Our Life

Wednesday, April 29, 2015

Tafsir Al-Qur’an Surah At-Takwiir (1)

17MEI

Tafsir Ibnu Katsir Surah At-Takwiir (Menggulung)
Surah Makkiyyah; Surah ke 81: 29 ayat

“BismillaaHir rahmaanir rahiim 1. apabila matahari digulung, 2. dan apabila bintang-bintang berjatuhan, 3. dan apabila gunung-gunung dihancurkan, 4. dan apabila unta-unta yang bunting ditinggalkan (tidak diperdulikan) 5. dan apabila binatang-binatang liar dikumpulkan, 6. dan apabila lautan dijadikan meluap 7. dan apabila ruh-ruh dipertemukan (dengan tubuh) 8. dan apabila bayi-bayi perempuan yang dikubur hidup-hidup ditanya, 9. karena dosa Apakah Dia dibunuh, 10. dan apabila catatan-catatan (amal perbuatan manusia) dibuka, 11. dan apabila langit dilenyapkan, 12. dan apabila neraka Jahim dinyalakan, 13. dan apabila syurga didekatkan, 14. Maka tiap-tiap jiwa akan mengetahui apa yang telah dikerjakannya.” (at-Takwiir: 1-14)

Ali bin Abi Thalhah bercerita dari Ibnu ‘Abbas mengenai firman-Nya: idzasy syamsu kuwwirat (“Apabila matahari digulung”) yakni telah menjadi gelap. Dan mengenainya juga, al-‘Aufi mengemukakan dari Ibnu ‘Abbas: “Yakni telah pergi.”

Dan menurut Ibnu Katsir, yang benar dari pendapat tersebut adalah bahwa kata at-Takwiir berarti mengumpulkan (melipat) sesuatu, sebagian dengan sebagian lainnya. Dari kata itu muncul kata takwiirul imaamah (menggulung sorban/ penutup kepala), dan jam’uts tsiyaah berarti menggabungkan sebagian dari pakaian pada sebagian lainnya. Dengan demikian, firman Allah: kuwwirat; berarti menggulung sebagian dari matahari dengan sebagian lainnya, lalu tertutup dan menghilang. Dan jika hal itu terjadi, maka sinarnya pun akan sirna.

Firman-Nya: wa idzan nujuumung kadarat (“Dan apabila bintang-bintang berjatuhan”) yakni berguguran. Sebagaimana Dia firmankan dalam surat lain, wa idzal kawaakibung tatsarat (“Dan jika bintang-bintang itu berguguran”)(al-Infithaar: 2) asal kata al-inkidaar berarti jatuh.

Firman Allah: wa idzal jibaalu suyyirat (“Dan apabila gunung-gunung dihancurkan”) yakni dihilangkan dari tempatnya masing-masing dan dihancurkan sehingga bumi menjadi rata, tidak ada tumbuh-tumbuhan.

Firman-Nya: wa idzal ‘isyaaru ‘uth-thilat (“Dan apabila unta-unta yang bunting ditinggalkan [tidak dipedulikan].”) ‘Ikrimah dan Mujahid mengatakan: “Yakni unta-unta yang sedang bunting.” Lebih lanjut, Mujahid mengemukakan: “Kata ‘uth-thilat berarti ditinggalkan dan dibiarkan.” Dan yang dimaksud dengan al-‘isyaar berarti unta-unta pilihan dan sedang bunting yang kehamilannya sudah sampai sepuluh bulan, -mufrad (bentuk tunggalnya) ialah ‘isyraa’ dan sebutan itu masih tetap melekat padanya sampai melahirkan-, dan umat manusia telah mengabaikan unta-unta pilihan dan sedang bunting itu sertai mengabaikan pengasuhan dan pemanfaatannya setelah sebelumnya mereka saling menyukainya. Hal itu disebabkan karena mereka disibukkan oleh masalah yang lebih penting, menakutkan lagi mengerikan, yaitu masalah hari kiamat dan munculnya sebab-sebab dan peristiwa pendahuluannya.

Firman Allah: wa idzal wuhuusyu husyirat (“Dan apabila binatang-binatang liar dikumpulkan.”) yakni dikumpulkan sebagaimana, firman Allah: “Dan tiadalah binatang-binatang yang ada di bumi dan burung-burung yang terbang dengan kedua sayapnya, melainkan umat-umat [juga] sepertimu. Tiadalah Kami alpakan sesuatu apapun di dalam al-Kitab, kemudian kepada Rabb-lah mereka dihimpunkan.” (al-An’am: 38)

Firman Allah: wa idzal bihaaru sujjirat (“Dan apabila lautan dipanaskan.”) Ibnu Jarir menceritakan, ‘Ali as. Bertanya kepada seseorang dari Kaum Yahudi: “Dimanakah neraka jahanam itu?” Dia menjawab: “Di lautan.” ‘Ali berkata: “Aku tidak menilai ucapan itu melainkan benar.”
Wa idzal bihaaru sujjirat (“Dan apabila lautan dipanaskan.”) Ibnu ‘Abbas dan para ulama lainnya mengatan: “Allah mengirimkan angin kencang ke lautan itu, lalu membakarnya sehingga lautan itu menjadi api yang menyala-nyala. Dan pembahasan tentang hal ii telah diberikan sebelumnya ketika membahas firman Allah: wal bahril masjuur (“dan lautan yang di dalam tanahnya ada api.”)

Firman Allah: wa idzan nufuusu zuwwijat (“Dan apabila ruh-ruh di pertemukan [dengan tubuh].”) yaitu segala berntuk dipertemukan dengan mitranya masing-masing. Yang demikian itu seperti firman Allah: uhsyurulladziina dhalamuu wa azwaajaHum (“Kumpulkanlah orang-orang yang dhalim bersama teman sejawat mereka.” (ash-Shaaffaat: 22)

Firman Allah: wa idzal mau-uudatu su-ilat. Bi ayyi dzambing qutilat (“Apabila bayi-bayi perempuan yang dikubur hidup-hidup ditanya, karena dosa apakah dia dibunuh?”) kata almau-uudatu berarti bayi-bayi yang dulu orang-orang jahiliyah menguburnya hidup-hidup ke dalam tanah karena benci memiliki anak perempuan. Pada hari kiamat kelak bayi-bayi itu akan ditanya, karena dosa apa mereka dikuburkan? Yang demikian agar menjadi ancaman bagi orang-orang yang pernah melakukannya. Sebab jika pihak yang didhalimi itu ditanya maka apa gerangan yang terpikir oleh orang yang berbuat dhalim? Ada beberapa hadits yang diriwayatkan berkaitan masalah al-mau-uudatu ini, dimana Imam Ahmad meriwayatkan dari Judamah binti Wahb, saudara perempuan ‘Ukasyah, dia berkata: “Aku pernah mendatangi Rasulullah saw. yang tengah bersama orang-orang, ketika itu beliau bersabda: ‘Aku sangat berkeinginan untuk melarang al-ghiilah pada anak-anak mereka sedang menyusu, namun hal itu tidak memberi mudharat kepada anak-anak mereka itu.’”
Kemudian para shahabat bertanya tentang ‘azl [menumpahkan sperma di luar farji], maka Rasulullah saw. bersabda: ‘Yang demikian itu adalah pembunuhan anak hidup-hidup secara terselubung, yang ia termasuk mau-uudatu yang akan ditanya.’”
Hadits tersebut diriwayatkan oleh Muslim, Abu Dawud, at-Tirmidzi dan an-Nasa-i.
(bersambung ke bagian 2)

0 Comments:

Post a Comment

<< Home