Our Life

Friday, March 06, 2015

Copas dari alquranmulia.wordpress.com

Tafsir Ibnu Katsir Surah Al-Muzzammil (1)

1SEP

Tafsir Al-Qur’an Surah Al-Muzzammil (Orang yang Berselimut)

Surah Makkiyyah; surah ke 73: 20 ayat

 

bismillaaHir rahmaanir rahiim

(“Dengan menyebut Nama Allah Yang Mahapemurah lagi Mahapenyayang”)

 

“1. Hai orang yang berselimut (Muhammad), 2. bangunlah (untuk sembahyang) di malam hari, kecuali sedikit (daripadanya), 3. (yaitu) seperduanya atau kurangilah dari seperdua itu sedikit. 4. atau lebih dari seperdua itu. dan bacalah Al Quran itu dengan perlahan-lahan. 5. Sesungguhnya Kami akan menurunkan kapadamu Perkataan yang berat. 6. Sesungguhnya bangun di waktu malam adalah lebih tepat (untuk khusyuk) dan bacaan di waktu itu lebih berkesan. 7. Sesungguhnya kamu pada siang hari mempunyai urusan yang panjang (banyak). 8. sebutlah nama Tuhanmu, dan beribadatlah kepada-Nya dengan penuh ketekunan. 9. (Dia-lah) Tuhan masyrik dan maghrib, tiada Tuhan (yang berhak disembah) melainkan Dia, Maka ambillah Dia sebagai Pelindung.” (al-Muzzammil: 1-9)

 

Allah Ta’ala memerintahkan Rasul-Nya saw. meninggalkan keadaan berselimut, yaitu menutupi dir pada malam hari, untuk selanjutnya bangun menghadap Rabb-nya sebagaimana yang difirmankan: tatajaafaa  junuubuHum ‘anil madlaaji-‘i yad’uuna rabbaHum khaufaw wa thama-‘aw wa mimmaa razaqnaaHum yungfiquuna (“Lambung mereka jauh dari tempat tidurnya, sedang mereka berdoa kepada Rabbnya dengan rasa takut dan harap, dan mereka menafkahkan sebagian rizky yang Kami berikan kepada mereka.” (as-Sajdah: 16)

 

Demikianlah Nabi saw. melaksanakan apa yang diperintahkan oleh Allah Ta’ala berupa qiyamul lail, yang bersifat wajib hanya untuk beliau saja, sebagaimana  yang difirmankan Allah Ta’ala: wa minal laili fataHHajjad biHii naafilatal laka ‘asaa ay yab’atsaka  rabbuka maqaamam mahmuudan (“Dan pada sebagian malam hari shalat tahajjutlah kamu sebagai suatu ibadah tambahan bagimu; mudah-mudahan Rabb-mu mengangkatmu ke tempat yang terpuji.” (al-Israa’: 79)

 

Dan di sini, Allah Ta’ala menjelaskan kadar waktu bangun, dimana Dia berfirman: yaa ayyuHal muzzammilu, qumil laila illaa qaliilan (“Hai orang-orang yang berselimut, bangunlah [untuk shalat] di malam hari, kecuali sedikit [darinya].”) Qatadah mengatakan: almuzzammil adalah yang terbungkus di dalam bajunya.” Ibrahim an-Nakha’i mengemukakan: “Ayat ini turuk ketika beliau masih berselimut beludru.”

Firman Allah: nishfaHuu (“Seperduanya”) merupakan kata ganti dari kata al-lail. Awingqush minHu qaliilan. Aw jid ‘alaiHi  (“Atau kurangilah dari seperdua itu sedikit, atau lebih dari seperdua itu.”) yaitu Kami memerintahkanmu untuk bangun pada pertengahan malam dengan sedikit tambahan atau sedikit pengurangan dari shalat malam, tidak ada dosa bagimu dalam hal ini.

 

Firman-Nya: wa rattilil qur-aana tartiilan (“Dan bacalah al-Qur’an itu dengan perlahan-lahan.”) maksudnya bacalah al-Qur’an dengan perlahan, sebab hal itu akan membantu dalam memahami dan merenunginya. Dan di awal penafsiran telah disampaikan beberapa hadits yang menunjukkan disunnahkannya bacaan tartil dan pengindahan suara ketika membaca al-Qur’an.

 

Innaa sanulqii ‘alaika qaulan tsaqiilan (“Sesungguhnya Kami akan menurunkan kepada perkataan yang berat.”) al-Hasan dan Qatadah mengatakan: “Yakni [untuk] mengamalkannya.” Ada juga yang mengatakan: “Berat pada saat turunnya karena begitu agungnya.” Sebagaimana yang diungkapkan oleh Zaid bin Tsabit: “Al-Qur’an diturunkan kepada Rasulullah saw. yang ketika itu paha beliau berada di pahaku dan hampir saja pahaku remuk.”

