That's Our Life (Bagian kedua)
Belum lama, saya posting tulisan judulnya That's Our Life....Renungan bahwa saya tdk bisa memisah-misahkan kehidupan beragama dengan kehidupan sehari-hari karena agama adalah dasar, panduan hidup yg harus di terapkan dlm segala aspek kehidupan... Di bawah ini ada artikel bagus mengenai seorang mantan artis yang menjadi da'i lalu ia menjauhi fitnah sebagai da'i populis yg marak di TV karena niat mulianya ingin menjadi muslim yg kaffah (termasuk syaratnya pemisahaan jamaah muslim dan muslimah saat dia da'wah)...utk itu ia dianggap Islami banget. Ingat Alghurobah?
Semoga beliau istiqomah di jalan Allah walau menjadi orang aneh dan asing di zaman sekarang ini.
Di zaman dimana orang lebih bangga mengakui "saya muslim liberal," "I'm muslim but moderate..." "I don't like Islamic school which teaches children to be fanatic, extremist..." "I prefer to send my children to secular school than religious school." Saat ini saya tengah berjuang mendidik anak-anak saya utk menjadi muslim yang kaffah dalam sekolah sekuler. Saya harus menghadapi tantangan dan cobaan tapi semoga saya istiqomah. Anak perempuan saya sering berontak....anak laki-laki saya menangis karena tiap hari membaca Al Qur'an di rumah...
Sekarang saya sedang mempelajari dalil mengenai musik. Lihat, video ulama TV huda mengenai musik dalam Islam di blog saya ini. Anak laki-laki saya sendiri yang ingin seperti temannya (pakistani), orangtuanya tidak memperkenankan dia belajar musik. Sebenarnya alasan anak saya karena "music lesson is boring for him" bukan alasan religius, dia belum faham meskipun saya sudah sering ngoceh bahwa bahaya musik adalah melalaikan hati utk ingat Allah dll. Tapi tetap Alhamdulillah, saya bersyukur sekali...suami menyerahkan keputusan pada saya. Buat dia belajar musik atau tidak tidak masalah.Saya sedang memikirkan alasan yang tepat untuk disampaikan ke guru musiknya. Sekali saya ambil keputusan untuk kedepannya anak saya tidak akan diikutkan dlm kegiatan entertainment, panggung, nyanyi dan tari di sekolah.....semoga Allah menggantikannya dengan yang lebih baik...amiin. Anak perempuan saya masih dan semakin gemar menyanyi. Dia mengerjakan homework sambil mendengarkan lagu/musik dari youtube. Saya ajarkan dia mendengarkan murotal Al Qur'an tapi dia membantah, "Ms. R bilang belajar sambil dengar lagu dan musik menjadi fun." Ini lah tantangan, pengaruh lingkungan luar lebih kuat daripada saya yang lemah ini. Saya tdk menyalahkan gurunya...salah saya menyekolahkannya di sekolah itu...tapi saya berusaha terus mendakwahi anak-anak saya. Biarlah ibumu ini aneh dan asing....ibu mohon taufik dan hidayah Allah bagi kita sekeluarga. Semoga kelak kalian sadar kenapa ibu begini. Ibu ingin kehidupan kalian seimbang antara dunia dan akherat bahkan jika mengutamakan akherat pun kalian akan selamat di dunia dan Allah mencukupkan di dunia. Amiin.
Jazakallahu khairan Harry Moekti (mantan artis yang kini aktif berda'wah) dan akhi yang mengirim artikel di bawah ini.
Semoga beliau istiqomah di jalan Allah walau menjadi orang aneh dan asing di zaman sekarang ini.
Di zaman dimana orang lebih bangga mengakui "saya muslim liberal," "I'm muslim but moderate..." "I don't like Islamic school which teaches children to be fanatic, extremist..." "I prefer to send my children to secular school than religious school." Saat ini saya tengah berjuang mendidik anak-anak saya utk menjadi muslim yang kaffah dalam sekolah sekuler. Saya harus menghadapi tantangan dan cobaan tapi semoga saya istiqomah. Anak perempuan saya sering berontak....anak laki-laki saya menangis karena tiap hari membaca Al Qur'an di rumah...
