Our Life

Tuesday, August 22, 2017

KEUTAMAAN SEPULUH HARI PERTAMA BULAN DZULHIJJAH

Mengumandangkan Takbir Di Hari Ke 15 Bulan HajiQurban Amalan Yang Disukai AllahQurbanDoa Terkabul Sepuluh Hari Pertama Bulan DzulhijjahPuasa 1_8 Hari Di Bulan Dzhulhijjah

Oleh Al-Ustadz Yazid bin ‘Abdul Qadir Jawas

Sepuluh hari prtama bulan Dzulhijjah merupakan hari-hari yang paling utama dibanding dengan hari-hari yang lainnya, karena Nabi bersaksi bahwa sepuluh hari tersebut adalah hari-hari yang paling utama di dunia, dan beliau juga menganjurkan untuk memperbanyak amalan shalih pada hari-hari tersebut. Semua amalan shalih yang paling utama di dunia, dan beliau juga menganjurkan untuk memperbanyak amalan shalih pada hari-hari tersebut. Semua amalan shalih yang dikerjakan pada sepuluh hari ini lebih dicintai oleh Allah dari pada amalan-amalan shalih yang dikerjakan pada selain hari-hari tersebut. Ini menunjukkan betapa utamanya amalan shalih pada hari tersebut dan betapa banyak pahalanya. Amalan-amalan shalih yang dikerjakan pada sepuluh hari tersebut akan berlipat ganda pahalanya, tanpa terkecuali.

Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

مَا مِنْ أَيَّامٍ الْعَمَلُ الصَّالِحُ فِيهِا أَحَبُّ إِلَى اللَّهِ عَزَّوَجَلَّ مِنْ هَذِهِ الأَيَّامِ، يَعْنِيْ أَيَّامَ الْعَشْرِ، قَالُوا: يَا رَسُولَ اللَّهِ وَلاَ الْجِهَادُ فِى سَبِيلِ اللَّهِ ؟ قَالَ: “وَلاَ الْجِهَادُ فِى سَبِيلِ اللَّهِ إِلاَّ رَجُلٌ خَرَجَ بِنَفْسِهِ وَمَالِهِ فَلَمْ يَرْجِعْ مِنْ ذَلِكَ بِشَىْءٍ

“Tidak ada hari dimana suatu amal shalih lebih di cintai Allah melebihi amal shalih yang dilakukan di hari-hari ini (yakni sepuluh hari pertama Dzulhijjah)”. Para sahabat bertanya,”Wahai Rasulullah, termasuk lebih utama dari jihad di jalan Allah?” Nabi ٍShallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Termasuk lebih utama dibanding jihad di jalan Allah, kecuali orang yang keluar dengan jiwa dan hartanya (kemedan jihad) dan tidak ada satu pun yang kembali (ia mati syahid)”.[1]

Dalam lafazh lain:

مَا مِنْ عَمَلٍ أَزْكَى عِنْدَ اللَّهِ عَزَّ وَجَلَّ وَلَا أَعْظَمَ أَجْرًا مِنْ خَيْرٍ تَعْمَلُهُ فِي عَشْرِ الْأَضْحَى قِيلَ وَلَا الْجِهَادُ فِي سَبِيلِ اللَّهِ عَزَّ وَجَلَّ قَالَ وَلَا الْجِهَادُ فِي سَبِيلِ اللَّهِ عَزَّ وَجَلَّ إِلَّا رَجُلٌ خَرَجَ بِنَفْسِهِ وَمَالِهِ فَلَمْ يَرْجِعْ مِنْ ذَلِكَ بِشَيْءٍ

“Tidak ada amalan yang lebih suci di sisi Allah dan lebih besar pahalanya dari pada kebaikan yang dilakukan pada sepuluh hari pertama Dzulhijjah”. Lalu ada yang bertanya, “Termasuk jihad di jalan Allah ?” Rasulullah bersabda,”Termasuk jihad di jalan Allah, kecuali seseorang keluar dengan jiwa dan hartanya (ke medan jihad) dan tidak ada satu pun yang kembali (ia mati syahid)”.[2]

Diantara keutamaan sepuluh hari pertama di bulan Dzulhijjah ini yaitu:
1. Bahwa Allah bersumpah dengan sepuluh hari tersebut dalam firman-Nya.

وَالْفَجْرِ﴿١﴾وَلَيَالٍ عَشْرٍ

Demi fajar, demi malam yang sepuluh. [al-Fajr/89:1-2]

Yang dimaksud dengan “malam yang sepuluh” adalah sepuluh hari pertama di bulan Dzulhijjah, sebagaimana yang dikatakan oleh Ibnu ‘Abbas, Ibnu az-Zubair, Mujahid, dan lainnya dari kalangan kaum Salaf dan Khalaf.[3]

2. Sepuluh hari tersebut termasuk hari-hari yang ditentukan, yang padanya Allah Subhanahu wa Ta’ala memerintahkan hamba-Nya untuk banyak bertasbih, bertahlil, dan bertahmid. Allah Ta’ala berfirman:

وَيَذْكُرُوا اسْمَ اللَّهِ فِي أَيَّامٍ مَعْلُومَاتٍ عَلَىٰ مَا رَزَقَهُمْ مِنْ بَهِيمَةِ الْأَنْعَامِ

…dan agar mereka menyebut nama Allah pada beberapa hari yang telah ditentukan atas rizki yang diberikan kepada mereka berupa hewan ternak..[al-Hajj/22:28].

Ibnu ‘Abbas Radhiyallahu anhu berkata, “Hari-hari itu adalah sepuluh hari pertama Dzulhijjah”. Imam Ahmad meriwayatkan dari Jabir secara marfu’ bahwa ini (hari yang dimaksud) adalah sepuluh hari yang disumpah oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala dalam firman-Nya,

وَالْفَجْرِ﴿١﴾وَلَيَالٍ عَشْرٍ

(Demi fajar, demi malam yang sepuluh) [al-Fajr/89 ayat 1-2].[4]

3. Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersaksi bahwa sepuluh hari tersebut termasuk hari-hari yang paling utama di dunia. Beliau bersabda:

أَفْضَلُ أَيَّامِ الدُّنْيَا أَيَّامُ الْعَشْرِ، يَعْنِي : عَشْرَذِيْ الْحِجَّةِ، قِيْلَ : وَلاَ مِشْلُهُنَّ فِيْ سَبِيْلِ اللَّهِ؟ قَالَ : وَلاَ مِشْلُهُنَّ فِيْ سَبِيْلِ اللّهِ، إِلاَّ رَجُلٌ عَفَّرَ وَجْهَهُ فِيْ التُّرَابِ

”Hari-hari yang paling utama di dunia ini yaitu hari yang sepuluh, yakni sepuluh hari pertama Dzulhijjah”. Dikatakan kepada beliau, “Termasuk lebih utama dari jihad dijalan Allah?” Beliau menjawab,”Termasuk lebih utama dari jihad di jalan Allah. Kecuali seseorang yang menutup wajahnya dengan debu (mati syahid-pent)”[5]

4. Di dalamnya terdapat hari Arafah, yang merupakan hari yang terbaik. Dan ibadah haji tidak sah apabila tidak wukuf di ‘Arafah. Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

اَلْحَجُّ عَرَفَةُ

Haji itu wukuf di Arafah.[6]

5. Di dalamnya terdapat hari penyembelihan qurban.

6. Pada sepuluh hari tersebut, terkumpul pokok-pokok ibadah yaitu shalat, puasa, sedekah, haji, yang tidak terdapat pada hari-hari selainnya.

