Our Life

Monday, January 16, 2017

TANDA-TANDA KECIL KIAMAT

Oleh
Dr. Yusuf bin Abdillah bin Yusuf al-Wabil

56. DIUTUSNYA ANGIN YANG LEMBUT UNTUK MENCABUT RUH ORANG-ORANG YANG BERIMAN
Dan di antaranya adalah berhembusnya angin yang lembut untuk mencabut ruh orang-orang yang beriman. Maka, tidak ada lagi di muka bumi orang yang berkata, “Allah, Allah”, yang ada hanyalah manusia yang paling durjana dan kepada merekalah Kiamat terjadi.

Telah tetap sebuah riwayat tentang sifat angin ini, ia adalah angin yang lebih lembut daripada sutera. Hal itu merupakan kemuliaan yang Allah berikan kepada hamba-hamba-Nya yang beriman pada zaman yang penuh dengan fitnah dan kejelekan.

Dijelaskan dalam hadits an-Nawwas bin Sam’an yang panjang tentang kisah Dajjal, turunnya ‘Isa q, dan keluarnya Ya’-juj dan Ma’-juj:

إِذْ بَعَثَ اللهُ رِيْحًا طَيِّبَةً، فَتَأْخُذُهُمْ تَحْتَ آبَاطِهِمْ، فَتَقِبْضُ رُوْحَ كُلِّ مُؤْمِنٍ وَكُلِّ مُسْلِمٍ، وَيَبْقَى شِرَارُ النَّاسِ؛ يَتَهَارَجُوْنَ فِيْهَا تَهَارُجَ الْحُمُرِ، فَعَلَيْهِمْ تَقُوْمُ السَّاعَةُ.

“Tiba-tiba saja Allah mengutus angin yang lembut, sehingga (angin tersebut) mengambil (mewafatkan) mereka dari bawah ketiak-ketiak mereka, lalu diambillah setiap ruh mukmin dan muslim, dan yang tersisa hanyalah manusia yang paling durjana. Mereka menggauli wanita-wanita mereka secara terang-terangan bagaikan keledai, maka kepada merekalah Kiamat akan terjadi.”[1]

Muslim meriwayatkan dari ‘Abdullah bin ‘Amr Radhiyallahu anhuma, beliau berkata, “Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

يَخْرُجُ الدَّجَّالُ… (فَذَكَرَ الْحَدِيْثَ، وَفِيْهِ:) فَيَبْعَثُ اللهُ عِيْسَى بْنَ مَرْيَمَ كَأَنَّهُ عُرْوَةُ بْنُ مَسْعُوْدٍ، فَيَطْلُبُهُ، فَيُهْلِكُهُ، ثُمَّ يَمْكُثُ النَّاسُ سَبْعَ سِنِيْنَ، لَيْسَ بَيْنَ اثْنَيْنِ عَدَاوَةٌ، ثُمَّ يُرْسِلُ اللهُ رِيْحًا بَارِدَةً مِنْ قِبَلِ الشَّامِ، فَلاَ يَبْقَى عَلَـى وَجْهِ اْلأَرْضِ أَحَدٌ فِيْ قَلْبِهِ مِثْقَالُ ذَرَّةٍ مِنْ خَيْرٍ أَوْ إِيْمَانٍ إِلاَّ قَبَضَتْهُ، حَتَّـى لَوْ أَنَّ أَحَدَكُمْ دَخَلَ فِـي كَبِدِ جَبَلٍ لَدَخَلَتْهُ عَلَيْهِ حَتَّى تَقْبِضَهُ.

“Dajjal keluar… (lalu beliau menuturkan haditsnya, di dalamnya diungkapkan:) Kemudian Allah mengutus ‘Isa bin Maryam seakan-akan ia adalah ‘Urwah bin Mas’ud, lalu beliau mencarinya (Dajjal), kemudian membinasakannya. Selanjutnya manusia berdiam selama tujuh tahun di mana tidak ada permusuhan di antara dua orang. Lalu Allah mengutus angin dingin dari arah Syam, tidak ada seorang pun di muka bumi yang memiliki kebaikan atau keimanan sebesar biji sawi di dalam hatinya melainkan Allah mencabutnya, walaupun seseorang di antara kalian masuk ke tengah-tengah gunung niscaya angin tersebut akan memasukinya sehingga ia mencabutnya (mewafatkannya).”[2]

Beberapa hadits telah menunjukkan bahwa keluarnya angin ini terjadi setelah turunnya Nabi ‘Isa Alaihissallam, tepatnya setelah terbunuhnya Dajjal dan binasanya Ya’-juj dan Ma’-juj.

Demikian pula, sesungguhnya keluarnya angin tersebut terjadi setelah matahari terbit dari barat, setelah keluarnya binatang besar (dari perut bumi) juga berbagai macam tanda-tanda besar Kiamat lainnya.[3]

Berdasarkan hal itu, maka keluarnya angin sangat dekat dengan terjadi-nya Kiamat.

Hadits-hadits yang menjelaskan keluarnya angin ini sama sekali tidak bertentangan dengan hadits:

لاَ تَزَالُ طَائِفَةٌ مِنْ أُمَّتِي؛ يُقَاتِلُوْنَ عَلَى الْحَقِّ، ظَاهِرِيْنَ إِلَى يَوْمِ الْقِيَامَةِ.

“Akan senantiasa ada sekelompok dari umatku yang memperjuangkan kebenaran, mereka akan senantiasa ada sampai hari Kiamat.” [4]

Dalam riwayat lain:

ظَاهِرِيْنَ عَلَى الْحَقِّ، لاَ يَضُرُّهُمْ مَنْ خَذَلَهُمْ، حَتَّى يَأْتِيَ أَمْرُ اللهِ وَهُمْ كَذَلِك.

“Selalu menampakkan kebenaran, orang yang menghinakan mereka tidak akan pernah bisa membahayakannya, hingga datang perintah Allah sementara mereka tetap dalam keadaan demikian.”[5]

Makna hadits ini bahwa mereka senantiasa berada di atas kebenaran hing-ga angin lembut tersebut mencabut nyawa mereka menjelang Kiamat. Jadi, makna (أَمْرُ اللهِ) adalah berhembusnya angin tersebut.[6]

Dijelaskan dalam hadits ‘Abdullah bin ‘Amr Radhiyallahu anhuma, bahwa munculnya angin tersebut berasal dari arah Syam, sebagaimana telah dijelaskan sebelumnya.

Sementara dijelaskan di dalam hadits lain dari Abu Hurairah Radhiyallahu anhu, dia berkata, “Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

إِنَّ اللهَ يَبْعَثُ رِيْحًا مِنَ الْيَمَنِ، أَلْيَنُ مِنَ الْحَرِيْرِ، فَلاَ تَدَعُ أَحَدًا فِـيْ قَلْبِهِ مِثْقَالُ ذَرَّةٍ مِنْ إِيْمَانٍ؛ إِلاَّ قَبَضَتْهُ.

‘Sesungguhnya Allah mengirimkan angin dari arah Yaman yang lebih lembut daripada sutera, angin itu tidak akan pernah meninggalkan seorang pun yang di dalam hatinya terdapat keimanan seberat biji sawi melainkan dia mencabutnya (mewafatkannya).” [7]

Hal ini bisa dijawab dari dua sisi:
Pertama: Kemungkinan akan ada dua angin, dari arah Syam dan dari arah Yaman.

Kedua: Bisa juga bahwa awalnya dari salah satu di antara dua daerah tersebut, kemudian sampai ke arah lainnya (dari dua arah itu), dan menyebar di sana.

Wallaahu a’lam.[8]

[Disalin dari kitab Asyraathus Saa’ah, Penulis Yusuf bin Abdillah bin Yusuf al-Wabil, Daar Ibnil Jauzi, Cetakan Kelima 1415H-1995M, Edisi Indonesia Hari Kiamat Sudah Dekat, Penerjemah Beni Sarbeni, Penerbit Pustaka Ibnu Katsir]
_______
Footnote
[1]. Shahiih Muslim, bab Dzikrud Dajjaal (XVIII/70, dalam Syarh an-Nawawi).
[2]. Shahiih Muslim, kitab Asyraatus Saa’ah bab Dzikrud Dajjal (XVIII/75-76, Syarh an-Nawawi).
[3]. Lihat Faidhul Qadiir (VI/417).
[4]. Shahiih Muslim, kitab al-Iimaan bab Nuzuulu ‘Isa ibni Maryam Haakiman (II/ 193, Syarh an-Nawawi).
[5]. Shahiih Muslim, kitab al-Imaarah, bab Qauluhu laa Tazaalu Thaa-ifatun min Ummatii Zhaa-hiriin (XIII/65, Syarh Muslim).
[6]. Lihat Syarah an-Nawawi li Shahiih Muslim (II/132), dan Fat-hul Baari (XIII/ 19, 85).
[7]. Shahiih Muslim, bab Fir Riih al-Lati Takuunu Qurbal Qiyaamah (II/132, Syarh an-Nawawi).
[8]. Syarh an-Nawawi li Shahiih Muslim (II/132), dan lihat Asyraatus Saa’ah wa Asraaruha (hal. 88-89), karya Syaikh Muhammad Salamah Jibr, cet. Mathba’ah at-Taqaddum, th. 1401 H, Kairo

57. PENGHALALAN BAITUL HARAM (MAKKAH) DAN PENGHANCURAN KA’BAH
Tidak ada yang menghalalkan Baitul Haram kecuali ahlinya, dan ahlinya adalah kaum muslimin [1]. Apabila mereka telah menghalalkannya, maka kehancuran akan menimpa mereka. Kemudian keluarlah seorang laki-laki dari Habsyah yang bernama Dzu Suwaiqatain, lalu dia menghancurkan Ka’bah, membongkar batu Ka’bah satu persatu, mengambil perhiasannya, dan melepaskan kiswah (penutup)nya. Hal itu terjadi di akhir zaman, ketika tidak tersisa seorang pun di muka bumi yang berkata, “Allah, Allah.” Karena itulah Ka’bah tidak lagi diramaikan (dimakmurkan) setelah penghancurannya, sebagaimana dijelaskan dalam berbagai hadits shahih.

