Our Life

Monday, May 14, 2012

Hidayah

Diriwayatkan dari Abu Hurairah ra. : Nabi Muhammad Saw pernah bersabda, “Setiap anak dilahirkan dalam keadaan fitrah (tidak mempersekutukan Allah) tetapi orang tuanya lah yang menjadikan dia seorang yahudi atau nasrani atau majusi sebagaimana seekor hewan melahirkan seekor hewan yang sempurna. Apakah kau melihatnya buntung?” kemudian Abu Hurairah membacakan ayat-ayat suci ini: (tetaplah atas) fitrah Allah yang menciptakan manusia menurut fitrah itu. (Hukum-hukum) ciptaan Allah tidak dapat diubah. Itulah agama yang benar. Tapi sebagian besar manusia tidak mengetahui (QS Ar Rum [30]:30)
Ayah dan ibu saya muslim, namun keduanya memasukkan kami, keempat anak-anaknya ke sekolah dasar swasta Katolik. Alasan mereka karena pendidikan agama Katolik terkenal kedisiplinannya. Selain itu menurut mereka pada waktu itu masih jarang sekolah swasta Islam yang bagus. Setelah pulang sekolah Ibu mengirim kami belajar membaca Al Qur'an ke rumah ustadzah di lingkungan rumah kami. Tapi saya menyia-nyiakan kesempatan belajar Al Qur'an. Saya malas sekali belajar, selalu saja ada alasan supaya tidak pergi mengaji...sakit, banyak PR atau mau belajar karena ada ulangan di sekolah besoknya.
Ketika saya melanjutkan sekolah menengah negeri barulah saya mendekati guru agama saya, minta diberikan pelajaran tambahan membaca Al Qur'an karena saya satu-satunya yang tidak bisa membaca text bahasa arab dalam buku agama Islam yang saya pelajari. Setelah itu ada teman saya yang mengajak saya bergabung mengaji, saya juga mengajak teman sebangku saya dan sahabat saya sekaligus teman sebangkunya. Bersama-sama kami belajar membaca Al Qur'an dan murobiyyah kami itu menerangkan terjemahan dari bacaan kami serta tafsirnya.
Sejak di bangku SMP saya selalu mencari dan mencari di mana Allah....saya ingin mendekati Allah. Saya juga ingin dicintai Allah karena dulu saya sering merasa sensitif dan sedih...saya merasa tidak cantik dan perasaan saya, ibu saya lebih sayang pada kakak perempuan saya daripada saya.
Selain berteman dengan teman-teman pengajian saya juga bermain dengan teman-teman yang gaul ketika itu. Kami juga sering bersenang-senang sampai lalai shalat lima waktu, makan pun sembarangan yang tidak dijamin kehalalannya. Saya tidak menyalahkan teman-teman saya tapi saya menyalahkan diri sendiri, sangat menyesali karena hanya menjadi pengikut bukan orang yang teguh pada prinsip dan bisa mengajak kebaikan, semoga Allah mengampuni dosa-dosa saya.
Setelah duduk di bangku SMA, saya mempunyai dua orang sahabat...Kami sangat terbuka satu dengan lainnya. saya bilang pada kedua sahabat saya bahwa impian saya ingin menikah dengan pria bule yang gagah, pintar dan kaya....saya tunjukkan pada mereka artikel profil wanita yang menikah dengan pria Perancis yang bekerja di Indonesia (sebagai expatriate) dalam sebuah majalah wanita.
Kemudian saya melanjutkan kuliah di akademi sekretaris, institusi pendidikan Katolik lagi. Disamping kuliah saya mengikuti kursus bahasa Perancis di CCF hingga bertemu pria Perancis di sana. Kami kenalan dan sempat dekat beberapa lama. Saat itulah saya merasa bahwa Allah telah mengabulkan harapan saya. Tapi saya merasa tidak nyaman, tidak juga bahagia. Malah seperti berdiri di persimpangan jalan.
Di saat yang bersamaan saya mengenal teman kuliah, perempuan yang cantik, pintar dan shaliha. Jam istirahat makan siang kami dimulai awal sekali dan kami harus masuk kelas ketika azhan dzuhur jadi kami tidak bisa shalat dzuhur. Biasanya waktu kuliah kami berakhir saat ashar. Teman saya itu, shalat dibawah tangga kampus ...sempat pastor menegurnya, melarangnya shalat di sana. Akhirnya dia terpaksa kembali ke kelas terlambat karena harus shalat di kost temannya yang terdekat kampus. Saya mengagumi keimanannya dalam menunaikan kewajibannya yaitu mendirikan shalat 5 waktu tanpa terkecuali.