Sekarang saya sedang mempelajari dalil mengenai musik. Lihat, video ulama TV huda mengenai musik dalam Islam di blog saya ini. Anak laki-laki saya sendiri yang ingin seperti temannya (pakistani), orangtuanya tidak memperkenankan dia belajar musik. Sebenarnya alasan anak saya karena "music lesson is boring for him" bukan alasan religius, dia belum faham meskipun saya sudah sering ngoceh bahwa bahaya musik adalah melalaikan hati utk ingat Allah dll. Tapi tetap Alhamdulillah, saya bersyukur sekali...suami menyerahkan keputusan pada saya. Buat dia belajar musik atau tidak tidak masalah.Saya sedang memikirkan alasan yang tepat untuk disampaikan ke guru musiknya. Sekali saya ambil keputusan untuk kedepannya anak saya tidak akan diikutkan dlm kegiatan entertainment, panggung, nyanyi dan tari di sekolah.....semoga Allah menggantikannya dengan yang lebih baik...amiin. Anak perempuan saya masih dan semakin gemar menyanyi. Dia mengerjakan homework sambil mendengarkan lagu/musik dari youtube. Saya ajarkan dia mendengarkan murotal Al Qur'an tapi dia membantah, "Ms. R bilang belajar sambil dengar lagu dan musik menjadi fun." Ini lah tantangan, pengaruh lingkungan luar lebih kuat daripada saya yang lemah ini. Saya tdk menyalahkan gurunya...salah saya menyekolahkannya di sekolah itu...tapi saya berusaha terus mendakwahi anak-anak saya. Biarlah ibumu ini aneh dan asing....ibu mohon taufik dan hidayah Allah bagi kita sekeluarga. Semoga kelak kalian sadar kenapa ibu begini. Ibu ingin kehidupan kalian seimbang antara dunia dan akherat bahkan jika mengutamakan akherat pun kalian akan selamat di dunia dan Allah mencukupkan di dunia. Amiin.
Jazakallahu khairan Harry Moekti (mantan artis yang kini aktif berda'wah) dan akhi yang mengirim artikel di bawah ini.
Da'i Televisi Harus Berani Suarakan Sistem Islam
Ustadz Harry Moekti, Berhenti Menjadi Artis Demi Syiar Islam
Banyak kalangan keliru, bahwa terjadinya keterpurukan di
bangsa Indonesia,
hanyalah permasalahan oknum. Padahal jika dikaji lebih mendalam, pangkal dari
rusaknya tatanan kehidupan masyarakat adalah penerapan sistem sekularisme
sebagai asas di negara ini.
Oleh karena itu, melihat kondisi ini, seorang da’i yang
tampil di televisi mesti cermat mengidentifikasi masalah. Sebagai penyampai
risalah Islam, mereka harus berani berkata lantang untuk mengajak umat kembali
ke sistem Islam.
“Para da’i ditelevisi harus
berani mengutarakan bahwa permasalahan kita adalah masalah sistem bahwa sistem
negara ini sudah bobrok dan kita harus kembali ke sistem Islam,” kata Ustadz
Harry Moekti kepada Eramuslim.com, Senin 24/10.
Sayangnya, model dakwah di televisi masih sekedar ‘populis’. Padahal
sejatinya dakwah tidak boleh dijadikan wasilah untuk mempopulerkan diri sendiri.
Artinya konsep menjadi da’i populis sangat tidak relevan. “Kita bukan
membesarkan diri kita, tapi dakwah yang kita bawa ini besar,” tambahnya.
Umat muslim harus sepakat bahwa misi dakwah Islam bukanlah
perkara mudah. Ada
godaan dan ujian yang selalu membayanginya. Mulai negosiasi prinsip yang
dilakukan pihak stasiun televisi sampai godaan perempuan dari fihak tertentu.
“Makanya saya kalau kemana-mana selalu ditemani istri, saya
khawatir dijebak,” ujarnya yang tengah sibuk dakwah ke berbagai daerah.
Jadi, menjaga prinsip Islam sangat penting diemban para da’i.