Al-Imam Ahmad meriwayatkan dengan sanadnya dari Sa’id bin Sam’an, dia berkata, “Aku mendengar Abu Hurairah mengabarkan kepada Abu Qatadah, bahwasanya Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

يُبَايَُِ لِرَجُلٍ مَا بَيْنَ الرُّكْنِ وَالْمَقَامِ، وَلَنْ يَسْتَحِلَّ الْبَيْتَ إِلاَّ أَهْلُهُ، فَإِذَا اسْتَحَلُّوْهُ؛ فَلاَ يُسْأَلُ عَنْ هَلَكَةِ الْعَرَبِ، ثُمَّ تَأْتِيْ الْحَبَشَةُ، فَيَخْرِبُوْنَهُ خَرَابًا لاَ يُعَمَّرُ بَعْدَهُ أَبَدًا، وَهُمُ الَّذِيْنَ يَسْتَخْرِجُوْنَ كَنْزَهُ.

‘Seseorang dibai’at di (tempat) antara Rukun Yamani dan Maqam Ibrahim, tidak akan ada yang menghalalkan Baitul Haram kecuali kaum muslimin; apabila mereka telah menghalalkannya, maka jangan ditanya tentang kehancuran orang Arab. Kemudian datang orang Habasyah, lalu mereka menghancurkannya sehingga Ka’bah tidak dimakmurkan lagi setelah itu untuk selamanya, dan merekalah yang mengeluarkan simpanannya.’”[2]

Dan diriwayatkan dari ‘Abdullah bin ‘Umar Radhiyallahu anhuma, dia berkata, “Aku mendengar Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

يُخْرِبُ الْكَعْبَةَ ذُو السُّوَيْقَتَيْنِ مِنَ الْحَبَشَةِ، وَيَسْلُبُهَا حِلْيَتَهَا، وَيُجَرِّدُهَا مِنْ كِسْوَتَهَا، وَلَكَأَنِّـي أَنْظُرُ إِلَيْهِ: أُصَيْلِعَ، أُفَيْدِعَ، يَضْـرِبُ عَلَيْهَا بِمِسْحَاتِهِ وَمِعْوَلِهِ.

‘Ka’bah akan dihancurkan oleh Dzu Suwaqatain dari Habasyah (Ethopia), perhiasannya akan dilepas dan kiswahnya akan dibuka. Seakan-akan aku melihatnya agak botak, agak bengkok tulang betisnya, ia memukul Ka’bah dengan sekop dan cangkulnya.’” [HR. Ahmad][3]

Imam Ahmad dan asy-Syaikhani meriwayatkan dari Abu Hurairah Radhiyallahu anhu, dia berkata, Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

يُخْرِبُ الْكَعْبَةَ ذُو السُّوَيْقَتَيْنِ مِنَ الْحَبَشَةِ.

“Ka’bah akan dihancurkan oleh Dzu Suwaiqatain dari Habasyah (Ethopia).” [4]

Imam Ahmad dan al-Bukhari meriwayatkan pula dari Ibnu ‘Abbas Radhiyallahu anhuma, dari Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam, beliau bersabda:

كَأَنِّي أَنْظُرُ إِلَيْهِ: أَسْوَدَ، أَفْحَجَ، يَنْقُضُهَا حَجَرًا حَجَرًا (يَعْنِيْ: اَلْكَعْبَةَ)

“Seakan-akan aku melihatnya; (berkulit) hitam, kedua kakinya bengkok, [5]
ia melepaskan batunya satu persatu (maksudnya Ka’bah).”[6]

Al-Imam Ahmad meriwayatkan dari Abu Hurairah Radhiyallahu anhu, dia berkata, “Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

فِيْ آخِرِ الزَّمَانِ يَظْهَرُ ذُو السُّوَيْقَتَيْنِ عَلَى الْكَعْبَةِ -قَالَ: حَسِبْتُ أَنَّهُ قَالَ:- فَيَهْدِمُهَا.

‘Di akhir zaman kelak Dzu Suwaiqatain akan menguasai Ka’bah’” -(Abu Hurairah) berkata:- “Aku mengira bahwa beliau bersabda, ‘Lalu dia menghancurkannya.’” [7]

Jika ada yang mengatakan, “Sesungguhnya hadits-hadits ini bertentangan dengan firman Allah Subhanahu wa Ta’ala:

أَوَلَمْ يَرَوْا أَنَّا جَعَلْنَا حَرَمًا آمِنًا

“Dan apakah mereka tidak memperhatikan, bahwa sesungguhnya Kami telah menjadikan (negeri mereka) tanah suci yang aman…” [Al-‘Anka-buut: 67]

Dan Allah Ta’ala telah menjaga Makkah dari serangan pasukan bergajah, pelakunya tidak bisa menghancurkan Ka’bah, sementara saat itu Ka’bah belum menjadi kiblat, maka bagaimana bisa orang-orang Habasyah menguasainya setelah menjadi kiblat bagi kaum muslimin?!

Jawaban untuk pertanyaan itu bahwa hancurnya Ka’bah terjadi di akhir zaman menjelang datangnya Kiamat, ketika di muka bumi tidak ada seorang pun yang berkata, “Allah, Allah.” Karena itulah diungkapkan dalam sabda Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam riwayat Ahmad, dari Sa’id bin Sam’an Radhiyallahu anhu:

لاَ يُعَمَّرُ بَعْدَهُ أَبَدًا.

“Tidak ada yang memakmurkannya setelah itu selama-lamanya.”

Ia adalah tanah haram yang aman sentosa selama penduduknya belum menghalalkannya.

Sementara di dalam ayat sama sekali tidak ada isyarat adanya keamanan untuk selamanya.

Peperangan di Makkah telah terjai beberapa kali. Yang paling dahsyat adalah serangan dari al-Qaramithah [8] pada abad ke-4 Hijriyyah, di mana mereka membunuh kaum muslimin di tempat thawaf, mencabut Hajar Aswad dan memindahkannya ke negeri mereka, lalu mengembalikannya setelah kurun waktu yang sangat lama. Walaupun demikian segala hal yang terjadi sama sekali tidak bertentangan dengan ayat yang mulia, karena hal itu hanya terjadi oleh tangan kaum muslimin dan orang-orang yang menisbatkan dirinya kepada mereka. Ini sesuai dengan apa yang diriwayatkan oleh Imam Ahmad bahwa Makkah tidak akan dihalalkan kecuali oleh kaum muslimin. Maka, peristiwa itu terjadi sesuai dengan apa yang dikabarkan oleh Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam, dan akan terjadi lagi di akhir zaman. Setelah itu, tidak akan pernah dimakmurkan kembali hingga tidak tersisa seorang muslim pundi muka bumi.[9]