AMAL-AMAL SUNNAH PADA BULAN DZULHIJJAH
Tentu banyak dari kita yang telah mengetahui bahwa di hari raya ini, ummat Islam menyembelih qurbannya dalam rangka ketaatan kepada AllahAzza wa Jalla. Akan tetapi, bagi kaum Muslimin, sesungguhnya hari raya ini tidak sekedar mengumandangkan takbir dan pergi untuk shalat ‘Ied, kemudian menyembelih qurban, lalu dimasak menjadi makanan yang lezat. Ada hal-hal lain yang perlu dilakukan, sehingga hari raya ini penuh makna dalam usaha kita meraih pahala dan ganjaran dari Allah Azza wa Jalla. Semoga hari raya tahun ini menjadi hari raya yang lebih baik dengan amalan-amalan Sunnah yang sesuai dengan tuntunan Nabi kita Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam

Di dalam hadits di atas, Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam menyebutkan bahwa amal-amal shalih pada sepuluh hari di awal bulan Dzulhijjah lebih utama dari amal-amal shalih di bulan lainnya. Yang termasuk dari amal-amal shalih sangatlah banyak, di antaranya:

1. Berpuasa Pada Sembilan Hari Pertama Bulan Dzulhijjah.
Mulai dari awal bulan Dzulhijjah, ternyata telah ada amalan yang disunnahkan untuk kita kerjakan. Diriwayatkan dari sebagian isteri Nabi, mereka berkata:

كَانَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَصُومُ تِسْعَ ذِي الْحِجَّةِ وَيَوْمَ عَاشُورَاءَ وَثَلَاثَةَ أَيَّامٍ مِنْ كُلِّ شَهْرٍ أَوَّلَ اثْنَيْنِ مِنْ الشَّهْرِ وَالْخَمِيسَ

Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam biasa berpuasa pada sembilan hari bulan Dzulhijjah, hari ‘Asyura, tiga hari pada setiap bulan, dan hari Senin pertama awal bulan serta hari Kamis.[7]

Hadits ini menganjurkan kita berpuasa pada sembilan hari bulan Dzulhijjah. Dan ini merupakan pendapat jumhur ulama. Adapun hadits ‘Aisyah Radhiyallahu anhuma berikut ini:

مَارَاَيْتُ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ صَا ئِمًا فِيْ الْعَشْرِ قَطٌّ

Aku tidak pernah sekali pun melihat Rasulullah berpuasa pada sepuluh hari pertama bulan Dzulhijjah.[8]

Imam Ahmad rahimahullah berkata tentang dua hadits yang bertentangan ini, “Bahwasanya yang menetapkan (puasa pada sepuluh hari pertama Dzulhijjah) lebih didahulukan dari yang menafikan….”[9]

Imam an-Nawawi rahimahullah berkata,”Perkataan ‘Aisyah Radhiyalalahu anhuma bahwa beliau Shallallahu ‘alihi wa sallam tidak berpuasa pada sepuluh hari tersebut, mungkin beliau tidak berpuasa karena suatu sebab, seperti sakit, safar, atau selainnya. Atau ‘Aisyah Radhiyallahu anhuma memang tidak melihat beliau berpuasa pada hari-hari tersebut. Tetapi tidak melihatnya ‘Aisyah Radhiyallahu anhuma idak mesti menunjukkan bahwa beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam tidak berpuasa. Dan ini ditunjukkan oleh hadits yang pertama….”[10]

Syaikh Muhammad bin al-‘Utsaimin rahimahullah berkata,”Bahwasanya itu merupakan pengabaran dari ‘Aisyah Radhiyallahu anhuma tentang apa yang ia ketahui. Dan perkataan Rasul Shallallahu ‘alaihi wa sallam didahulukan atas sesuatu yang tidak diketahui oleh perawi. Imam Ahmad rahimahullah telah merajihkan bahwasanya Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam berpuasa pada sepuluh hari tersebut. Jika hadits tersebut ditetapkan, maka tidak ada masalah, dan jika tidak ditetapkan, sesungguhnya puasa pada sepuluh hari tersebut masuk dalam keumuman amalan shalih yang dikatakan oleh Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam : ‘Tidak ada hari dimana suatu amal shalih lebih dicintai Allah melebihi amal shalih yang dilakukan di hari-hari ini (yakni sepuluh hari pertama Dzulhijjah ).’ Dan puasa termasuk dalam amalan shalih”.[11]

2. Puasa ‘Arafah
Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

صِيَامُ يَوْمِ عَرَفَةَ أَحْتَسِبُ عَلَى اللّهِ أَنْ يُكَفِّرَ السَّنَةَ الَّتِى قَبْلَهُ، وَالسَّنَةَ الَّتِيْ بَعْدَهُ

Puasa pada hari Arafah (tanggal 9 Dzulhijjah), aku berharap kepada Allah, akan menghapuskan (dosa) satu tahun sebelumnya dan satu tahun setelahnya….[12]

Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam juga bersabda ketika ditanya tentang puasa hari ‘Arafah:

يُكَفِّرُ السَّنَةَ الْهَا ضِيَةَ وَالْبَاقِيَةَ

…..menghapuskan (dosa) setahun sebelumnya dan setahun setelahnya…[13]

Puasa ini dikenal pula dengan nama puasa Arafah karena pada tanggal tersebut orang yang sedang menjalankan haji berkumpul di Arafah untuk melakukan runtutan amalan yang wajib dikerjakan pada saat berhaji yaitu ibadah wukuf.

