CATATAN PERJALANAN SEORANG PENGHAFAL AL QUR’AN
SUNGGUH, KITA TIDAK TAHU DARI MANA ASAL DATANGNYA RAHMAT DAN BARAKAH ALLAH. SEBELUMNYA SAYA TIDAK PERNAH BERPIKIR BISA MENGHAFAL AL QURAN SAMPAI SEKARANG. DULU NIAT SAYA SETELAH LULUS KULIAH ADALAH BISA MENJAGA HAFALAN SAYA YANG HANYA SEKITAR TIGA JUZ, ATAU KALAUPUN BERTAMBAH MUNGKIN HINGGA SEKITAR LIMA ATAU SEPULUH JUZ. BAYANGAN SEMACAM ITU SUDAH TERASA BEGITU ISTIMEWA BAGI SAYA. TAPI, PERJALANAN WAKTU MENGANTARKAN PADA SESUATU YANG LEBIH BAIK DARIPADA YANG PERNAH SAYA PERKIRAKAN. BISA JADI, INI ADALAH SALAH SATU BENTUK BARAKAH ALLAH.
Sebelumnya, ada beberapa teman yang memandang aneh, “Habis dari Jepang kok malah masuk pondok pesantren?” Namun celetukan itu yang kemudian membuat saya berpikir, mungkin justru karena dari Jepanglah pikiran saya lebih terbuka untuk berinteraksi lebih dekat dengan Al Quran. Ternyata berat untuk istiqomah di negeri asing, bagaimana bertahan untuk tetap menjalankan ibadah seperti di tanah air dengan memberikan penjelasan yang tepat untuk orang asing, bagaimana menjaga perut kita dari segala makanan dan minuman yang syubhat, bagaimana menjaga semangat beribadah di tengah sepinya kajian-kajian keislaman. Sungguh, itu tidak mudah. Untuk menjaga iman, di sanalah saya mulai konsisten tilawah satu juz perhari. Dan ternyata efeknya memang luar biasa.
Selanjutnya saya juga mendapat kesempatan untuk mengajar muslimah-muslimah mualaf Jepang membaca Al Quran. Tidak akan terlupakan bagaimana heroiknya pengalaman mengejar-ngejar jadwal kereta Jepang, menempuh jalan mendaki dan panjang menuju masjid di luar Tokyo, serta merasakan ukhuwah islamiyah di sana. Subhanallah, terharu dengan semangat mereka belajar Al Quran meski dengan lidah mereka yang tidak biasa untuk mengucap huruf-huruf Al Quran. Pengalaman mengajar itu membuat saya sadar bahwa ilmu membaca Quran saya masih belum mencukupi untuk memberikan pemahaman yang benar, bagaimana hukum-hukum tajwid, makharijul huruf, ataupun tentang metode pengajaran yang cocok. Sehingga setelah pulang ke Indonesia saya kembali masuk ke halaqoh-halaqoh Quran untuk belajar lebih dalam.
Saya sering berpikir bahwa ketika memutuskan untuk menghafal Al Quran, berarti telah terikat kontrak seumur hidup, untuk terus berinteraksi dengan Al Quran.
“Kalau kita mau meluangkan hidup untuk mengurusi Al Quran, maka Allah yang akan mengurusi urusan kita.” Maka apa yang perlu diresahkan lagi, kalau segala urusan telah kita jaminkan pada Allah?
0 Comments:
Post a Comment
<< Home