[Disalin dari kitab Asyraathus Saa’ah, Penulis Yusuf bin Abdillah bin Yusuf al-Wabil, Daar Ibnil Jauzi, Cetakan Kelima 1415H-1995M, Edisi Indonesia Hari Kiamat Sudah Dekat, Penerjemah Beni Sarbeni, Penerbit Pustaka Ibnu Katsir]
_______
Footnote
[1]. Lihat Fat-hul Baari (III/462).
[2]. Musnad Ahmad (XV/35), syarah dan ta’liq Ahmad Syakir, beliau berkata, “Sanadnya shahih.”
Ibnu Katsir berkata, “Ini adalah sanad yang jayyid lagi kuat, lihat kitab an-Nihaayah/al-Fitan wal Malaahim (I/156), tahqiq Dr. Thaha Zaini.
Al-Albani berkata, “Ini adalah sanad yang shahih, para perawinya tsiqah, perawi ash-Shahiihain selain Sa’id bin Sam’an, dia adalah tsiqah.” Lihat kitab Silsilah al-Ahaadiits ash-Shahiihah (II/120) (no. 579).
[3]. (اَلسُّوَيْقَتَيْنِ): (اَلسُّوَيْقَة) adalah bentuk tashgiir (pengecilan) dari kata اَلسَّاقُ (betis), dalam bentuk muannats, karena itulah nampak huruf ta di dalam bentuk tashghiir, kata (اَلسَّاقُ) ditashghiir karena biasanya betis orang Habsy itu kecil.
An-Nihaayah fii Ghariibil Hadiits wal Atsar (II/423).
[4]. Musnad Ahmad (XII/14-15) (no. 7053), syarah dan ta’liq Ahmad Syakir, dia berkata, “Sanadnya shahih.”
[5]. Musnad Ahmad (XVIII/103) (no. 9394), syarah dan ta’liq Ahmad Syakir, disempurnakan oleh Dr. Al-Husaini ‘Abdul Majid Hasyim, Shahiih al-Bukhari, kitab al-Hajj, bab Hadmul Ka’bah (III/ 460, syarh al-Fath), dan Shahiih Muslim, kitab al-Fitan wa Asyraathus Saa’ah (XVIII/35, Syarh an-Nawawi).
[6]. (أَفْحَجَ) di dalam al-Qaamuus diungkapkan (فَحَجَ فِي مَشْيَتِهِ) maknanya adalah telapak kaki bagian bawah saling berdekatan sementara bagian atas saling berjauhan (membentuk leter o).
Ibnul Atsir berkata, “(اَلْفَحْجُ) maknanya adalah kedua paha yang saling berjauhan.”
Lihat Tartiibul Qaamuus (III/451), dan an-Nihaayah (III/415).
[7]. Musnad Ahmad (III/315-316, no. 2010), syarh Ahmad Syakir, dan Shahiih al-Bukhari, kitab al-Hajj bab Hadmul Ka’bah (III/460, al-Fat-h).
[8]. Musnad Ahmad (XV/227, no. 8080), syarh Ahmad Syakir, dia berkata, “Sanadnya shahih.”
[9]. Satu kelompok dari faham Bathiniyyah, yaitu faham yang mengganti hukum syari’at dengan hukum bathin yang menisbatkan diri kepada seseorang yang bernama Hamdan Qarmith, dari penduduk Kufah. Kelompok yang keji ini memilik sejarah panjang yang penuh dengan perbuatan yang sangat buruk, di antara yang paling besar adalah yang terjadi pada tahun 317 H di mana mereka menyerang orang-orang yang melaksanakan manasik haji pada hari Tarwiyah, merampas harta dan membunuh mereka. Mereka melakukan pembunuhan terhadap orang-orang yang tengah melaksanakan haji di pusat Makkah dan pelosoknya bahkan di dalam Masjidil Haram juga di dalam Ka’bah meng-hancurkan kubah zamzam, mencabut pintu Ka’bah juga kiswahnya, mencabut Hajar Aswad dan memindahkannya ke negeri mereka, bahkan Hajar Aswad tetap berada pada mereka selama 22 tahun.
Lihat kitab Fadhaa-ihul Baathiniyyah, karya al-Ghazali (hal. 12-13), tahqiq ‘Abdurrahman Badawi, al-Bidaayah wan Nihaayah (II/160-161), Risalaah al-Qaraamithah wa Aaraauhum al-I’tiqaadiyyah (hal. 222-223), karya Sulaiman as-Salumi, sebuah risalah muqaddimah untuk mendapatkan gelar Magister dengan pengawasan Syaikh Muhammad al-Ghazali, pada tahun 1400 H.
Lihat Fat-hul Baari (III/461-462).



Sumber: https://almanhaj.or.id/670-56-57-diutusnya-angin-yang-lembut-mencabut-ruh-orang-beriman-penghalalan-baitul-haram-makkah.html

TANDA-TANDA KECIL KIAMAT

Oleh
Dr. Yusuf bin Abdillah bin Yusuf al-Wabil

52. PENAKLUKAN KOSTANTINOPEL [1]
Dan di antara tanda-tanda Kiamat adalah penaklukan kota Konstantinopel -sebelum keluarnya Dajjal- di tangan kaum muslimin. Yang dapat difahami dari berbagai hadits bahwa penaklukan ini terjadi setelah peperangan mereka dengan bangsa Romawi pada sebuah peperangan yang sangat besar dan kemenangan kaum muslimin atas mereka. Waktu itu kaum muslimin pergi menuju Konstantinopel, lalu Allah menaklukkannya untuk kaum muslimin tanpa ada peperangan. Senjata mereka hanyalah takbir dan tahlil (ucapan Laa ilaaha illallaah).

Dijelaskan dalam sebuah hadits dari Abu Hurairah Radhiyallahu anhu, bahwasanya Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

سَمِعْتُمْ بِمَدِينَةٍ جَانِبٌ مِنْهَا فِـي الْبَرِّ وَجَانِبٌ مِنْهَا فِي الْبَحْرِ؟ قَالُوا: نَعَمْ يَا رَسُولَ اللهِ. قَالَ: لاَ تَقُومُ السَّاعَةُ حَتَّى يَغْزُوَهَا سَبْعُونَ أَلْفًا مِنْ بَنِي إِسْحَاقَ، فَإِذَا جَاءُوهَا نَزَلُوا، فَلَمْ يُقَاتِلُوا بِسِلاَحٍ وَلَمْ يَرْمُوا بِسَهْمٍ، قَالُوا: لاَ إِلهَ إِلاَّ اللهُ وَاللهُ أَكْبَرُ، فَيَسْقُطُ أَحَدُ جَانِبَيْهَا -قَالَ ثَوْرٌ( أَحَدَ رُوَاةِ الْحَدِيْثِ) لاَ أَعْلَمُهُ إِلاَّ قَالَ:- الَّذِي فِي الْبَحْرِ، ثُمَّ يَقُولُوا الثَّانِيَةَ لاَ إِلهَ إِلاَّ اللهُ وَاللهُ أَكْبَرُ، فَيَسْقُطُ جَانِبُهَا اْلآخَرُ، ثُمَّ يَقُولُوا: لاَ إِلهَ إِلاَّ اللهُ وَاللهُ أَكْبَرُ، فَيُفَرَّجُ لَهُمْ، فَيَدْخُلُوهَا، فَيَغْنَمُوا، فَبَيْنَمَا هُمْ يَقْتَسِمُونَ الْغَنَائِمَ، إِذْ جَاءَ هُمُ الصَّرِيخُ، فَقَالَ: إِنَّ الدَّجَّالَ قَدْ خَرَجَ، فَيَتْرُكُونَ كُلَّ شَيْءٍ وَيَرْجِعُونَ.

“Pernahkah kalian mendengar satu kota yang satu sisinya ada di daratan sementara satu sisi (lain) ada di lautan?” Mereka menjawab, “Kami pernah mendengarnya, wahai Rasulullah!” Beliau berkata, “Tidak akan tiba hari Kiamat sehingga 70.000 dari keturunan Nabi Ishaq menyerangnya (kota tersebut), ketika mereka (bani Ishaq) mendatanginya, maka mereka turun. Mereka tidak berperang dengan senjata, tidak pula melemparkan satu panah pun, mereka mengucapkan, ‘Laa ilaaha illallaah wallaahu Akbar,’ maka salah satu sisinya jatuh (ke tangan kaum muslimin) -Tsaur [2] (salah seorang perawi hadits) berkata, “Aku tidak mengetahuinya kecuali beliau berkata, ‘Yang ada di lautan.’” Kemudian mereka mengucapkan untuk kedua kalinya, ‘Laa ilaaha illallaah wallaahu Akbar,’ akhirnya salah satu sisi lainnya jatuh (ke tangan kaum muslimin). Lalu mereka mengucapkan untuk ketiga kalinya: ‘Laa ilaaha illallaah wallaahu Akbar,’ lalu diberikan kelapangan kepada mereka. Mereka masuk ke dalamnya dan mendapatkan harta rampasan perang, ketika mereka sedang membagi-bagikan harta rampasan perang, tiba-tiba saja datang orang yang berteriak meminta tolong, dia berkata, “Sesungguhnya Dajjal telah keluar,’ lalu mereka meninggalkan segala sesuatu dan kembali.’” [3]

Ada sesuatu yang musykil dalam ungkapan hadits ini:

…يَغْزُوَهَا سَبْعُونَ أَلْفًا مِنْ بَنِي إِسْحَاقَ.

“… Sehingga 70.000 dari bani Ishaq menyerangnya…”

Sementara bangsa Romawi adalah keturunan Ishaq, karena mereka dari keturunan al-Shis bin Ishaq bin Ibrahim al-Khalil Alaihissallam [4]. Maka bagaimana bisa penaklukan kota Konstantinopel dilakukan oleh mereka?!

Al-Qadhi ‘Iyadh berkata, “Demikianlah semua ungkapan yang ada dalam Shahiih Muslim: ‘Dari bani Ishaq.’”

Kemudian beliau berkata, “Sebagian dari mereka berkata, ‘Yang terkenal lagi terjaga ungkapannya adalah dari bani Isma’il,” inilah makna yang ditunjukkan oleh hadits, karena yang dimaksud sebenarnya adalah orang-orang Arab.” [5]

Sementara itu al-Hafizh Ibnu Katsir berpendapat sesungguhnya hadits ini menunjukkan bahwa bangsa Romawi memeluk Islam di akhir zaman. Barangkali penaklukan kota Konstantinopel dilakukan oleh sebagian dari mereka, sebagaimana diungkapkan oleh hadits terdahulu, ‘Sesungguhnya 70.000 orang dari bani Ishaq memeranginya.’”