Pendapat jumhur ulama bahwa dosa-dosa yang dihapus dengan puasa Arafah ini yaitu dosa-dosa kecil. Adapun dosa-dosa besar, maka wajib baginya taubat. Pendapat mereka dikuatkan dengan perkataan mereka:

Karena puasa Arafah tidak lebih kuat dan lebih utama dari shalat wajib yang lima waktu, shalat Jum’at, dan Ramadhan. Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

الصَّلَوَاتُ الْخَمْسُ وَالْجُمْعَةُ إِلَى الْجُمْعَةِ وَرَمَضَانُ إِلَى رَمَضَانَ مُكَفِّرَاتٌ مَا بَيْنَهُنَّ إِذَا اجْتَنَبَ الْكَبَائِرَ

Shalat yang lima waktu, shalat Jum’at sampai ke Jum’at berikutnya, Ramadhan sampai ke Ramadhan berikutnya, itu menghapus (dosa-dosa) di antara keduanya, selama dia menjauhi dosa-dosa besar.[14]

Mereka berkata:”Jika ibadah-ibadah yang agung dan mulia tersebut yang termasuk dari rukun-rukun Islam tidak kuat untuk menghapuskan dosa-dosa besar, maka puasa Arafah yang sunnah ini lebih tidak bisa lagi”. Inilah pendapat yang rajih.[15]

3. Takbiran
Ketahuilah, bahwa disyari’atkan bertakbir, bertahmid dan bertahlil pada sepuluh hari pertama Dzulhijjah ini. Dari Abu Hurairah secara marfu’:

مَا مِنْ أَيَّامٍ أَحَبُّ إِلَى اللَّهِ عَزَّوَجَلَّ اَلْعَمَلٌ فِهِيْنَّ مِنْ عَشرِ ذِى الْحِجَّةِ، فَعَلَيْكُم بِالتَّسْبِيْحِ وَ التَّهلِيْلِ وَالتَّكبِيْرِ

Tidak ada hari-hari yang amal shalih lebih dicintai oleh Allah dari pada sepuluh hari pertama Dzulhijjah. Maka hendaklah kalian bertasbih, bertahlil, dan bertakbir.[16]

Disyari’atkan juga bertakbir setelah shalat shubuh pada hari Arafah sampai akhir hari tasyriq, yaitu dengan takbir:

اللَّهُ أَكْبَرُ، اللَّهُ أَكْبَرُ، لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللَّهُ، وَاللّهُ أَكْبَرُ، اللَّهُ أَكْبَرُ وَلِلَّهِ الْحَمْدُ

Allah Maha Besar, Allah Maha Besar, tidak ada ilah yang berhak diibadahi dengan benar selain Allah, Allah Maha Besar. Allah Maha Besar, dan bagi Allah-lah segala puji.

4. Memperbanyak Amal Shalih Dan Ketaatan Kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala
Yaitu dengan memperbanyak shalat-shalat sunnah, sedekah, berbakti kepada orang tua, menyambung tali kekerabatan, bertaubat kepada Allah dengan sebenar-benarnya, memperbanyak dzikir kepada Allah, bertakbir, membaca al-Qur’an, dan amalan-amalan shalih lainnya. Sedekah dianjurkan setiap hari, maka pada hari-hari ini lebih sangat dianjurkan lagi, begitu juga ibadah-ibadah yang lain.

Dari Ibnu ‘Abbas Radhiyallahu anhuma, ia berkata:

كَانَ سَعِيْدُ بْنُ جُبَيْرٍ إِذَا دَخَلَ أَيَّامَ

…Bahwa Sa’id bin Jubair jika memasuki bulan Dzulhijjah, ia sangat bersungguh-sungguh sampai-sampai dia hampir tidak mampu melakukannya. [17]

5. Haji dan Umrah
Allah Ta’ala berfirman:

وَلِلَّهِ عَلَى النَّاسِ حِجُّ الْبَيْتِ مَنِ اسْتَطَاعَ إِلَيْهِ سَبِيلًا

….kewajiban bagi manusia kepada Allah, berhaji ke Baitullah, bagi siapa yang memiliki kemampuan untuk melakukan perjalanan….. [Ali ‘Imran/3:97]

Haji dan Umrah adalah salah satu ibadah yang paling mulia dan sarana taqarrub (pendekatan diri) kepada Allah yang paling afdhal. Di antara keutamaan haji dan Umrah adalah:

a. Barangsiapa yang berhaji dan umrah ke Baitullah, dia tidak berkata kotor, berbuat kefasikan, maka akan kembali seperti baru dilahirkan oleh ibunya.
b. Antara dua umrah menghapuskan dosa di antara keduanya, dan haji yang mabrur balasannya surga.
c. Haji menghapus dosa-dosa sebelumnya.
d. Haji mabrur termasuk seutama-utama amal setelah jihad fi sabilillah.
e. Haji dan umrah menghilangkan kemiskinan dan dosa-dosa.
f. Jihad yang paling bagus dan paling utama adalah haji yang mabrur.
g. Orang yang haji dan umrah adalah tamu Allah.
h. Do’a orang yang haji dan umrah dikabulkan oleh Allah.
i. Orang yang meninggal dunia ketika pergi melaksanakan haji dan umrah, akan dicatat baginya pahala umrah sampai hari kiamat.
j. Orang yang meninggal ketika dalam keadaan ihram, akan dibangkitkan di hari Kiamat dalam keadaan membaca talbiyah.[18]

6. ‘Idul Adh-ha
Dari Anas bin Malik Radhiyallahu anhu beliau berkata:”Bahwa ketika Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam tiba di Madinah, masyarakat Madinah memiliki dua hari yang mereka rayakan dengan bermain. Kemudian Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bertanya: ‘dua hari apakah ini?’ Mereka menjawab: ‘Kami merayakannya dengan bermain di dua hari ini ketika zaman Jahiliyyah,’ kemudian Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

إِنَّ اللَّهَ تَبَارَكَ وَ تَعَالَى قَدْأَبْدَلَكُمْ بِهِمَا خَيْرًا مِنْهُمَا، يَوْمَ الْفِطْرِ وَيَوْمَ النَّحْرِ

Sesungguhnya Allah telah memberikan ganti kepada kalian dua hari yang lebih baik; ‘Idul Fithri dan ‘Idul Adh-ha[19]

7. Berqurban
Di antara amal taat dan ibadah yang mulia yang dianjurkan adalah berqurban. Qurban adalah hewan yang disembelih pada hari raya ‘Idul Adh-ha berupa unta, sapi dan kambing yang dimaksudkan dalam rangka taqarrub (mendekatkan diri) kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala.

Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman :

فَصَلِّ لِرَبِّكَ وَانْحَرْ

Laksanakanlah shalat untuk Rabb-mu dan sembelihlah kurban. [al-Kautsar/108:2].

Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

مَنْ كَانَ لَهُ سَعَةٌ وَلَمْ يُضَحِّ فَلاَ يَقْرَبَنَّ مُصَلاَّنَا

Barang siapa yang memiliki kelapangan namun ia tidak berqurban maka jangan mendekati tempat shalat kami.[20

Sebagian ulama berpendapat dengan dasar hadits di atas, bahwa hukum menyembelih binatang qurban bagi seseorang adalah wajib bagi yang mampu.

‘Atha’ bin Yasar bertanya kepada Abu Ayyub al-Anshari: “Bagaimana penyembelihan qurban pada zaman Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam?”Beliau menjawab:

كَانَ الرَّجُلُ يُضَحِّي بِالشَّاةِ عَنْهُ وَعَنْ أَهْلِ بَيْتِهِ فَيَأْكُلُونَ وَيُطْعِمُونَ حَتَّى تَبَاهَى النَّاسُ فَصَارَتْ كَمَا تَرَى

Seseorang berqurban dengan seekor kambing untuk diri dan keluarganya. Kemudian mereka memakannya dan memberi makan orang-orang sampai mereka berbangga. Maka jadilah seperti yang engkau lihat”.[21]

Barangsiapa yang berqurban untuk diri dan keluarganya maka disunnahkan ketika menyembelih mengucapkan:

بِاسْمِ اللَّهِ، وَاللّهُ أَكْبَرُ، اللَّهُمَّ تَقَبَّلْ مِنِّىْ، اللَّهُمَّ هَذَا عَنِّىْ وَعَنْ أَهْلِ بَيْتِيْ

Dengan nama Allah, dan Allah Maha Besar, Ya Allah, terimalah (qurban) dariku, ya Allah, ini dariku dan dari keluargaku.

Disunnahkan bagi orang yang berqurban agar menyembelih sendiri. Jika tidak mampu maka hendaklah ia menghadiri, dan tidak diperbolehkan memberikan upah bagi tukang jagal dari hewan kurban tersebut.

Kemudian, juga tidak memotong rambut dan kuku bagi yang berqurban. Seseorang yang ingin berqurban, dilarang memotong kuku atau rambut dirinya (bukan hewannya) ketika sudah masuk tanggal 1 Dzulhijjah sampai ia memotong hewan qurbannya.

Dari Ummu Salamah bahwasanya Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

مَنْ كَانَ لَهُ ذِبْحٌ يَذْبَحُهُ فَإِذَا أُهِلَّ هِلَالُ ذِي الْحِجَّةِ فَلَا يَأْخُذَنَّ مِنْ شَعْرِهِ وَلَا مِنْ أَظْفَارِهِ شَيْئًا حَتَّى يُضَحِّيَ

Barang siapa yang memiliki hewan yang hendak ia sembelih(pada hari raya), jika sudah masuk tanggal 1 Dzulhijjah maka janganlah memotong (mencukur) rambutnya dan kukunya sedikitpun, sampai dia menyembelih qurbannya.[22]
Wallahu a’lam.

Semoga Allah Azza wa Jalla selalu melimpahkan shalawat, salam dan berkah-Nya kepada Nabi kita Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam, beserta keluarga serta para Sahabatnya dan orang-orang yang mengikuti jejak mereka dengan baik sampai hari Kiamat.

[Disalin dari majalah As-Sunnah Edisi 06/Tahun XVII/1434H/2013M. Penerbit Yayasan Lajnah Istiqomah Surakarta, Jl. Solo-Purwodadi Km.8 Selokaton Gondangrejo Solo 57183 Telp. 0271-858197 Fax 0271-858196]
_______
Footnote
[1]. Shahih : HR al-Bukhari (no. 969), Abu Dawud (no. 2438), at-Tirmidzi (no. 757), Ibnu Majah (no. 1727) ad-Darimi (II/25), Ibnu Khuzaimah (no.2865), Ibnu Hibban (no.324, at-Taliqatul-Hisan), at-Thahawy dalam Syarh Musykilil Atsar (no.2970), Ahmad (I/224, 239, 346), al-Baghawi dalam Syarhus-Sunnah (no.1125), Abu Dawud ath-Thayalisi dalam Musnad-nya (no.2753), Abdurrazzaq dalam al-Mushannaf (no. 8121), Ibnu Abi Syaibah dalam al-Mushannaf (no. 19771), al-Baihaqi (IV/284), dan ath-Thabrani dalam al-Mu’jamul-Kabir (no. 12326-12328), dari Sahabat Ibnu Abbas Radhiyallahu anhuma.
[2]. Shahih : HR ad-Darimi (II/26), ath-Thahawi dalam Syarh Musykilil-Atsar (no.2970) dan al-Baihaqi dalam Syu’abul Iman (no. 3476), dari Sahabat Ibnu Abbas Radhiyallahu anhuma
[3]. Tafsir Ibni Katsir (VIII/390). Cet. Dar Thaybah
[4]. Tafsir Ibni Katsir (V/415). Cet Dar Thaybah
[5]. Hasan : HR al-Bazaar dalam Kasyful-Atsar (II/28. No.1128) Dishahihkan oleh Syaikh al-Albani dalam Shahih at-Targhib wat Tarhib (no. 1150)
[6]. Shahih : HR at-Tirmidzi (no. 889) dan lainnya
[7]. Shahih : HR Abu Dawud (no. 2437)
[8]. Shahih : HR Muslim (no. 1176)
[9]. ASy-Syarhul Mumti ‘ala Zad al-Mustaqni (VI/470)
[10]. Syarh Shahih Muslim (VIII/71)
[11]. Fatawa Fadhillati asy-Syaikh al-Allamah Muhammad bin Shalih al-Utsaimin fiz ZAkati wash-Shiyam (I/792 no. 401)
[12]. Shahih : HR Muslim (no. 1162 (196))
[13]. Shahih : HR Muslim (no. 1162 (197))
[14]. Shahih : HR Muslim (no. 233))
[15]. Fat-hu Dzil-Jalail wal-Ikram (VII/356) Lihat juga Tas-hilul Ilmam (III/241) dam Taudhihul Ahkam (III/530-531)
[16] HR Abu Utsman al-Buhairi dalam al-Fawa-id. Lihat Irwa-ul Ghalil (III/398-399)
[17]. HRad-Darimi (II/26)
[18]. Selengkapnya seilakan lihat buku penulis Panduan Manasik Haji dan Umrah, Cet. 4, Pustaka Imam asy-Syafi’i.
[19]. Shahih : HR Ahmad (III/103, 178, 235, 250), Abu Dawud (no. 1134), an-Nasa-i (III/179-180), Abd bin Humaid (no.1390) dan ath-Thahawi dalam Syarh Musykilil Atsar (IV/131,no. 1488), al-Hakim (I/294), al-Baihaqi (III/272), dan al-Baihaqi (III/277) dan al-Baghawi (no.1098) dari Sahabat Anas Radhiyallahu anhu
[20]. Hasan : HR Ahmad (1/321), Ibnu Majah (no.3132) dan al-Hakim 9no.389), dari Sahabat Abu Hurairah Radhiyallahu, Dihasankan oleh Syaikh al-Albani dalam Takhrij Musykilatil Faqr (no.102) dan Shahih at-Targhib wat Tarhib (I/629, no. 1087)
[21]. Shahih : HR at-Tirmidzi (no. 1505) dan Ibnu Majah (no. 3147), Dishahihkan oleh Syaikh al-Albani dalam Irwa’ul Ghalil (no. 1142) dan Shahih Ibni Majah (II/203)
[22]. Shahih : HR Muslim (no. 1977)

