Our Life

Wednesday, July 13, 2022

MashaaAllah sudah 17 tahun merantau, seumur Muhammad


Finally, We're Leaving...

Minggu, 18 September 2005

Saat yang ditunggu-tunggu pun tiba. Kamis siang mas Morry sampai di rumah. Akhirnya kami bertemu lagi. Suamiku menjemput kami untuk diboyong ke Malaysia. Rizky sudah berusia 2,5 bulan. InsyaAllah telinganya sudah cukup kuat untuk diajak naik pesawat. Semoga perubahan tekanan udara saat take off tidak mengganggu pendengarannya nanti.

Minggu jam 3 sore kami sudah ready. Kuikhlaskan meninggalkan rumah beserta barang-barang isinya. Dengan diantar 3 mobil dari Bekasi, kijang bapak, accord putih kami dan carry om Hudi kami menuju airport Soekarno Hatta. Karena berangkatnya sudah telat, sampainya pun keduluan Papa mama dan kakak-kakakku. Papa Mama juga ikut, mereka mengantar kami sampai Malaysia.

Begitu sampai kita buru-buru check in, masukin koper2 yang minta ampun beratnya, empat koper bekas pergi haji dulu. Terus isi form dan bayar fiskal. Untung sebelum masuk ke counter imigrasi, bergantian kami keluar pamitan kepada saudara-saudara yang mengantar. Selain kakak-kakakku, adik Mama, om Heri dan istrinya juga mengantar. Dari Bekasi, nenek, bapak ibu, tek Wen pak Untung, Idep, Tati, Reza, Inun, tek Ris dan anak-anaknya juga om Hudi dan tek Da sekeluarga.

Kami nyaris terlambat. Kasihan papa mama yang terpaksa lari-larian menuju gate tempat kami akan boarding. Kami naik pesawat KLM Royal Dutch jurusan Amsterdam yang transit di KL. Pesawatnya boeing berbadan besar, mas Morry dapat bangku di depan, first class, papa mama di kelas economy seperti aku tapi di line kiri. Aku dan anak-anak di line tengah yg terdiri dari 4 bangku, line kiri dan kanan terdiri dari 3 bangku, yang ujung-ujungnya dekat jendela. Rizky aku pangku, disebelahku Ansya. Kami di depan tepat menghadap dinding toilet dan dekat pintu darurat. Kata petugas di counter check in, tempat ini aman buat penumpang yang membawa bayi. Jam 7 malam pesawat take off dengan mulus. Ansya memperhatikan monitor TV yang digantung di kanan kiri di atas lorong tempat pramugari-pramugara kulit putih wira-wiri ngurusin penumpang, disitu ada gambar peta dan pesawat yang terus bergerak sejalan dengan geraknya pesawat, ada tulisan di setiap kota atau negara yang dilaluinya. Ansya bertanya-tanya terus, "sekarang sudah sampai mana, bu?". Disebelah kiriku seorang dosen NHI yang akan kursus perhotelan di Spanyol. Tanpa diminta beliau menawarkan tukaran tempat dengan mas Morry. Oya, kami dapat makan malam di pesawat. Lama perjalanan kurang lebih 2 jam. Pesawat mendarat jam 10 waktu setempat (lebih cepat 1 jam dr Jkt). Keluar dari pesawat, kami berjalan menuju train stop. Jarak terminal international ke pintu keluar jauh sekali jadi biar cepat naik train. Sebelum keluar kami ambil bagasi dulu, baru...pesan taxi!

Malam sudah larut, Papa mama, Ansya kelihatan letih sekali. Rizky lebih banyak tidur, dia sama sekali tidak rewel. Tapi yang paling capek adalah suamiku, dia yang mengangkat barang-barang, lari-larian urus ini itu. Perjalanan dari KLIA menuju apartement kami sekitar 1 jam. Jalannya lewat tol terus tapi aku ngga merhatiin pas keluar tolnya karena gelap. Hampir jam 12 kami sampai di apartement. Syukur Alhamdulillah...

Aku juga ngga sempat merhatiin lingkungan airport KLIA. Yang pasti baru dan modern, mirip Changi juga. Waktu ke Malaysia pertama kali, aku naik kereta dari Singapore jadi cuma tahu KL Sentral aja. Untunglah sempat foto Rizky di atas bangku waktu ayahnya sibuk isi form di depan counter imigrasi Malaysia. Wah, berada di Malaysia seperti permulaan babak baru dalam hidupku.



0 Comments:

Post a Comment

<< Home