Pendapat ini diperkuat dengan kenyataan bahwa mereka dipuji di dalam hadits al-Mustaurid al-Qurasy, dia berkata, “Aku mendengar Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

تَقُومُ السَّاعَةُ وَالرُّومُ أَكْثَرُ النَّاسِ، فَقَالَ لَهُ عَمْرٌو: أَبْصِرْ مَا تَقُولُ. قَالَ: أَقُولُ مَا سَمِعْتُ مِنْ رَسُـولِ اللهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ. قَالَ: لَئِنْ قُلْتَ ذَلِكَ إِنَّ فِيهِمْ لَخِصَالاً أَرْبَعًا إِنَّهُمْ َلأَحْلَمُ النَّاسِ عِنْدَ فِتْنَةٍ، وَأَسْرَعُهُمْ إِفَاقَةً بَعْدَ مُصِيبَةٍ، وَأَوْشَكُهُمْ كَرَّةً بَعْدَ فَرَّةٍ، وَخَيْرُهُمْ لِمِسْكِينٍ وَيَتِيمٍ وَضَعِيفٍ، وَخَامِسَةٌ حَسَنَةٌ جَمِيلَةٌ وَأَمْنَعُهُمْ مِنْ ظُلْمِ الْمُلُوكِ.

‘Kiamat akan tegak sementara bangsa Romawi adalah manusia yang paling banyak,’” lalu ‘Amr berkata (kepada al-Mustaurid), “Jelaskanlah apa yang kau ucapkan itu!” dia berkata, “Aku mengatakan apa yang aku dengar dari Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam.” Dia berkata, “Jika demikian yang engkau ungkapkan, maka sesungguhnya di dalam diri mereka ada empat (keistimewaan): sesungguhnya mereka adalah manusia paling tenang ketika datang fitnah, paling cepat sadar ketika terjadi musibah, paling cepat menyerang setelah mundur, dan sebaik-baiknya (manusia) dalam menghadapi orang miskin, anak yatim dan orang lemah, dan yang kelima adalah sesuatu yang indah lagi elok, yaitu mereka orang yang paling bersemangat mencegah kezhaliman para raja.” [6]

Komentar saya: Di antara dalil yang menunjukkan bahwa orang-orang Romawi di akhir zaman memeluk Islam adalah hadits Abu Hurairah terdahulu tentang peperangan bangsa Romawi. Waktu itu bangsa Romawi berkata kepada kaum muslimin:

خَلُّوا بَيْنَنَا وَبَيْنَ الَّذِينَ سَبَوْا مِنَّا نُقَاتِلْهُمْ. فَيَقُولُ الْمُسْلِمُونَ: لاَ وَاللهِ لاَ نُخَلِّي بَيْنَكُمْ وَبَيْنَ إِخْوَانِنَا.

“Biarkanlah kami membunuh orang-orang yang tertawan dari kalangan kami.” Kemudian kaum muslimin berkata, “Kami tidak akan membiarkan kalian memerangi saudara-saudara kami.” [7]

Bangsa Romawi meminta kepada kaum muslimin agar membiarkan mereka memerangi orang yang telah ditawan dari kalangan mereka karena mereka telah memeluk Islam, lalu kaum muslimin menolaknya dan menjelaskan kepada orang-orang Romawi bahwa orang yang telah masuk Islam dari kalangan mereka adalah saudara-saudara kami, maka kami tidak akan menyerahkannya kepada siapa pun. Kenyataan banyaknya pasukan kaum muslimin dari kalangan orang-orang yang sebelumnya ditawan dari kalangan orang-orang kafir bukanlah hal yang aneh.

Imam an-Nawawi rahimahullah berkata, “Hal ini ada pada zaman kita sekarang ini, bahkan kebanyakan pasukan Islam di negeri-negeri Syam, dan Mesir adalah para tawanan, kemudian mereka sekarang ini -alhamdulillaah- adalah orang yang menawan orang-orang kafir, dan beberapa kali menawan mereka di zaman kita ini, satu kali saja mereka menawan ada beberapa ribu orang kafir yang ditawan, maka segala puji hanya bagi Allah yang telah memberikan kemenangan dan kejayaan kepada Islam.[8]

Pendapat yang mengatakan bahwa yang menaklukkan Konstantinopel adalah orang-orang dari keturunan Ishaq diperkuat oleh kenyataan bahwa pasukan Romawi jumlahnya mencapai jutaan. Sebagian dari mereka tewas dan yang lainnya masuk ke dalam Islam, dan yang masuk Islam dari kalangan mereka bergabung dengan pasukan kaum muslimin untuk menaklukan Kon-stantinopel, wallaahu a’lam.

Penaklukan Konstantinopel tanpa peperangan belum terjadi sampai se-karang. Imam at-Tirmidzi meriwayatkan dari Anas bin Malik, bahwasanya beliau berkata:

فَتْحُ الْقُسْطَنْطِينِيَّةِ مَعَ قِيَامِ السَّاعَةِ.

“Penaklukan Konstantinopel terjadi seiring dengan akan terjadinya hari Kiamat.”

Kemudian at-Tirmidzi berkata, “Mahmud -maksudnya adalah Ibnu Ghailan, guru at-Tirmidzi- berkata, ‘Hadits ini gharib. Konstantinopel adalah sebuah kota di Romawi, ditaklukkan ketika Dajjal keluar. Sedangkan Konstantinopel telah ditaklukkan pada zaman Sahabat Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam.’”[9]

Yang benar bahwa Konstantinopel tidak pernah ditaklukkan pada zaman Sahabat, karena Mu’awiyah Radhiyallahu anhu mengirim anaknya, Yazid, ke sana dengan membawa pasukan yang di antara mereka adalah Abu Ayyub al-Anshari, dan penaklukannya belum sempurna. Kemudian daerah tersebut dikepung oleh Maslamah bin ‘Abdil Malik, akan tetapi belum juga bisa ditaklukan, akan tetapi beliau melakukan perdamaian dengan penduduknya untuk mendirikan masjid di sana.” [10]

Penaklukan yang dilakukan bangsa Turk terhadap Konstantinopel pun terjadi dengan peperangan. Kemudian negeri tersebut saat ini berada di tangan orang-orang kafir dan akan ditaklukkan kembali dengan penaklukan yang terakhir, sebagaimana dikabarkan oleh orang yang dibenarkan ucapannya Shallallahu ‘alaihi wa sallam.

Ahmad Syakir rahimahullah berkata, “Penaklukan Konstantinopel yang merupakan sebagai kabar gembira dalam hadits ini akan terjadi di kemudian hari, cepat ataupun lambat, hanya Allahlah yang mengetahuinya. Ia adalah penaklukan yang benar (adanya) ketika kaum muslimin kembali kepada agamanya, padahal sebelumnya mereka menolaknya. Adapun penaklukan yang dilakukan bangsa Turk yang terjadi sebelum zaman kita ini, maka hal itu hanya sebagai pembuka bagi penaklukan yang terakhir (paling besar). Kemudian kota ini keluar dari kekuasaan kaum muslimin ketika pemerintahan di sana telah mengumumkan bahwa pemerintahannya bukanlah pemerintahan Islam dan bukan pemerintahan agama. Mereka telah melakukan perjanjian dengan orang-orang kafir, musuh-musuh Islam, dan memberlakukan undang-undang kafir terhadap penduduknya. Penaklukan yang dilakukan oleh kaum muslimin akan kembali dilakukan insya Allah, sebagaimana dikabarkan oleh Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam.” [11]

[Disalin dari kitab Asyraathus Saa’ah, Penulis Yusuf bin Abdillah bin Yusuf al-Wabil, Daar Ibnil Jauzi, Cetakan Kelima 1415H-1995M, Edisi Indonesia Hari Kiamat Sudah Dekat, Penerjemah Beni Sarbeni, Penerbit Pustaka Ibnu Katsir]
_______
Footnote
[1]. Kota bangsa Romawi, dinamakan Konstantinopel, yaitu sebuah kota yang terkenal pada zaman sekarang dengan nama Istanbul, satu kota di Turki. Pada masa lalu terkenal dengan sebutan Bizantium, kemudian ketika raja tertinggi Bizantium memimpin Romawi, dia membangun pagar di sana dan menamakannya dengan sebutan Konstantinopel dan menjadikannya sebagai ibu kota bagi kerajaannya. Daerah tersebut memiliki teluk yang mengelilingi dua sisi, sebelah timur dan utara (di lautan), dan kedua sisinya yang lain, yaitu sebelah barat dan selatan adalah di daratan.
Lihat kitab Mu’jamul Buldaan (IV/347-348), karya Yaqut al-Hamawi.
[2]. Dia adalah Tsaur bin Zaid ad-Daili mawali mereka adalah al-Madani, tsiqah, wafat pada tahun (135 H) rahimahullah.
Lihat Shahiih Muslim (XVIII/43, an-Nawawi), dan Tahdziibut Tahdziib (II/ 31-32).
[3]. Shahiih Muslim, kitab al-Fitan wa Asyraatus Saa’ah (XVIII/43-44, Syarh an-Nawawi).
[4]. Lihat an-Nihaayah/al-Fitan wal Malaahim (I/58) tahqiq Dr. Thaha Zaini.
[5]. Syarh an-Nawawi li Shahiih Muslim (XVIII/43-44).
[6]. Shahiih Muslim, kitab al-Fitan wa Asyraathus Saa’ah (XVIII/22, Syarh an-Nawawi).
[7]. Shahiih Muslim (XVIII/21, Syarh an-Nawawi).
[8].Syarah an-Nawawi li Shahiih Muslim (XVIII/21).
[9]. Jaami’ at-Tirmidzi, bab Maa Jaa-a fii ‘Alaamatil Khuruujid Dajjal (VI/498).
[10]. Lihat an-Nihaayah fil Fitan wal Malaahim (I/62) tahqiq Dr. Thaha Zaini.
[11]. Hasyiyah ‘Umdatut Tafsiir ‘an Ibni Katsir (II/256) diringkas dari ditahqiq oleh Ahmad Syakir.