Wednesday, August 16, 2017

ISTIGHFAR, PENUTUP SEMUA AMAL

Doa Penutup Majelis Dan Artinya Doa Penutup Majelis Taklim Pake Asma Allah Doa Penutupan Dalam Suatu Majelis Doa Penutup Sesuai Sunnah Doa Penutup Majelis Pesantren Manonjaya

ISTIGHFAR, PENUTUP SEMUA AMAL

Oleh
Ustadz Abu Isma’il Muslim Al-Atsari

Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah rahimahullah berkata, “Seorang hamba selalu berada (dalam dua hal yaitu-red) berada dalam (lautan-red) nikmat Allâh Subhanahu wa Ta’ala yang perlu ia syukuri; dan (atau-red) berada dalam (gelimangan-red) dosa yang perlu ia istighfari (mohonkan ampun). Dua perkara ini (syukur dan istighfar-pent) termasuk perkara yang (harus) selalu melekat pada diri seorang hamba, karena dia selalu bergelimang berbagai nikmat dari Allâh Azza wa Jalla , dan dia juga selalu perlu bertaubat dan istighfar” [Majmû’ Fatâwâ, 10/88]

ISTIGHFAR NABI
Oleh karena itu pemimpin seluruh manusia, imam seluruh orang-orang yang bertakwa, selalu beristighfâr di dalam seluruh keadaannya.

Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda :

وَاللَّهِ إِنِّى لأَسْتَغْفِرُ اللَّهَ وَأَتُوبُ إِلَيْهِ فِى الْيَوْمِ أَكْثَرَ مِنْ سَبْعِينَ مَرَّةً

Demi Allâh, sesungguhnya aku beristighfârdan bertaubat kepada Allâh lebih dari 70 kali dalam sehari.” [HR. Bukhâri, no. 6307]

Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam juga bersabda :

إِنَّهُ لَيُغَانُ عَلَى قَلْبِى وَإِنِّى لأَسْتَغْفِرُ اللَّهَ فِى الْيَوْمِ مِائَةَ مَرَّةٍ

Sesungguhnya hatiku terkadang tertutup, dan aku benar-benar beristighfâr kepada Allâh 100 kali dalam sehari”. [HR. Muslim]

Bahkan sebagian sahabat pernah menghitung istighfâr Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam di dalam satu majlis mencapai 100 kali.

عَنْ نَافِعٍ عَنِ ابْنِ عُمَرَ قَالَ كَانَ يُعَدُّ لِرَسُولِ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- فِى الْمَجْلِسِ الْوَاحِدِ مِائَةُ مَرَّةٍ مِنْ قَبْلِ أَنْ يَقُومَ : رَبِّ اغْفِرْ لِى وَتُبْ عَلَىَّ إِنَّكَ أَنْتَ التَّوَّابُ الْغَفُور

Dari Nâfi’ Radhiyallahu anhu dari Ibnu Umar Radhiyallahu anhuma, ia berkata : “Dalam satu majlis Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam , sebelum beliau berdiri (meninggalkan majlis), pernah terhitung seratus kali beliau mengucapkan:

رَبِّ اغْفِرْ لِى وَتُبْ عَلَىَّ إِنَّكَ أَنْتَ التَّوَّابُ الْغَفُور

(Wahai Rabbku, ampunilah dosaku, dan terimalah taubatku, sesungguhnya Engkau adalah Maha Pemberi taubat dan Maha Pengampun). [HR. Tirmidzi, Abu Dâwud, dan Ibnu Mâjah]

Kalau Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam saja beristighfâr seperti itu, maka kita lebih sangat membutuhkan istighfar. Karena semua dosa beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam telah diampuni oleh Allâh Subhanahu wa Ta’ala , sementara dosa kita tidak ada jaminan ampunan. Oleh karena itu, marilah kita memperbanyak istighfâr dalam memohon ampunan Allâh Azza wa Jalla dan meneladani imam orang-orang yang bertakwa yaitu Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam . Allâh berfirman :

إِنَّا فَتَحْنَا لَكَ فَتْحًا مُبِينًا ﴿١﴾ لِيَغْفِرَ لَكَ اللَّهُ مَا تَقَدَّمَ مِنْ ذَنْبِكَ وَمَا تَأَخَّرَ وَيُتِمَّ نِعْمَتَهُ عَلَيْكَ وَيَهْدِيَكَ صِرَاطًا مُسْتَقِيمًا

Sesungguhnya Kami telah memberikan kepadamu kemenangan yang nyata [yaitu perdamaian Hudaibiyah], Supaya Allâh memberi ampunan kepadamu terhadap dosamu yang telah lalu dan yang akan datang serta menyempurnakan nikmat-Nya atasmu dan memimpin kamu kepada jalan yang lurus. [Al-Fath/48: 1-2]

Karena istighfâr merupakan kebutuhan mendesak bagi manusia, maka tidak aneh kalau Allâh Azza wa Jalla dan Rasul-Nya mensyari’atkan menutup berbagai amalan dengan istighfâr.

