Penulis: dr. Adika Mianoki
Artikel Muslim.Or.Id
==========
Silakan like FB fanspage Muslim.Or.Id dan follow twitter @muslimindo
==========

Alumni dan pengajar Ma'had Al Ilmi, S1 Kedokteran Umum UGM, penulis buku "Jawaban 3 Pertanyaan Kubur"
Anda diperkenankan untuk menyebarkan, re-publikasi, copy-paste atau mencetak artikel yang ada di muslim.or.id dengan menyertakan muslim.or.id sebagai sumber artikel