53. MUNCULNYA AL-QATHANI
Di akhir zaman akan muncul seorang laki-laki dari Qahthan, orang-orang taat kepadanya, dan berkumpul padanya. Hal itu terjadi ketika zaman telah berubah, karena itulah Imam al-Bukhari menyebutkannya dalam bab taghayyuriz zamaan (perubahan zaman).

Imam Ahmad dan asy-Syaikhani (al-Bukhari dan Muslim) meriwayatkan dari Abu Hurairah Radhiyallahu anhu, bahwasanya Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

لاَ تَقُومُ السَّاعَةُ حَتَّى يَخْرُجَ رَجُلٌ مِنْ قَحْطَانَ يَسُوقُ النَّاسَ بِعَصَاهُ.

“Tidak akan tiba hari Kiamat hingga keluar seorang laki-laki dari Qahthan yang menggiring manusia dengan tongkatnya.” [1]

Al-Qurthubi rahimahullah berkata, “Sabda beliau: ‘… menggiring manusia dengan tongkatnya,’ adalah kinayah (kiasan) dari ketaatan manusia kepadanya dan kesepakatan mereka untuk mentaatinya, bukanlah yang dimaksud (di dalam hadits) adalah tongkat secara hakiki, itu hanya sebagai perumpamaan dari ketaatan mereka kepadanya dan kekuasaannya kepada mereka. Hanya saja, penyebutan kata tersebut terdapat dalil bahwa ia orang yang keras kepada mereka.” [2]

Kami katakan: Benar, penggiringan yang dilakukannya terhadap manusia merupakan kiasan ketaatan dan kepatuhan mereka kepadanya. Hanya saja, yang diisyaratkan oleh al-Qurthubi berupa sikapnya yang keras kepada mereka bukanlah sikap yang ditujukan kepada semuanya, sebagaimana nam-pak dari perkataannya. Ia hanyalah keras kepada orang-orang yang melakukan kemaksiatan. Dia adalah orang shalih yang menghukumi dengan adil. Pendapat ini diperkuat dengan riwayat yang dinukil oleh Ibnu Hajar dari Nu’aim bin Hammad [3], beliau meriwayatkan dari jalan yang kuat dari ‘Abdullah bin ‘Amr, bahwa beliau menyebutkan para khalifah, kemudian dia berkata, “Dan seorang laki-laki dari Qahthan.”

Demikian pula yang diriwayatkan dengan sanad yang jayyid dari Ibnu ‘Abbas, sesungguhnya beliau berkata tentangnya:

وَرَجُلٌ مِنْ قَحْطَانَ كُلُّهُمْ صَالِحٌ.

“Dan seseorang dari Qahthan, semuanya (orang Qahthan) adalah orang shalih.” [4]

Ketika ‘Abdullah bin ‘Amr bin al-‘Ash Radhiyallahu anhuma meriwayatkan bahwa akan ada seorang raja (penguasa) dari Qahthan, marahlah Mu’awiyah Radhiyallahu anhu, lalu dia berdiri dan memuji Allah dengan sesuatu yang sesuai dengan-Nya, kemudian beliau berkata, “Amma ba’du, telah sampai kepadaku bahwa beberapa orang dari kalian membawakan beberapa riwayat yang tidak ada di dalam Kitabullah, tidak pula diriwayatkan dari Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam, mereka adalah orang-orang bodoh di antara kalian, maka hati-hatilah kalian dari angan-angan yang dapat menyesatkan pelakunya, sesungguhnya aku mendengar Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

إِنَّ هَذَا اْلأَمْرَ فِي قُرَيْشٍ، لاَ يُعَادِيْهِمْ أَحَدٌ، إِلاَّ كَبَّهُ اللهُ عَلَى وَجْهِهِ، مَا أَقَامُوا الدِّيْنَ.

“Sesungguhnya urusan (kekhilafahan) ini akan tetap ada pada keturunan Quraisy, tidak ada seorang pun yang mencabutnya kecuali Allah akan menelungkupkan mukanya; selama mereka (keturunan Quraisy) menegakkan agama.” [HR. Al-Bukhari][5]

Mu’awiyah hanya mengingkarinya karena takut bila seseorang menyangka bahwa kekhalifahan bisa dipegang oleh selain Quraisy, sementara Mu’awiyah sendiri tidak mengingkari akan adanya seorang tokoh dari Qahthan. Karena di dalam hadits Mu’awiyah terdapat ungkapan “Selama mereka menegakkan agama”, artinya jika mereka (Quraisy) tidak menegakkan agama, maka urusan (kekhilafahan) tersebut keluar dari tangan mereka, dan ini pernah terjadi. Manusia akan tetap mentaati seorang Quraisy hingga mereka lemah dalam memegang teguh agama, sehingga mereka pun lemah, dan pada akhirnya kepemimpinan berpindah kepada yang lainnya. [6]

Al-Qahthani ini bukanlah Jahjah [7] , karena al-Qahtani di sini adalah keturunan dari orang merdeka, karena penisbatannya kepada Qahthan yang merupakan puncak nasab penduduk Yaman dari kalangan Himyar, Kindah, Hamadan dan yang lainnya [8]. Adapun Jahjah termasuk dari keturunan budak belian.

Pendapat ini diperkuat riwayat yang disebutkan oleh Imam Ahmad dari Abu Hurairah Radhiyallahu anhu, dia berkata, “Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

لاَ يَذْهَبُ اللَّيْلُ وَالنَّهَارُ حَتَّـى يَمْلِكَ رَجُلٌ مِنْ الْمَوَالِـي يُقَالُ لَهُ جَهْجَاهُ.

‘Tidak akan lenyap siang dan malam sehingga seseorang dari (kalangan) hamba sahaya yang bernama Jahjah menjadi raja.’”[9]

[Disalin dari kitab Asyraathus Saa’ah, Penulis Yusuf bin Abdillah bin Yusuf al-Wabil, Daar Ibnil Jauzi, Cetakan Kelima 1415H-1995M, Edisi Indonesia Hari Kiamat Sudah Dekat, Penerjemah Beni Sarbeni, Penerbit Pustaka Ibnu Katsir]
_______
Footnote
[1]. Musnad Ahmad (XVIII/103) (no. 9395), Syarh Ahmad Syakir, disempurnakan oleh Dr. Al-Husaini ‘Abdul Majid Hasyim, Shahiih al-Bukhari, kitab al-Fitan bab Taghayyuriz Zamaan hatta Tu’badul Autsaan (XIII/76, al-Fat-h), Shahiih Muslim, kitab al-Fitan wa Asyraathus Saa’ah (XVIII/36, Syarh an-Nawawi).
[2]. At-Tadzkirah (hal. 635).
[3]. Nu’aim bin Hammad al-Khuza’i. Termasuk tokoh pembesar para Hafizh (ahlul hadits), al-Bukhari meriwayatkan darinya sebagai penyerta, Muslim meriwayatkan darinya dalam Muqaddimah, demikian pula Ash-habus Sunan kecuali an-Nasa-i. Imam Ahmad mentsiqahkannya, begitu juga Yahya bin Ma’in, dan al-‘Ajali. Abu Hatim berkata, “Dia perawi shaduq.” An-Nasa-i melemahkannya, adz-Dzahabi berkata, “Salah seorang Imam akan tetapi layyin di dalam hadits,” Ibnu Hajar berkata, “Shaduq dan sering salah,” adz-Dzahabi menukil dari Nu’aim bahwa beliau berkata, “Se-belumnya aku adalah seorang Jahmiyyah, karena itulah aku mengenal perkataan mereka, ketika aku meminta hadits, aku tahu sesungguhnya akhir dari pendapat mereka adalah Ta’thil (meniadakan seluruh sifat Allah).” Wafat pada tahun 228 H rahimahullah.
Lihat Tadzkiratul Huffaazh (II/418-420), Miizaanul I’tidaal (IV/267-270), Tahdziibut Tahdziib (X/458-463), Taqriibut Tahdziib (II/305), Hadyus Saari Muqaddimah Fat-hul Baari (hal. 447), dan Khulashah Tadzhiibut Tahdziibil Kamaal (hal. 403).
[4]. Fat-hul Baari (VI/535).
[5]. Shahiih al-Bukhari, kitab al-Manaaqib bab Manaaqibu Quraisy (VI/532-533).
[6]. Lihat Fat-hul Baari (XIII/115)
[7]. Berbeda dengan pendapat al-Qurthubi, beliau berkata di dalam kitab at-Tadz-kirah (hal. 636), “Barangkali seorang laki-laki dari Qahthan itu adalah seorang laki-laki yang bernama Jahjaah.”
[8]. Lihat Fat-hul Baari (VI/545, XIII/78).
[9]. Musnad Ahmad (XVI/156) (no. 8346), syarah dan ta’liq Ahmad Syakir, beliau berkata, “Sanadnya shahih, hadits ini terdapat dalam Shahiih Muslim (XVIII/ 36) tanpa lafazh (مِنَ الْمَوَالِي).