Akhirnya saya mendekatinya, saya banyak belajar dengannya. Sengaja saya pindah kost ke kostnya. Saya perhatikan dia selalu bangun sejam atau setengah jam menjelang subuh lalu ke kamar mandi untuk wudhu. Saya tanya dia ngapain lalu dia menjawab shalat tahajud. Dia menerangkan pada saya bahwa shalat tahajud adalah shalat sunnah malam hingga menjelang subuh syaratnya setelah bangun dari tidur. Katanya Allah akan turun setiap malamnya ke langit ketika tersisa sepertiga malam terakhir. Lalu Allah berfirman:
“Siapa yang memanjatkan do'a pada-Ku, maka Aku akan mengabulkannya. Siapa yang memohon kepada-Ku, maka Aku akan memberinya. Siapa yang meminta ampun pada-Ku, Aku akan memberikan ampunan untuknya” (HR Bukhari dan Muslim)
Dia menerangkan dengan baik dan lemah lembut, membuat saya tertarik untuk melakukannya. Lalu saya belajar bagaimana shalat tahajud dengannya. Setelah shalat saya biasa memanjatkan do'a pada Allah, diantaranya memohon diberikan jodoh, seorang laki-laki yang bisa membimbing saya di jalan yang lurus.
Segala puji bagi Allah, seorang teman kuliah non muslim mengenalkan saya pada laki-laki seperti itu. Dialah suami saya kini. Sebelum melamar, hendak menikahi saya dia mengajukan persyaratan yaitu saya harus mengenakan kerudung (menutup aurat) setelah menikah. Saya setujui persyaratannya karena saya sadar, inilah bagian dari jalan yang lurus. Karena menutup aurat adalah perintah Allah Ta'ala.
Lima tahun setelah pernikahan kami, dia mengajak saya dan kedua anak kami untuk hijrah. Suami saya seorang petroleum engineer dan ia diterima bekerja di perusahaan minyak milik kerajaan Malaysia. Selama 2,5 tahun kami tinggal di Kuala Lumpur. Maha suci Allah, apa yang dulu saya angan-angankan menjadi kenyataan lagi...tanpa harus menikah dengan laki-laki bule, kami bisa hidup dengan fasilitas untuk ekspatriat di KL. Saya bersyukur namun yang amat saya syukuri lagi, saya bisa banyak belajar Islam.  Di sana saya bergabung dengan komunitas muslimah Indonesia, selain itu berteman dengan istri-istri ustadz, ustadzah dan para orangtua di sekolah Islam tempat anak saya belajar. Di sekolah itu saya dekat dengan seorang wanita cantik warganegara Australia namun originally Bangladesh. Dari wanita ini juga saya banyak belajar tentang Islam selain dari teman-teman Indonesia saya. Kedekatan kami melebihi kedekatan dengan kakak perempuan saya sendiri. Kemudian suami mendapat pekerjaan lain di perusahaan minyak milik kerajaan Saudi Arabia. Kami pun hijrah lagi, meski jauh Shahla (nama wanita Bangladesh tsb) tetap menjalin hubungan dengan saya lewat email. Dia banyak menghibur, menasehati serta berbagi tips dan ilmu dengan saya, subhanallah...
Di Saudi Arabia kami tinggal dalam camp dimana penghuninya berasal dari berbagai bangsa dan negara. Disamping belajar Islam dengan para ustadz Indonesia lulusan Mekah dan Madinah, Alhamdulillah saya juga bergabung dengan komunitas muslim International. Saya sempat belajar tentang tauhid dengan istri seorang dokter dari Jordan. Di sana saya mengenal dua muslimah baru (belum lama memeluk Islam) yang pertama wanita Trinidad yang memeluk Islam karena menikah dengan laki-laki muslim dan kedua wanita Inggris, seorang perawat klinik milik perusahaan tempat suami saya bekerja. Wanita inggris ini sudah mengenakan kerudung sedang wanita Trinidad belum.
Qadarallah setelah teman muslimah Inggris kami kembali ke Liverpool, kelas mengaji juga berhenti karena guru kami ingin belajar lebih dalam dulu akhirnya saya mengikuti kelas tahfiz Al Qur'an di masjid ba'da maghrib, dibimbing oleh wanita Saudi. Di sana saya mengenal muslimah baru lagi, seorang wanita Amerika selain itu ada muslimah Nigeria, India dan Afganistan. Kelas tahfiz ini juga berhenti karena Qadarallah guru kami sibuk dengan bayinya.
Lalu saya dan teman dari Indonesia mengajak mbak-mbak pembantu rumah tangga mengaji tafsir Qur'an (Ibnu katsir). Awalnya banyak mbak-mbak yang mengaji di rumah saya...tapi qadarallah, beberapa pulang ke tanah air dan beberapa pindah rumah mengikuti majikan masing-masing.
Setelah itu teman saya yang dari Trinidad menghadapi musibah. Suaminya meninggal dunia. Seluruh camp gempar...sebagai saudari seiman saya langsung mendatanginya, memberikan perhatian padanya dan kepada kedua anaknya dan membantu semampu saya dengan tenaga dan materi. Keimanan teman saya ini tengah goyah sebelum musibah datang. Waktu itu menjelang Christmas 2011 dan dia sudah menghiasi rumahnya dengan pernak pernik Christmas lengkap dengan Christmas tree serta berbagai hadiah dibawahnya. Saya panggil guru yang pernah membimbing kami, saya panggil para muslimah baru yang ada. Muslimah dalam camp juga berdatangan menawarkan bantuan disamping teman-temannya dari fellowship church.