ISTIGHFAR SETELAH SELESAI MENUNAIKAN SHALAT MALAM
Allâh Azza wa Jalla berfirman memberitakan sifat-sifat orang-orang yang bertakwa :

الَّذِينَ يَقُولُونَ رَبَّنَا إِنَّنَا آمَنَّا فَاغْفِرْ لَنَا ذُنُوبَنَا وَقِنَا عَذَابَ النَّارِ﴿١٦﴾الصَّابِرِينَ وَالصَّادِقِينَ وَالْقَانِتِينَ وَالْمُنْفِقِينَ وَالْمُسْتَغْفِرِينَ بِالْأَسْحَارِ

(Yaitu) orang-orang yang berdoa : “Ya Rabb Kami, sesungguhnya kami telah beriman, maka ampunilah segala dosa kami dan peliharalah kami dari siksa neraka,” (Yaitu) orang-orang yang sabar, yang benar, yang tetap taat, yang menafkahkan hartanya (di jalan Allâh), dan yang memohon ampun di waktu sahur [sahur: waktu sebelum fajar menyingsing mendekati shubuh]. [Ali ‘Imrân/3: 16-17]

Dalam ayat lain, Allâh Azza wa Jalla berfirman :

إِنَّهُمْ كَانُوا قَبْلَ ذَٰلِكَ مُحْسِنِينَ﴿١٦﴾كَانُوا قَلِيلًا مِنَ اللَّيْلِ مَا يَهْجَعُونَ﴿١٧﴾وَبِالْأَسْحَارِ هُمْ يَسْتَغْفِرُونَ﴿١٨﴾وَفِي أَمْوَالِهِمْ حَقٌّ لِلسَّائِلِ وَالْمَحْرُومِ

Sesungguhnya mereka (orang-orang yang bertakwa) sebelum itu di dunia adalah orang-orang yang berbuat kebaikan. Dahulu di dunia mereka sedikit sekali tidur diwaktu malam. Dan selalu memohon ampunan di waktu sahur (akhir malam sebelum fajar). Dan pada harta-harta mereka ada hak untuk orang miskin yang meminta dan orang miskin yang tidak mendapat bagian [maksudnya ialah orang miskin yang tidak meminta-minta]. [adz-Dzâriyât/51: 16-19]

Sebagian Ulama berkata, “Mereka menghidupkan malam dengan shalat, ketika waktu sahur (akhir malam sebelum subuh) mereka diperintahkan istighfâr”. [Majmû’ Fatâwâ, 10/88]

ISTIGHFAR SETELAH MENUNAIKAN SHALAT
Shalat merupakan amalan yang paling besar setelah syahâdatain (dua syahadat). Dalam pelaksanaan ibadah shalat harus memenuhi syarat-syarat, rukun-rukun, dan kewajiban-kewajibannya. Lebih sempurna lagi jika dipenuhi hal-hal yang disunahkan di dalam shalat. Namun siapakah yang yakin bahwa dirinya telah menunaikan semua itu dalam shalatnya ? Oleh karena itu, Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam memberikan tuntunan dengan membaca istighfâr tiga kali setelah salam dari shalat wajibnya, sebagaimana diriwayatkan dalam hadits sebagai berikut :

عَنْ ثَوْبَانَ قَالَ كَانَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِذَا انْصَرَفَ مِنْ صَلَاتِهِ اسْتَغْفَرَ ثَلَاثًا وَقَالَ اللَّهُمَّ أَنْتَ السَّلَامُ وَمِنْكَ السَّلَامُ تَبَارَكْتَ ذَا الْجَلَالِ وَالْإِكْرَامِ قَالَ الْوَلِيدُ فَقُلْتُ لِلْأَوْزَاعِيِّ كَيْفَ الْاسْتِغْفَارُ قَالَ تَقُولُ أَسْتَغْفِرُ اللَّهَ أَسْتَغْفِرُ اللَّهَ

Dari Tsaubân Radhiyallahu anhu dia berkata: “Jika Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam selesai melaksanakan shalat, beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam beristighfâr (meminta ampunan) tiga kali dan memanjatkan doa :

اللَّهُمَّ أَنْتَ السَّلَامُ وَمِنْكَ السَّلَامُ تَبَارَكْتَ ذَا الْجَلَالِ وَالْإِكْرَامِ

(Ya Allâh, Engkau adalah Dzat yang memberi keselamatan, dan dari-Mulah segala keselamatan, Maha Besar Engkau wahai Dzat Pemilik kebesaran dan kemuliaan.”
Walid berkata, “Aku bertanya kepada al-Auzâ’i, ‘Bagaimana (cara) beristighfâr (meminta ampunan)?’, Dia menjawab: ‘Engkau mengucapkan : أَسْتَغْفِرُ اللَّهَ أَسْتَغْفِرُ اللَّهَ”
[HR. Muslim, no. 591; Abu Dâwud, no. 1513; Nasâ’i, no. 1337; Ibnu Mâjah, no. 928; Tirmidzi, no. 300]

Inilah yang dituntunkan oleh Nabi kita, Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam yaitu beristighfâr setelah selesai shalat.

Namun kita lihat sebagian kaum Muslimin di zaman ini, begitu selesai menunaikan shalat, mereka langsung mengajak berjabat tangan orang-orang di sebelah kanan dan kirinya, tentu ini menyelisihi sunah Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam ini.

Sementara sebagian lainnya, begitu selesai salam dari shalat, langsung melakukan sujud syukur, tentu ini juga menyilisihi sunah Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam ini.

Hendaklah kita selalu ingat, bahwa sebaik-baik petunjuk adalah petunjuk Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam .

ISTIGHFAR SETELAH SELESAI MENUNAIKAN IBADAH HAJI
Bukan hanya di akhir shalat, ternyata istighfâr juga disyari’atkan di akhir menunaikan ibadah haji. Allâh Azza wa Jalla berfirman :

فَإِذَا أَفَضْتُمْ مِنْ عَرَفَاتٍ فَاذْكُرُوا اللَّهَ عِنْدَ الْمَشْعَرِ الْحَرَامِ ۖ وَاذْكُرُوهُ كَمَا هَدَاكُمْ وَإِنْ كُنْتُمْ مِنْ قَبْلِهِ لَمِنَ الضَّالِّينَ﴿١٩٨﴾ثُمَّ أَفِيضُوا مِنْ حَيْثُ أَفَاضَ النَّاسُ وَاسْتَغْفِرُوا اللَّهَ ۚ إِنَّ اللَّهَ غَفُورٌ رَحِيمٌ

Maka apabila kamu telah bertolak dari ‘Arafat, berdzikirlah kepada Allâh di Masy’aril haram [di Muzdalifah], dan berdzikirlah (dengan menyebut) Allâh sebagaimana yang ditunjukkan-Nya kepadamu; dan sesungguhnya kamu sebelum itu benar-benar termasuk orang-orang yang sesat. Kemudian bertolaklah kamu dari tempat bertolaknya orang-orang banyak (yaitu dari ‘Arafah) dan mohonlah ampun kepada Allâh; sesungguhnya Allâh Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. [al-Baqarah/2: 198-199]