Sumber: https://almanhaj.or.id/709-52-53-penaklukan-konstantinopel-munculnya-al-qahthani.html

TANDA-TANDA KECIL KIAMAT

Oleh
Dr. Yusuf bin Abdillah bin Yusuf al-Wabil

50. MENGHARAPKAN KEMATIAN KARENA BERATNYA COBAAN
Diriwayatkan dari Abu Hurairah Radhiyallahu anhu, bahwasanya Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

لاَ تَقُومُ السَّاعَةُ حَتَّى يَمُرَّ الرَّجُلُ بِقَبْرِ الرَّجُلِ فَيَقُولُ يَا لَيْتَنِي مَكَانَهُ.

“Tidak akan tiba hari Kiamat hingga seseorang melewati kubur seseorang, lalu dia berkata, ‘Andaikata aku ada di tempatnya.’” [1]

Diriwayatkan pula dari Abu Hurairah Radhiyallahu anhu, beliau berkata, “Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

وَالَّذِي نَفْسِي بِيَدِهِ لاَ تَذْهَبُ الدُّنْيَا حَتَّى يَمُرَّ الرَّجُلُ عَلَى الْقَبْرِ فَيَتَمَرَّغُ عَلَيْهِ، وَيَقُولُ يَا لَيْتَنِي كُنْتُ مَكَانَ صَاحِبِ هَذَا الْقَبْرِ وَلَيْسَ بِهِ الدِّيْنُ إِلاَّ الْبَلاَءُ.

“Demi Dzat yang jiwaku berada di tangan-Nya, dunia ini tidak akan lenyap hingga seseorang melewati kuburan, lalu ia berhenti padanya, dan berkata, ‘Andaikata aku berada di tempat penghuni kuburan ini,’ (dia mengatakannya) bukan karena agama tetapi karena dahsyatnya cobaan.”[2]

Mengharapkan kematian terjadi ketika banyaknya fitnah, berubahnya keadaan dan ketika ajaran-ajaran syari’at banyak diselewengkan. Hal ini jika memang belum terjadi, maka pasti terjadi.

Ibnu Mas’ud Radhiyallahu anhu berkata, “Akan datang kepada kalian suatu zaman, di mana jika salah seorang di antara kalian mendapati, seandainya kematian bisa dijual, niscaya dia akan membelinya, sebagaimana dikatakan:

وَهذَا الْعَيْشُ مَا لاَ خَيْرَ فِيْهِ أَلاَ مَوْتٌ يُبَاعُ فَأَشْتَرِيْهِ.

Tidak ada kebaikan pada kehidupan ini,
adakah kematian yang dijual sehingga aku dapat membelinya.[3]

Al-Hafizh al-‘Iraqi rahimahullah [4] berkata, “Hal itu tidak mesti terjadi pada setiap negeri, tidak juga pada segenap zaman, atau pada setiap manusia, bahkan bisa saja terjadi untuk sebagian orang di sebagian negeri pada sebagian zaman. Menggantungkan harapan untuk mati dengan melewati kuburan mengandung isyarat akan besarnya kerusakan manusia saat itu. Karena terkadang seseorang mengharapkan kematian ketika dia tidak membayangkan kematian tersebut. Jika dia menyaksikan orang mati dan melihat kuburan, maka secara otomatis tabiatnya akan lari dari mengharapkan kematian. Akan tetapi, karena besarnya malapetaka (yang dirasakan saat itu), maka segala hal yang ia saksikan berupa seramnya keadaan kuburan tidak menjadikan dirinya berpaling darinya. Hal ini sama sekali tidak bertentangan dengan larangan mengharapkan kematian. Karena, makna hadits ini hanya sebagai kabar terhadap sesuatu yang akan terjadi, di dalamnya sama sekali tidak ada pertentangan dengan hukum syar’i mengenai (larangan ini).”[5]

Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam mengabarkan akan terjadi kesengsaraan dan kepedihan yang menimpa manusia, sehingga mereka mengharapkan kedatangan Dajjal. Dijelaskan dalam sebuah hadits dari Hudzaifah Radhiyallahu anhu, dia berkata, Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

يَأْتِي عَلَى النَّاسِ زَمَانٌ يَتَمَنَّوْنَ فِيْهِ الدَّجَّالَ، قُلْتُ: يَا رَسُوْلَ اللهِ! بِأَبِيْ وَأُمِّيْ مِمَّ ذَاكَ؟ قَالَ: مِمَّا يَلْقَوْنَ مِنَ الْعَنَاءِ وَالْعَنَاءِ.

‘Akan datang kepada manusia satu zaman di mana mereka mengharapkan (kedatangan) Dajjal.” Aku bertanya, “Wahai Rasulullah, ayah dan ibuku sebagai tebusan, (karena apa) hal itu terjadi?” Beliau menjawab, “Karena kepedihan dan kepedihan yang mereka rasakan.”[6]

[Disalin dari kitab Asyraathus Saa’ah, Penulis Yusuf bin Abdillah bin Yusuf al-Wabil, Daar Ibnil Jauzi, Cetakan Kelima 1415H-1995M, Edisi Indonesia Hari Kiamat Sudah Dekat, Penerjemah Beni Sarbeni, Penerbit Pustaka Ibnu Katsir]
_______
Footnote
[1]. Shahiih al-Bukhari, kitab al-Fitan (XIII/81-82, al-Fat-h), dan Shahiih Muslim, kitab al-Fitan wa Asyraathus Saa’ah (XVIII/34, Syarh an-Nawawi).
[2]. Shahiih Muslim, kitab al-Fitan wa Asyraatus Saa’ah (XVIII/34, Syarh an-Nawawi).
[3]. Faidhul Qadiir (VI/418).
[4]. Beliau adalah Zainuddin ‘Abdurrahman bin al-Hasan bin ‘Abdirrahman al-‘Iraqi al-Kurdi asy-Syafi’i. Lahir pada tahun 725 H. Beliau termasuk al-Huffazh (penghafal hadits), beliau safar untuk mencari hadits ke Dimasyqa, Haleb, Hijaz, dan Iskandariah. Beliau mengambil hadits dari ulama-ulama besar. Beliau memiliki banyak karya tulis dalam bidang hadits, di antaranya: al-Mughni ‘an Hamlil Asfaari fil Asfaari fii Takhriiji maa fil Ihyaa’ minal Akhbaari, Taq-riibul Asaaniid dan syaratnya Tharhut Tatsriib. Beliau wafat pada tahun 806 H.
Lihat biografi beliau dalam Syadzaraatudz Dzahab (VIII/55-56) dan Muqaddimah kitab Tharhut Tatsriib (I/2-9) karya Syaikh Mahmud Hasan Rabi’.
[5]. Faidhul Qadiir (VI/418), lihat Fat-hul Baari (XIII/75-76).
[6]. HR. Ath-Thabrani di dalam al-Ausath, dan al-Bazzar dengan yang semisalnya, perawi keduanya adalah tsiqah, lihat Majma’uz Zawaadi (VII/284-285).

51. BANYAKNYA JUMLAH BANGSA ROMAWI[1] DAN PEPERANGAN MEREKA DENGAN KAUM MUSLIMIN
Al-Mustaurid al-Qurasy berkata di hadapan ‘Amr bin al-‘As Radhiyallahu anhuma, “Aku mendengar Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

تَقُومُ السَّاعَةُ وَالرُّومُ أَكْثَرُ النَّاسِ فَقَالَ لَهُ عَمْرٌو: أَبْصِرْ مَا تَقُولُ. قَالَ: أَقُولُ مَا سَمِعْتُ مِنْ رَسُولِ اللهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ.

‘Kiamat akan tegak sementara bangsa Romawi adalah yang paling banyak jumlahnya.’” Lalu ‘Amr berkata (kepada al-Mustaurid), “Jelaskan apa yang engkau ucapkan itu!” Dia berkata, “Aku mengatakan apa yang aku dengar dari Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam” [2]

Dijelaskan dalam hadits ‘Auf bin Malik al-Asyja’i Radhiyallahu anhu, dia berkata, “Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

اُعْدُدْ سِتًّا بَيْنَ يَدَيِ السَّاعَةِ … (فذكر منها) ثُمَّ هُدْنَةٌ تَكُونُ بَيْنَكُمْ وَبَيْنَ بَنِي الأَصْفَرِ فَيَغْدِرُونَ فَيَأْتُونَكُمْ تَحْتَ ثَمَانِينَ غَايَةً تَحْتَ كُلِّ غَايَةٍ اثْنَا عَشَرَ أَلْفًا.