 

Dan di awal-awal kitab Shahih al-Bukhari disebut hadits dari ‘Aisyah ra. bahwa al-Harits bin Hisyam pernah bertanya kepada Rasulullah saw.: “Bagaimana wahyu itu datang kepadamu?” Beliau menjawab: “Terkadang turun seperti gemerincing suara lonceng, dan itu paling berat bagiku, lalu wahyu itu terputus dariku dan aku telah memahami apa yang dikatakannya. Dan terkadang malaikat datang kepadaku menyerupai seorang laki-laki, dia mengajakku berbicara, lalu aku memahami apa yang dikatakannya.”

 

‘Aisyah mengatakan: “Dan aku pernah menyaksikan wahyu turun kepada Nabi saw. pada hari yang sangat dingin, lalu wahyu itu terputus sedang kening beliau mengucurkan keringat.” Ini adalah lafadznya dan menjadi pilihan Ibnu Jarir. Bahwa ia begitu berat dari dua sisi secara bersamaan, seperti yang dikatakan oleh ‘Abdurrahman bin Zaid bin Aslam, sebagaimana berat keadaannya di dunia berat juga dalam timbangan pada hari kiamat.

 

Firman Allah: inna naasyi-atal laili Hiya asyaddu wath-aw wa aqwamu qiilan (“Sesungguhnya bangun di waktu malam adalah lebih tepat dan bacaan di waktu itu lebih berkesan.”) disebut nasya-a jika seseorang bangun pada malam hari. Diriwayatkan dari Mujahid, yaitu waktu setelah ‘Isya’. Demikian pula yang dikatakan oleh Abu Majlaz, Qatadah, Salim, Abu Hazim, dan Muhammad bin al-Munkadir. Tujuannya bahwa naasyi-atul laili berarti waktu malam. Dan setiap pada waktu malam hari disebut dengan naasyi-ah. Maksudnya bangun malam itu lebih sesuai antara hati dan lisan, dan bacaan al-Qur’an pada waktu  itu akan memberikan kesan lebih mendalam. Oleh karena itu, Allah Ta’ala berfirman: Hiya asyaddu wath-aw wa aqwaa muqiilan (“adalah lebih tepat dan bacaan di waktu itu lebih berkesan.”) maksudnya akan lebih memberikan kesan mendalam bagi seseorang dalam membaca dan memahami al-Qur’an daripada bangun siang hari, karena siang merupakan waktu orang melakukan aktifitas  dengan terdengarnya banyak suara keras  sekaligus menjadi waktu untuk mencari nafkah.

 

Oleh karena itu Allah berfirman: inna laka finnaHaari sabhan thawiilan (“Sesungguhnya kamu di waktu siang hari mempunyai urusan yang panjang.”) Ibnu ‘Abbas, ‘Ikrimah, dan ‘Atha’ bin Abi Muslim mengatakan, “Yakni kekosongan dan tidur.” As-Suddi mengatakan: “Sabhan thawiilan; yakni aktifitas yang cukup banyak.” ‘Abdurrahman bin Zaid bin Aslam, mengenai firman Allah ini ia berkata: “Yakni untuk memenuhi berbagai kebutuhan kalian. Karenanya luangkanlah waktu untuk agamamu pada malam hari.” Dia mengatakan bahwa hal itu  berlangsung pada saat shalat malam menjadi wajib, kemudian Allah memberikan keringanan kepada hamba-hamba-Nya, sehingga Dia tidak mewajibkannya lagi. Dan dia membaca: qumil laila illaa qaliilan (“Bangunlah [untuk shalat] di malam hari, kecuali sedikit [darinya].”) sampai akhir ayat. Kemudian dia membaca: inna rabbaka ya’lamu annaka taquumu adnaa min tsulutsayil laili wa nish-faHuu… faqra-uu maa tayas-sara minHu (“Sesungguhnya Rabb-mu  mengetahui bahwasannya  kamu berdiri [shalat] kurang dari  dua pertiga malam, atau seperdua malam….[sampai penggalan ayat:]… maka bacalah apa yang mudah [bagimu] dari al-Qur’an.” (al-Muzzammil: 20) dan Allah Ta’ala juga berfirman:

Wa minal laili fataHHaj biHii naafilatal laka ‘asaa ay yab’atsaka rabbuka maqaamam mahmuudan (“Dan pada sebagian malam hari shalat tahajjutlah kamu sebagai suatu ibadah tambahan bagimu; mudah-mudahan Rabb-mu mengangkatmu ke tempat yang terpuji.” (al-Israa’: 79). Dan demikianlah yang dikatakannya, sama seperti apa yang dikatakannya.

Bersambung ke bagian 2


0 Comments:

Post a Comment

<< Home