ISTIGHFAR SETELAH MENUNAIKAN AMANAH DAKWAH
Setelah Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam menyampaikan risalah kepada manusia, berjihad membela agama Allâh Subhanahu wa Ta’ala dengan sebenar-benar jihad, dan melaksanakan perintah Allâh dengan sempurna, yang tidak ada seorangpun menyamai beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam , maka Allâh Subhanahu wa Ta’ala memerintahkan beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam untuk beristighfâr, sebagaimana firman-Nya :

إِذَا جَاءَ نَصْرُ اللَّهِ وَالْفَتْحُ﴿١﴾وَرَأَيْتَ النَّاسَ يَدْخُلُونَ فِي دِينِ اللَّهِ أَفْوَاجًا﴿٢﴾فَسَبِّحْ بِحَمْدِ رَبِّكَ وَاسْتَغْفِرْهُ ۚ إِنَّهُ كَانَ تَوَّابًا

Apabila telah datang pertolongan Allâh dan kemenangan, dan kamu melihat manusia masuk agama Allâh dengan berbondong-bondong, maka bertasbihlah dengan memuji Rabbmu dan mohonlah ampun kepada-Nya. Sesungguhnya Dia adalah Maha Penerima taubat. [an-Nashr/110: 1-3]

Dan perintah Allâh ini benar-benar dijalankan oleh Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam , bahkan beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam menjadikannya sebagai dzikir dalam shalat beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam . Hal ini dikisahkan oleh istri beliau, ‘Aisyah Radhiyallahu anhuma.

عَنْ عَائِشَةَ قَالَتْ كَانَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يُكْثِرُ أَنْ يَقُولَ قَبْلَ أَنْ يَمُوتَ سُبْحَانَكَ وَبِحَمْدِكَ أَسْتَغْفِرُكَ وَأَتُوبُ إِلَيْكَ قَالَتْ قُلْتُ يَا رَسُولَ اللَّهِ مَا هَذِهِ الْكَلِمَاتُ الَّتِي أَرَاكَ أَحْدَثْتَهَا تَقُولُهَا قَالَ جُعِلَتْ لِي عَلَامَةٌ فِي أُمَّتِي إِذَا رَأَيْتُهَا قُلْتُهَا إِذَا جَاءَ نَصْرُ اللَّهِ وَالْفَتْحُ إِلَى آخِرِ السُّورَةِ

Dari Aisyah Radhiyallahu anhuma, dia berkata, “Dahulu Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam sebelum meninggal memperbanyak membaca doa :

سُبْحَانَكَ وَبِحَمْدِكَ أَسْتَغْفِرُكَ وَأَتُوبُ إِلَيْكَ

(Mahasuci Engkau, dan dengan memuji-Mu, aku meminta ampun dan bertaubat kepada-Mu).” Aisyah Radhiyallahu anhuma berkata, “Aku berkata, ‘Wahai Rasûlullâh, kalimat apakah ini yang aku baru saja melihatmu membacanya?’ Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam menjawab, ‘Telah dijadikan suatu tanda untukku dalam umatku, apabila aku melihatnya niscaya aku mengucapkannya, ‘Idza Ja’a Nashrullah wa al-Fath…hingga akhir surat’.” [HR. Muslim, no.747]

ISTIGHFAR SETELAH SELESAI MENUNAIKAN MAJLIS DAN SEMUA AMALAN
Semua keterangan di atas menunjukkan keagungan istighfâr. Bahkan selain itu, istighfâr ini dijadikan sebagai doa penutup majlis, juga sebagai doa di akhir semua amalan. Hal ini ditunjukkan oleh hadits-hadits berikut ini:

عَنْ عَائِشَةَ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ كَانَ إِذَا جَلَسَ مَجْلِسًا أَوْ صَلَّى تَكَلَّمَ بِكَلِمَاتٍ فَسَأَلَتْهُ عَائِشَةُ عَنْ الْكَلِمَاتِ فَقَالَ إِنْ تَكَلَّمَ بِخَيْرٍ كَانَ طَابِعًا عَلَيْهِنَّ إِلَى يَوْمِ الْقِيَامَةِ وَإِنْ تَكَلَّمَ بِغَيْرِ ذَلِكَ كَانَ كَفَّارَةً لَهُ سُبْحَانَكَ اللَّهُمَّ وَبِحَمْدِكَ أَسْتَغْفِرُكَ وَأَتُوبُ إِلَيْكَ

Dari ‘Aisyah Radhiyallahu anhuma bahwa Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam apabila telah duduk di suatu majelis atau ketika telah selesai shalat maka beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam mengucapkan beberapa kalimat. Lalu ‘Aisyah Radhiyallahu anhuma bertanya kepada beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam tentang kalimat-kalimat tersebut, maka beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam menjawab; “Jika seseorang bicara baik maka itu sebagai stempel/tutup sampai hari kiamat dan jika dia bicara yang tidak baik maka itu sebagai kaffarat/penghapusnya. (Yaitu perkataan) :

سُبْحَانَكَ اللَّهُمَّ وَبِحَمْدِكَ أَسْتَغْفِرُكَ وَأَتُوبُ إِلَيْكَ

(Ya Allâh, Maha Suci Engkau dan segala pujian bagi-Mu. Aku mohon ampunan dan bertaubat kepada-Mu).” [HR. Nasâ’i, no. 1327; dishahihkan oleh al-Albâni]

Inilah sedikit keterangan tentang istighfar, semoga bermanfaat bagi kita semua

[Disalin dari majalah As-Sunnah Edisi 08/Tahun XV/1433H/2012M. Penerbit Yayasan Lajnah Istiqomah Surakarta, Jl. Solo-Purwodadi Km.8 Selokaton Gondangrejo Solo 57183 Telp. 0271-858197 Fax 0271-858196]

Doa Penutup Pertemuan Atau Majelis Doa Penutup Majelis Tabituna Abiduna Doa Penutup Majelis Taklim Doa Penutup Majlis Bilahifisabilhaq Doa Penutup Majlis Nabi Muhammad Sallallahu Alaihi Wassalam



Sumber: https://almanhaj.or.id/3823-istighfar-penutup-semua-amal.html

Tuesday, August 15, 2017

Ketika Rasulullah Shallallahu‘alaihi Wasallam Dihina Dan Direndahkan

Demi Allah, demi Allah, dan demi Allah, penghinaan kepada Nabi itu tidaklah menimbulkan mudharat bagi beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam sedikit pun. Dan hal itu tidaklah menurunkan kedudukan Nabi kita Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam sedikit pun.

