Our Life

Monday, October 24, 2011

That's Our Life (Bagian kedua)

Belum lama, saya posting tulisan judulnya That's Our Life....Renungan bahwa saya tdk bisa memisah-misahkan kehidupan beragama dengan kehidupan sehari-hari karena agama adalah dasar, panduan hidup yg harus di terapkan dlm segala aspek kehidupan... Di bawah ini ada artikel bagus mengenai seorang mantan artis yang menjadi da'i lalu ia menjauhi fitnah sebagai da'i populis yg marak di TV karena niat mulianya ingin menjadi muslim yg kaffah (termasuk syaratnya pemisahaan jamaah muslim dan muslimah saat dia da'wah)...utk itu ia dianggap Islami banget. Ingat Alghurobah?
Semoga beliau istiqomah di jalan Allah walau menjadi orang aneh dan asing di zaman sekarang ini.

Di zaman dimana orang lebih bangga mengakui "saya muslim liberal," "I'm muslim but moderate..." "I don't like Islamic school which teaches children to be fanatic, extremist..." "I prefer to send my children to secular school than religious school."  Saat ini saya tengah berjuang mendidik anak-anak saya utk menjadi muslim yang kaffah dalam sekolah sekuler. Saya harus menghadapi tantangan dan cobaan tapi semoga saya istiqomah. Anak perempuan saya sering berontak....anak laki-laki saya menangis karena tiap hari membaca Al Qur'an di rumah...
Sekarang saya sedang mempelajari dalil mengenai musik. Lihat, video ulama TV huda mengenai musik dalam Islam di blog saya ini. Anak laki-laki saya sendiri yang ingin seperti temannya (pakistani), orangtuanya tidak memperkenankan dia belajar musik. Sebenarnya alasan anak saya karena "music lesson is boring for him" bukan alasan religius, dia belum faham meskipun saya sudah sering ngoceh bahwa bahaya musik adalah melalaikan hati utk ingat Allah dll. Tapi tetap Alhamdulillah, saya bersyukur sekali...suami menyerahkan keputusan pada saya. Buat dia belajar musik atau tidak tidak masalah.Saya sedang memikirkan alasan yang tepat untuk disampaikan ke guru musiknya. Sekali saya ambil keputusan untuk kedepannya anak saya tidak akan diikutkan dlm kegiatan entertainment, panggung, nyanyi dan tari di sekolah.....semoga Allah menggantikannya dengan yang lebih baik...amiin. Anak perempuan saya masih dan semakin gemar menyanyi. Dia mengerjakan homework sambil mendengarkan lagu/musik dari youtube. Saya ajarkan dia mendengarkan murotal Al Qur'an tapi dia membantah, "Ms. R bilang belajar sambil dengar lagu dan musik  menjadi  fun." Ini lah tantangan, pengaruh lingkungan luar lebih kuat daripada saya yang lemah ini. Saya tdk menyalahkan gurunya...salah saya menyekolahkannya di sekolah itu...tapi saya berusaha terus mendakwahi anak-anak saya. Biarlah ibumu ini aneh dan asing....ibu mohon taufik dan hidayah Allah bagi kita sekeluarga. Semoga kelak kalian sadar kenapa ibu begini. Ibu ingin kehidupan kalian seimbang antara dunia dan akherat bahkan jika mengutamakan akherat pun kalian akan selamat di dunia dan Allah mencukupkan di dunia. Amiin.

Jazakallahu khairan Harry Moekti (mantan artis yang kini aktif berda'wah) dan akhi yang mengirim artikel di bawah ini.

 

Da'i Televisi Harus Berani Suarakan Sistem Islam

Ustadz Harry Moekti, Berhenti Menjadi Artis Demi Syiar Islam

Banyak kalangan keliru, bahwa terjadinya keterpurukan di bangsa Indonesia, hanyalah permasalahan oknum. Padahal jika dikaji lebih mendalam, pangkal dari rusaknya tatanan kehidupan masyarakat adalah penerapan sistem sekularisme sebagai asas di negara ini.

Oleh karena itu, melihat kondisi ini, seorang da’i yang tampil di televisi mesti cermat mengidentifikasi masalah. Sebagai penyampai risalah Islam, mereka harus berani berkata lantang untuk mengajak umat kembali ke sistem Islam.

“Para da’i ditelevisi harus berani mengutarakan bahwa permasalahan kita adalah masalah sistem bahwa sistem negara ini sudah bobrok dan kita harus kembali ke sistem Islam,” kata Ustadz Harry Moekti kepada Eramuslim.com, Senin 24/10.