Mereka tidak boleh melakukan negosiasi pada hal-hal yang sifatnya sudah jelas
dalam Islam.
“Saya pernah menolak untuk menjadi juri pemilihan da’i di
televisi karena perempuan dan laki-laki tidak dipisah. Setiap kali tampil di
televisi, saya memang meminta para penontonnya terpisah dan berjilbab.”
sambungnya.
Walhasil dari segala fenomena yang berkembang, ia mengatakan
bahwa umat Islam harus meniru konsep dakwah yang dilaksanakan Rasulullah. Pertama
dengan melakukan tatsqif murokaz, yakni membentuk dan membina kader. Pada fase
ini umat muslim harus dibina fikroh dan akhlaknya hingga menjadi Islami.
Selanjutnya adalah tatsqif jama’i, yakni melakukan edukasi
kepada masyarakat. “Kita harus tafaul ma' al ummah, bersinggungan dengan umat. Dan
itu harus dilakukan secara berjamaah. Jadi marhalah-nya dimulai dari membentuk
ketakwaan inidividu sampai menjadi kontrol di masyarakat.” tutupnya. (Pz)
Berkembangnya Da'i Menjadi Artis Adalah Buah Sistem
Kapitalisme
Ustadz Harry Moekti
Berkembangnya para da’i di televisi yang menjadi artis
mendapat sorotan tajam oleh Ustadz Harry Moekti. Pria yang jutru meninggalkan
dunia keartisannya demi syiar Islam tesebut melihat realita ini sebagai buah
dari sistem kapitalisme.
“Dalam sistem kapitalisme, muncullah budaya hedonisme, dan
perangkap hubbuddunya, yakni harta, tahta, dan wanita. Masyarakat kemudian
dibangun rasa permisifisme. Ketika ada ustadz mulai dekat dengan perempuan
dianggapnya wajar,“ papar mantan rocker itu kepada Eramuslim.com, Senin 24/10.
Oleh karena itu, para da’i dituntut untuk tidak terjebak
dalam perkara ini. Islam harus menjadi bekal utama dalam berdakwah agar kita
tidak larut dalam tipu daya dunia. “Kalau para da’i tidak konsekuen dengan
Islam yang kaffah dan prinsip Islam yang mereka pegang, maka mereka akan
terjebak dalam sistem itu,” tambahnya.
Selain daripada itu, terjadi reduksi makna Islam oleh para
da’i. Berlakunya sekularisme di negara ini, lanjut Ustadz Harry Moekti memang
meminta prasyarat bagi para da’i untuk tidak membawa konsep Islam kaffah di
tiap ceramahnya. Model dakwah populis seperti ini tengah menjamur.
“Sekularisme itu kan
fashluddin 'anil hayah. Jadi banyak da’i diminta untuk jangan bawa-bawa agama, karena
kita ini kan bukan negara agama, yang penting
kita kan
shalat dan akhlaknya baik.” imbuh Ustadz yang selalu setia ditemani istrinya
itu.
Padahal sebagai da’i, kita dituntut untuk menjelaskan Islam
apa adanya berdasarkan Al Qur’an dan Sunnah. Da’i harus berani berkata lantang
untuk menegakkan Syariat Islam,
“Ketika saya diminta menjadi da'i ditelevisi, sebelumnya saya
sempat menjelaskan konsep Islam secara kaffah, tapi mereka malah berkata bahwa
hal itu Islami banget. Padahal tujuan dalam berdakwah memang menerapkan Islam
secara kaffah.” Imbuhnya.
Dampak daripada itu semua bukanlah perkara sederhana. Islam
akhirnya hanya dipandang sebagai sebuah sistem ritual saja dan tidak berlaku
pada seluruh sendi kehidupan. Takwa yang sejatinya menjalankan seluruh perintah
Allah dibuat tidak terkait sama sekali dengan Syariat Islam.
"Karena takwa 'yang penting takut sama Allah', tapi
tidak perlu menjalankan Syariat. Makanya saya tidak disitu (televisi),”
ungkapnya dengan gelak tawa. (Pz)
Lainnya (Arsip)
0 Comments:
Post a Comment
<< Home