  8065  1
cinta_nabi

Doa Agar Tidak Dihina Doa Ketika Dihina Orang Doa Ketika Dihina Orang Lain Doa Saat Diejek Doa Agar Tidak Dihina Orang

Sesungguhnya orang-orang kafir menghina Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam ketika beliau masih hidup.

Mereka mengatakan (bahwa beliau adalah) seorang tukang sihir

Mereka mengatakan (bahwa beliau adalah) orang gila

Mereka mengatakan (bahwa beliau adalah) seorang dukun

Mereka mengatakan (bahwa beliau adalah) seorang pendusta

Mereka mengatakan (bahwa beliau adalah) seorang yang terputus keturunannya

Mereka mengatakan (bahwa beliau adalah) orang yang hina

Mereka mengatakan (bahwa beliau adalah) seorang penyair

Mereka mengatakan … Mereka mengatakan … Mereka mengatakan …

Dan orang-orang kafir terus-menerus menghina dan merendahkan beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam.

Lalu apakah hasilnya? Hal itu tidaklah menimbulkan mudharat bagi beliau sedikit pun …

Pada hari ini, celaan dan hinaan kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam itu pun terulang kembali. Demi Allah, demi Allah, dan demi Allah, hal itu tidaklah menimbulkan mudharat bagi beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam sedikit pun. Dan hal itu tidaklah menurunkan kedudukan Nabi kita Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam sedikit pun.

Justru mereka yang menjerumuskan diri mereka sendiri ke dalam kebinasaan dan menyegerakan turunnya hukuman kepada mereka dari Allah Subhanahu wa Ta’ala.

Bukankah Allah Ta’ala berfirman,

إِنَّا كَفَيْنَاكَ الْمُسْتَهْزِئِينَ

“Sesungguhnya kami memelihara kamu dari (kejahatan) orang-orang yang memperolok-olokkan (kamu)” (QS. Al-Hijr [15]: 95)

Dan juga berfirman,

أَلَيْسَ اللَّهُ بِكَافٍ عَبْدَهُ وَيُخَوِّفُونَكَ بِالَّذِينَ مِنْ دُونِهِ وَمَنْ يُضْلِلِ اللَّهُ فَمَا لَهُ مِنْ هَادٍ

“Bukankah Allah cukup untuk melindungi hamba-hamba-Nya. Dan mereka menakut-nakutimu dengan (sembahan-sembahan) yang selain Allah? Dan siapa yang disesatkan oleh Allah, maka tidak ada seorang pun pemberi petunjuk baginya.” (QS. Az-Zumar [39]: 36)

Janganlah Engkau bersedih, janganlah Engkau khawatir atas apa yang dilakukan oleh orang-orang kafir yang jahat itu.

Bukankah sudah cukup bagi kita, yaitu jaminan dari Allah Ta’ala yang senantiasa melindungi Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dari orang-orang yang mengolok-olok beliau.

Demi Allah, sesungguhnya perbuatan mereka (orang-orang kafir) itu tidaklah menambah bagi diri kita kecuali kita semakin berpegang teguh dengan Sunnah Nabi kita Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam, menjadikan beliau sebagai teladan hidup kita dengan sebenar-benarnya, bukan hanya sebatas pengakuan (klaim) semata. Dan juga (menjadikan kita semakin istiqomah) untuk berjalan di atas jalan beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam dan melaksanakan perintah-perintahnya, baik secara lahir dan batin sesuai dengan kemampuan kita.

Kecintaan kita kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam tidak hanya sebatas ucapan dan klaim semata. (Yaitu) Engkau melaksanakan banyak ajaran (sunnah) Nabi dengan penuh semangat dan antusiasme yang tinggi dalam satu atau dua hari atau satu minggu, dan setelah itu hilang (ditinggalkan) semuanya!!!! [1, 2].

Selesai diterjemahkan di Lab EMC Rotterdam NL, ba’da ashar, 29 Rabiul Awwal 1346

Penerjemah: M. Saifudin Hakim

Catatan kaki:

[1] Diterjemahkan dari status facebook Syaikh Dr. Muhammad bin ‘Umar bin Salim Bazmul hafidzahullah pada tanggal 18 Januari 2015 pukul 19:03.

[2] Teks asli status beliau adalah sebagai berikut:

ان الكفار سبّوا الرسول صلى الله عليه وسلم في حياته :
قالوا ساحر
قالوا مجنون
قالوا كاهن
قالوا كذاب
قالوا أبتر
قالوا مُذمم
قالوا شاعر
قالوا وقالوا وقالوا
ولا زال الكفّار يسبونه وينتقصون منه صلى الله عليه وسلم ،
وماذا كانت العاقبه (( لم يضّرُه ذلك شيئاً )) ..

واليوم يُعيدون هذا السب وهذا الشتم والانتقاص منه صلى الله عليه وسلم ، ووالله وبالله وتالله ما يضرّه ذلك شيء ولا ينقص من قدر نبينا صلى الله عليه وسلم شيئاً ،
هم يُعرّضون انفسهم للهلاك واستعجال انزال العقوبة على انفسهم من الله سبحانه وتعالى ،
ألم يقل الله سبحانه وتعالى :

{95} إِنّا كَفَينٰكَ المُستَهزِءينَ

وقال تعالى :
أَلَيسَ اللَّهُ بِكافٍ عَبدَهُ ۖ وَيُخَوِّفونَكَ بِالَّذينَ مِن دونِهِ ۚ وَمَن يُضلِلِ اللَّهُ فَما لَهُ مِن هادٍ …

فلا تحزنوا ولا تبتأسوا مما يفعل أولئك الكفرة الفجره ،
الا يكفينا ان الله هو من تكفّل ، بكفايّة نبينا صلى الله عليه وسلم ممن استهزاء به ،
والله ان فعلهم ذلك لا يزيدنا الا تمّسُكًا بسنة نبينا صلى الله عليه وسلم والاقتداء به حقيقةً لا إدّعاءً والسير على نهجه والاخذ بأوامره ظاهراً وباطناً ما استطعنا الى ذلك سبيلا ،
وحب النبي صلى الله عليه وسلم ليس مجرد كلام وإدّعاء ، واخذ الامور بالعاطفه والحماس يوما او يومين او اسبوعا بالكثير ثم يتبّخر كل شيء !!!

Artikel Muslim.Or.Id


Dukung pendidikan Islam yang berdasarkan Al Qur'an dan As Sunnah sesuai dengan pemahaman salafus shalih dengan mendukung pembangunan SDIT YaaBunayya Yogyakarta http://bit.ly/YaaBunayya  
Print Friendly, PDF & Email



Sumber: https://muslim.or.id/24407-ketika-rasulullah-shallallahualaihi-wasallam-dihina-dan-direndahkan.html