Sayangnya, model dakwah di televisi masih sekedar ‘populis’. Padahal sejatinya dakwah tidak boleh dijadikan wasilah untuk mempopulerkan diri sendiri. Artinya konsep menjadi da’i populis sangat tidak relevan. “Kita bukan membesarkan diri kita, tapi dakwah yang kita bawa ini besar,” tambahnya.

Umat muslim harus sepakat bahwa misi dakwah Islam bukanlah perkara mudah. Ada godaan dan ujian yang selalu membayanginya. Mulai negosiasi prinsip yang dilakukan pihak stasiun televisi sampai godaan perempuan dari fihak tertentu.

“Makanya saya kalau kemana-mana selalu ditemani istri, saya khawatir dijebak,” ujarnya yang tengah sibuk dakwah ke berbagai daerah.

Jadi, menjaga prinsip Islam sangat penting diemban para da’i. Mereka tidak boleh melakukan negosiasi pada hal-hal yang sifatnya sudah jelas dalam Islam.

“Saya pernah menolak untuk menjadi juri pemilihan da’i di televisi karena perempuan dan laki-laki tidak dipisah. Setiap kali tampil di televisi, saya memang meminta para penontonnya terpisah dan berjilbab.” sambungnya.

Walhasil dari segala fenomena yang berkembang, ia mengatakan bahwa umat Islam harus meniru konsep dakwah yang dilaksanakan Rasulullah. Pertama dengan melakukan tatsqif murokaz, yakni membentuk dan membina kader. Pada fase ini umat muslim harus dibina fikroh dan akhlaknya hingga menjadi Islami.

Selanjutnya adalah tatsqif jama’i, yakni melakukan edukasi kepada masyarakat. “Kita harus tafaul ma' al ummah, bersinggungan dengan umat. Dan itu harus dilakukan secara berjamaah. Jadi marhalah-nya dimulai dari membentuk ketakwaan inidividu sampai menjadi kontrol di masyarakat.” tutupnya. (Pz)


Berkembangnya Da'i Menjadi Artis Adalah Buah Sistem Kapitalisme

Ustadz Harry Moekti


Berkembangnya para da’i di televisi yang menjadi artis mendapat sorotan tajam oleh Ustadz Harry Moekti. Pria yang jutru meninggalkan dunia keartisannya demi syiar Islam tesebut melihat realita ini sebagai buah dari sistem kapitalisme.

“Dalam sistem kapitalisme, muncullah budaya hedonisme, dan perangkap hubbuddunya, yakni harta, tahta, dan wanita. Masyarakat kemudian dibangun rasa permisifisme. Ketika ada ustadz mulai dekat dengan perempuan dianggapnya wajar,“ papar mantan rocker itu kepada Eramuslim.com, Senin 24/10.

Oleh karena itu, para da’i dituntut untuk tidak terjebak dalam perkara ini. Islam harus menjadi bekal utama dalam berdakwah agar kita tidak larut dalam tipu daya dunia. “Kalau para da’i tidak konsekuen dengan Islam yang kaffah dan prinsip Islam yang mereka pegang, maka mereka akan terjebak dalam sistem itu,” tambahnya.

Selain daripada itu, terjadi reduksi makna Islam oleh para da’i. Berlakunya sekularisme di negara ini, lanjut Ustadz Harry Moekti memang meminta prasyarat bagi para da’i untuk tidak membawa konsep Islam kaffah di tiap ceramahnya. Model dakwah populis seperti ini tengah menjamur.

“Sekularisme itu kan fashluddin 'anil hayah. Jadi banyak da’i diminta untuk jangan bawa-bawa agama, karena kita ini kan bukan negara agama, yang penting kita kan shalat dan akhlaknya baik.” imbuh Ustadz yang selalu setia ditemani istrinya itu.

Padahal sebagai da’i, kita dituntut untuk menjelaskan Islam apa adanya berdasarkan Al Qur’an dan Sunnah. Da’i harus berani berkata lantang untuk menegakkan Syariat Islam,

“Ketika saya diminta menjadi da'i ditelevisi, sebelumnya saya sempat menjelaskan konsep Islam secara kaffah, tapi mereka malah berkata bahwa hal itu Islami banget. Padahal tujuan dalam berdakwah memang menerapkan Islam secara kaffah.” Imbuhnya.

Dampak daripada itu semua bukanlah perkara sederhana. Islam akhirnya hanya dipandang sebagai sebuah sistem ritual saja dan tidak berlaku pada seluruh sendi kehidupan. Takwa yang sejatinya menjalankan seluruh perintah Allah dibuat tidak terkait sama sekali dengan Syariat Islam.

"Karena takwa 'yang penting takut sama Allah', tapi tidak perlu menjalankan Syariat. Makanya saya tidak disitu (televisi),” ungkapnya dengan gelak tawa. (Pz)
Lainnya (Arsip)






0 Comments:

Post a Comment

<< Home