‘Ingatlah tanda-tanda menjelang datangnya Kiamat (lalu beliau menyebutkan, di antaranya:) … kemudian perdamaian di antara kalian dan Bani Ashfar [3] , lalu mereka berkhianat. Mereka mendatangi kalian dengan membawa 80 panji perang, untuk setiap panji ada 12.000 (pasukan).”[4]

Diriwayatkan dari Jabir bin Samurah dari Nafi’ bin ‘Utbah, beliau berkata, “Kami pernah bersama Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam lalu kami hafal darinya empat hal yang aku hitung dengan tanganku, beliau bersabda:

تَغْزُونَ جَزِيرَةَ الْعَرَبِ فَيَفْتَحُهَا اللهُ، ثُمَّ فَارِسَ فَيَفْتَحُهَا اللهُ ثُمَّ تَغْزُونَ الرُّومَ فَيَفْتَحُهَا اللهُ، ثُمَّ تَغْزُونَ الدَّجَّالَ فَيَفْتَحُهُ اللهُ، قَالَ: فَقَالَ نَافِعٌ: يَا جَابِرُ لاَ نَرَى الدَّجَّالَ يَخْرُجُ حَتَّى تُفْتَحَ الرُّومُ.

“Kalian akan memerangi Jazirah Arab lalu Allah menaklukkannya, kemudian Persia lalu Allah menaklukkannya, kemudian kalian akan memerangi Romawi lalu Allah menaklukkannya, kemudian kalian akan memerangi Dajjal lalu Allah menaklukkannya.” Dia (Jabir) berkata, selanjutnya Nafi’ berkata, “Wahai Jabir, kita tidak akan melihat Dajjal keluar hingga bangsa Romawi ditaklukkan.” [5]

Telah diriwayatkan penjelasan mengenai peperangan yang akan terjadi antara kaum muslimin dengan bangsa Romawi. Dijelaskan dalam hadits Yusair bin Jabir, beliau berkata:

هَاجَتْ رِيحٌ حَمْرَاءُ بِالْكُوفَةِ، فَجَاءَ رَجُلٌ لَيْسَ لَهُ هِجِّيرَى إِلاَّ يَا عَبْدَ اللهِ بْنَ مَسْعُودٍ! جَاءَتِ السَّاعَةُ. قَالَ: فَقَعَدَ -وَكَانَ مُتَّكِئًا- فَقَالَ إِنَّ السَّاعَةَ لاَ تَقُومُ حَتَّى لاَ يُقْسَمَ مِيْرَاثٌ، وَلاَ يُفْرَحَ بِغَنِيمَةٍ. ثُمَّ قَالَ بِيَدِهِ هَكَذَا، وَنَحَّاهَا نَحْوَ الشَّامِ، فَقَالَ: عَدُوٌّ يَجْمَعُونَ ِلأَهْلِ اْلإِسْلاَمِ وَيَجْمَعُ لَهُمْ أَهْلُ اْلإِسْلاَمِ قُلْتُ الرُّومَ تَعْنِي؟ قَالَ: نَعَمْ وَتَكُونُ عِنْدَ ذَاكُمْ الْقِتَالِ رَدَّةٌ شَدِيدَةٌ، فَيَشْتَرِطُ الْمُسْلِمُونَ شُرْطَةً لِلْمَوْتِ لاَ تَرْجِعُ إِلاَّ غَالِبَةً، فَيَقْتَتِلُونَ حَتَّـى يَحْجُزَ بَيْنَهُمُ اللَّيْلُ، فَيَفِيءُ هَؤُلاَءِ وَ هَؤُلاَءِ كُلٌّ غَيْرُ غَالِبٍ. وَتَفْنَى الشُّرْطَةُ ثُمَّ يَشْتَرِطُ الْمُسْلِمُونَ شُرْطَةً لِلْمَوْتِ، لاَ تَرْجِعُ إِلاَّ غَالِبَةً فَيَقْتَتِلُونَ حَتَّى يَحْجُزَ بَيْنَهُمُ اللَّيْلُ، فَيَفِيءُ هَؤُلاَءِ وَهَؤُلاَءِ كُلٌّ غَيْرُ غَالِبٍ وَتَفْنَى الشُّرْطَةُ ثُمَّ يَشْتَرِطُ الْمُسْلِمُونَ شُرْطَةً لِلْمَوْتِ، لاَ تَرْجِعُ إِلاَّ غَالِبَةً فَيَقْتَتِلُونَ حَتَّى يُمْسُوا، فَيَفِيءُ هَؤُلاَءِ وَهَؤُلاَءِ كُلٌّ غَيْرُ غَالِبٍ، وَتَفْنَـى الشُّرْطَةُ، فَإِذَا كَانَ يَوْمُ الرَّابِعِ نَهَدَ إِلَيْهِمْ بَقِيَّةُ أَهْلِ اْلإِسْلاَمِ، فَيَجْعَلُ اللهُ الدَّبْرَةَ عَلَيْهِمْ، فَيَقْتُلُونَ مَقْتَلَةً، إِمَّا قَالَ: لاَ يُرَى مِثْلُهَا، وَإِمَّا قَالَ: لَمْ يُرَ مِثْلُهَا حَتَّـى إِنَّ الطَّائِرَ لَيَمُرُّ بِجَنَبَاتِهِمْ، فَمَا يُخَلِّفُهُمْ حَتَّـى يَخِرَّ مَيْتًا، فَيَتَعَادُّ بَنُو اْلأَبِ كَانُوا مِائَةً، فَلاَ يَجِدُونَهُ بَقِيَ مِنْهُمْ إِلاَّ الرَّجُلُ الْوَاحِدُ فَبِأَيِّ غَنِيمَةٍ يُفْرَحُ أَوْ أَيُّ مِيرَاثٍ يُقَاسَمُ؟ فَبَيْنَمَا هُمْ كَذَلِكَ، إِذْ سَمِعُوا بِبَأْسٍ هُوَ أَكْبَـرُ مِنْ ذَلِكَ، فَجَاءَهُمُ الصَّرِيخُ، إِنَّ الدَّجَّالَ قَدْ خَلَفَهُمْ فِي ذَرَارِيِّهِمْ فَيَرْفُضُونَ مَا فِي أَيْدِيهِمْ وَيُقْبِلُونَ فَيَبْعَثُونَ عَشَرَةَ فَوَارِسَ طَلِيعَةً قَالَ رَسُـولُ اللهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: إِنِّـي لأَعْرِفُ أَسْمَاءَهُمْ وَأَسْمَاءَ آبَائِهِمْ وَأَلْوَانَ خُيُولِهِمْ هُمْ خَيْـرُ فَوَارِسَ عَلَى ظَهْرِ اْلأَرْضِ يَوْمَئِذٍ أَوْ مِنْ خَيْرِ فَوَارِسَ عَلَى ظَهْرِ اْلأَرْضِ يَوْمَئِذٍ.

“Angin merah berhembus di Kufah. Lalu datang seorang laki-laki, ti-dak ada yang ia ucapkan berulang-ulang kecuali, ‘Wahai ‘Abdullah bin Mas’ud, Kiamat telah tiba.’ Dia (Yasir) berkata, “Lalu orang itu duduk -sebelumnya menyandar-, kemudian berkata, ‘Sesungguhnya Kiamat tidak akan tiba sehingga harta waris tidak dibagikan dan (seseorang) tidak merasa senang dengan harta rampasan perang.’ Kemudian dia memberikan isyarat dengan tangannya seperti ini, dan mengarahkannya ke arah Syam. Dia berkata, ‘Ada musuh yang mengumpulkan (pasukan) untuk (menyerang) orang Islam, dan orang Islam mengumpulkan (pasukan) untuk (menyerang) mereka.’ Aku bertanya, ‘Apakah bangsa Romawi yang kau maksud?’ Dia menjawab, ‘Betul, dan pada peperangan tersebut akan terjadi perlawanan yang sangat sengit. Kaum muslimin menyiapkan satu pasukan pertama yang berani mati ke garis depan yang tidak akan kembali kecuali dengan kemenangan. Kemudian mereka saling berperang hingga malam menghalangi mereka. Akhirnya masing-masing pasukan kembali tanpa mendapatkan kemenangan, tetapi pasukan berani mati telah binasa, kemudian kaum muslimin menyiapkan kembali satu pasukan berani mati ke garis depan yang tidak akan kembali kecuali dengan kemenangan. Kemudian mereka saling berperang hingga malam meng-halangi mereka. Akhirnya masing-masing pasukan kembali tanpa mendapatkan kemenangan, tetapi pasukan berani mati telah binasa. Kemudian kaum muslimin menyiapkan satu pasukan berani mati di garis depan yang tidak akan kembali kecuali dengan membawa kemenangan. Kemudian mereka saling berperang sampai datang waktu sore. Akhirnya masing-masing pasukan kembali tanpa mendapatkan kemenangan, tetapi pasukan berani mati telah binasa. Selanjutnya pada hari keempat pasukan kaum muslimin yang masih tersisa maju melawan mereka, sehingga Allah menjadikan mereka (musuh) ada dalam kekalahan. Kemudian mereka melakukan peperangan yang tidak pernah disaksikan (peperangan) semisalnya, sehingga burung yang ada di sekeliling mereka tidak melewatinya melainkan tersungkur mati. Satu keturunan yang sebelumnya berjumlah seratus orang tidak tersisa lagi dari mereka kecuali hanya satu orang, maka dengan harta rampasan yang mana ia akan bersenang-senang dan dengan harta warisan yang mana ia akan dibagi? Ketika keadaan mereka seperti itu, tiba-tiba dia mendengar peperangan yang lebih dahsyat dari itu, kemudian datang seseorang yang berteriak meminta pertolongan, ‘Sesungguhnya Dajjal telah telah menggantikan mereka (musuh terdahulu, dia) telah masuk kepada wanita-wanita juga anak-anak mereka,’ lalu mereka meninggalkan apa-apa yang ada di tangan mereka, maju (untuk menghadapi Dajjal), dan mengutus sepuluh orang pasukan berkuda yang hebat. Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, ‘Sungguh aku mengetahui nama-nama mereka dan orang tua mereka, juga warna kuda-kuda mereka, mereka adalah pasukan berkuda yang paling hebat di muka bumi saat itu, atau mereka pasukan berkuda yang paling baik di muka bumi saat itu.” [6]

Peperangan ini terjadi di Syam pada akhir zaman sebelum kedatangan Dajjal, sebagaimana difahami dari berbagai hadits. Dan kemenangan kaum muslimin atas bangsa Romawi merupakan pintu pembuka atas penaklukan Konstantinopel (yang kedua). Dijelaskan dalam sebuah hadits dari Abu Hurairah Radhiyallahu anhu, bahwasanya Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

لاَ تَقُومُ السَّاعَةُ حَتَّى يَنْزِلَ الرُّومُ بِاْلأَعْمَاقِ أَوْ بِدَابِقٍ، فَيَخْرُجُ إِلَيْهِمْ جَيْشٌ مِنَ الْمَدِينَةِ، مِنْ خِيَارِ أَهْلِ اْلأَرْضِ يَوْمَئِذٍ، فَإِذَا تَصَافُّوا، قَالَتِ الرُّومُ: خَلُّوا بَيْنَنَا وَبَيْنَ الَّذِينَ سَبَوْا مِنَّا نُقَاتِلْهُمْ. فَيَقُولُ الْمُسْلِمُونَ: لاَ وَاللهِ لاَ نُخَلِّي بَيْنَكُمْ وَبَيْنَ إِخْوَانِنَا، فَيُقَاتِلُونَهُمْ، فَيَهْزُمُ ثُلُثٌ لاَ يَتُوبُ اللهُ عَلَيْهِمْ أَبَدًا، وَيُقْتَلُ ثُلُثُهُمْ أَفْضَلُ الشُّهَدَاءِ عِنْدَ اللهِ، وَيَفْتَتِحُ الثُّلُثُ لاَ يُفْتَنُونَ أَبَدًا، فَيَفْتَتِحُونَ قُسْطَنْطِينِيَّةَ، فَبَيْنَمَا هُمْ يَقْتَسِمُونَ الْغَنَائِمَ، قَدْ عَلَّقُوا سُيُوفَهُمْ بِالزَّيْتُونِ، إِذْ صَاحَ فِيهِمُ الشَّيْطَانُ: إِنَّ الْمَسِيحَ قَدْ خَلَفَكُمْ فِـي أَهْلِيكُمْ، فَيَخْرُجُونَ، وَذَلِكَ بَاطِلٌ، فَإِذَا جَاءُوا الشَّأْمَ، خَرَجَ فَبَيْنَمَا هُمْ يُعِدُّونَ لِلْقِتَالِ يُسَوُّونَ الصُّفُوفَ، إِذْ أُقِيمَتِ الصَّلاَةُ فَيَنْزِلُ عِيسَى ابْنُ مَرْيَمَ.

“Tidak akan tiba hari Kiamat hingga bangsa Romawi datang ke A’maq [7] dan Dabiq,[8] lalu pasukan dari Madinah datang menghadang mereka. Mereka termasuk penduduk bumi yang terbaik waktu itu. Ketika mereka telah berbaris, bangsa Romawi berkata, “Biarkanlah antara kami dan orang yang tertawan dari kalangan kami sehingga kami dapat membunuh mereka.” Kemudian kaum muslimin berkata, “Demi Allah, kami tidak akan membiarkan antara kalian dengan saudara-saudara kami (tawan dari bangsa Romawi yang telah masuk Islam),” lalu (kaum muslimin) memerangi mereka. Sepertiga dari mereka kalah dan lari kocar-kacir, Allah tidak menerima taubat mereka selamanya, sepertiga dari mereka terbunuh, mereka adalah sebaik-baiknya syuhada di sisi Allah, sepertiga-nya melakukan penaklukan, mereka tidak akan terkena fitnah untuk selamanya. Akhirnya mereka dapat menaklukkan Konstantinopel. Ketika mereka sedang membagikan harta rampasan perang dan menggantung-kan pedang-pedang mereka di atas pohon zaitun, tiba-tiba saja syaitan berteriak, ‘Sesungguhnnya al-Masih (ad-Dajjal) telah mendatangi keluarga kalian,’ kemudian mereka keluar, akan tetapi hal itu tidak benar. Selanjut-nya mereka datang ke Syam, ternyata dia (Dajjal) keluar. Ketika mereka sedang mempersiapkan diri untuk perang, mereka meluruskan barisan, tiba-tiba iqamat untuk shalat dikumandangkan, saat itulah ‘Isa bin Maryam Alaihissallam turun.”[9]

Diriwayatkan dari Abud Darda Radhiyallahu anhu, bahwasanya Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

إِنَّ فُسْطَاطَ الْمُسْلِمِينَ يَوْمَ الْمَلْحَمَةِ فِـي أَرْضٍ بِالْغُوطَةِ إِلَى جَانِبِ مَدِينَةٍ يُقَالُ لَهَا دِمَشْقُ مِنْ خَيْرِ مَدَائِنِ الشَّامِ.

“Sesungguhnya benteng kaum muslimin di hari peperangan besar adalah di Ghuthah [10] sampai berada di sisi kota yang bernama Damaskus, ia adalah sebaik-baiknya kota di Syam.” [11]

Ibnul Munir [12] berkata, “Adapun kisah bangsa Romawi, maka hal itu belum terjadi sampai sekarang dan belum ada riwayat yang sampai kepada kita bahwa mereka berperang di darat dengan jumlah sebanyak ini. Ini termasuk peristiwa yang belum terjadi, di dalamnya terdapat kabar gembira sekaligus peringatan. Kisah itu menunjukkan bahwa peristiwa tersebut berakhir dengan kemenangan kaum muslimin bersamaan dengan banyaknya pasukan itu dan kabar gembira bahwa jumlah pasukan kaum muslimin akan lebih banyak lagi dengan jumlah yang berlipat-lipat (dengan masuk Islamnya tawanan bangsa Romawi).”[13]

[Disalin dari kitab Asyraathus Saa’ah, Penulis Yusuf bin Abdillah bin Yusuf al-Wabil, Daar Ibnil Jauzi, Cetakan Kelima 1415H-1995M, Edisi Indonesia Hari Kiamat Sudah Dekat, Penerjemah Beni Sarbeni, Penerbit Pustaka Ibnu Katsir]
_______
Footnote
[1]. Bangsa Romawi adalah keturunan al-‘Ish bin Ishaq bin Ibrahim e. Lihat an-Nihaayah/al-Fitan wal Malaahim (hal. 58) tahqiq Dr. Thaha Zaini.
[2]. Shahiih Muslim, kitab al-Fitan wa Asyraathus Saa’ah (XVIII/22, Syarh an-Nawawi).
[3]. Bani Ashfar adalah bangsa Romawi, lihat Fat-hul Baari (VI/678).
[4]. HR. Al-Bukhari. Telah disebutkan takhrijnya.
[5]. Shahiih Muslim, kitab al-Fitan wa Asyraathus Saa’ah (XVIII/26, Syarh an-Nawawi).
[6]. Shahiih Muslim, kitab al-Fitan wa Asyraathus Saa’ah (XVIII/24-25, dalam Syarh an-Nawawi).
[7]. أَعْمَاقُ: Yakut al-Hamawi berkata, “Yaitu sebuah desa dekat dengan kota Dabiq, antara kota Halb dan Anthaqiyyah, semuanya berada di Syam. Mu’jamul Buldaan (I/222).”
[8]. دَابِقُ: Dengan huruf ba dikasrahkan, ada yang membolehkan difat-hahkan huruf akhirnya qaf, sebuah desa dekat dengan Hala, termasuk kawasan ‘Azzar berjarak 4 farsakh dari Halb. Mu’jamul Buldaan (II/416).
[9]. Shahiih Muslim, kitab al-Fitan wa Asyraathus Saa’ah (XVIII/21-22, Syarh an-Nawawi).
[10]. الْغُوطَةُ dengan huruf ghin, kemudian wawu yang disukunkan dan tha, diambil dari kata (اَلْغَائِطُ) yang maknanya adalah bagian tanah yang rendah. Ia adalah sebuah tempat di Syam yang dikelilingi oleh pegunungan tinggi, di dalamnya ada sungai-sungai juga pepohonan yang saling menyambung, dan di sanalah terletak kota Damaskus. Lihat kitab Mu’jamul Buldaan (IV/219).
[11]. Sunan Abi Dawud, kitab al-Malaahim, bab fii Ma’qal minal Malaahim (XI/109, ‘Aunul Ma’buud). Hadits ini shahih, lihat Shahiih al-Jaami’ish Shaghiir (II/218) (no. 2112).
[12]. Beliau adalah al-Hafizh Zainuddin ‘Abdullathif bin Taqiyuddin Muhammad bin Munir al-Halabi, kemudian pindah ke Mesir (al-Mishry), wafat tahun 804 H. Lihat Syadzaraatudz Dzahab (VII/44).
[13]. Fat-hul Baari (VI/278)