Kami bergantian menyediakan makanan untuk keluarganya, membantu dalam pengurusan jenazah, penguburan serta kepulangan keluarga tsb kembali ke tanah air, kami juga membaca Al Qur'an di rumahnya karena sebaik-baik rumah adalah yang dibacakan Al Qur'an agar tidak seperti kuburan. Setelah seorang muslimah baru selesai membacakan Al Qur'an dengan suara yang indah, guru kami berkata  "Bersyukurlah dengan nikmat Islam yang kita bawa sejak lahir ini. Sekalipun kita semua terlahir fitrah, muslim namun karena orangtua maka jadilah kita majusi, yahudi dan nasrani. Lihatlah saudari kita yang bersusah payah mencari hidayah Allah seperti Shanaz...Dia yang bersemangat mempelajari Al Qur'an dan mengamalkannya. Bagaimana dengan kita yang sudah diberi kemudahan Allah? Kita hidup sebagai muslim dari kecil hingga kini, diasuh orangtua muslim... Maka jangan sia-siakan sisa umur kita yang  tak tahu kapan berakhirnya, bisa nanti, besok, lusa...persiapkan diri kita untuk membawa bekal kembali ke akherat dengan berusaha mempelajari Al Qur'an dan mengamalkan apa yang kita pelajari di dunia, mengerjakan apa yang diperintahkan Allah dan menjauhi apa yang dilarang Allah."
Inilah titik balik dalam hidup saya untuk yang kedua kalinya. Pertama setelah Allah mempertemukan saya jodoh seorang lelaki yang mengajak saya untuk hijrah lahir dan batin dalam keimanan Islam.
Kata-kata guru kami itu begitu menyentuh hati saya sampai saya menangis...ya, saya tak tahu sampai kapan saya akan hidup. Saya menangis dan terus menangis...saya takut sekali tak bisa membawa bekal apa-apa. Sedangkan kisah orang-orang terdahulu yang sudah berusaha mengamalkan apa yang diperintahkan Allah dan menjauhi laranganNya, berlomba-lomba dalam akherat saja...belum tentu amalan mereka diterima Allah karena Allah hanya menerima yang baik-baik, yang ikhlas....lantas bagaimana dengan saya yang belum berbuat apa-apa...saya menangis dan menangis...Saya teringat kedua orangtua saya, saya belum bisa berbakti pada mereka, saudara, kerabat, tetangga yang miskin, anak-anak yatim...saya belum banyak membantu mereka, suami saya...saya belumlah benar-benar taat padanya, anak-anak yang diamanahi Allah kepada kami...saya belum mampu mendidiknya secara Islam padahal fitnah zaman sekarang begitu besar. Alhamdulillah paling tidak saya sudah tahu bahwa pendidikan agama Islam sangat disiplin, anak-anak sudah harus belajar shalat sejak 7 tahun dan bila sampai umur 10 tahun tidak juga shalat boleh dihukum (hukuman sekedar membuatnya jera) saya takut...dan saya ingin memperbaiki diri, berusaha, berusaha di jalan Islam sebagaimana yang saya pelajari dan akan terus saya pelajari dan juga terus memohon pertolongan Allah...Semoga Allah memudahkannya...amiin.
Setelah musibah yang menimpa teman Trinidad saya itu, lalu saya mengumpulkan teman-teman belajar Al Qur'an lagi di rumah saya dibimbing teman baik, seorang dokter (berasal dari Jordan juga) yang sdh tidak aktif lagi karena mendampingi suaminya pindah2 bekerja di beberapa negara...dari tujuh orang yang bergabung ada 3 muslimah baru, dua orang Amerika dan satu orang Kanada. Dua diantaranya mengenakan niqob Subhanallah...wanita kulit putih dan cantik. Mereka tidak menjadikan bacaan Al Qur'an sebagai perlombaan bagus-bagusan membaca...namun mereka juga berlomba-lomba mengamalkannya...subhanallah.
Sayang sekali, keinginan saya untuk mengumpulkan anak-anak gadis muslimah untuk mengkaji Al Qur;an dan berdiskusi tentang hidup sesuai petunjuk hidup kita Al Qur'an dan As sunnah belum sempat terlaksana karena qadarallah kami pun hijrah lagi tapi hanya pindah ke camp lain. Alhamdulillah saya bergabung dalam kelas tahfiz dan tafsir Qur'an bersama muslimah Indonesia dan muslimah malaysia dibimbing ustadzah keturunan Arab-Indonesia dalam camp sekarang. InsyaAllah apa yang saya pelajari akan saya turunkan lagi pada anak-anak saya...dengan segala keterbatasan ilmu saya akan tetap berusaha memberikan pelajaran agama Islam di rumah bi idznillah...

Kalau dulu saya bercerita tentang impian dan cita-cita saya pada kedua sahabat saya di SMA...
Sekarang sahabat saya adalah suami saya. Saya berdoa dan berharap jika suami mengajak hijrah lagi, semoga saya bisa mengirimkan anak-anak ke sekolah International yang ada pelajaran agama Islam, Al Qur'an dan Arabic...karena saya prihatin, meski tinggal lama di Saudi Arabia namun anak-anak belum bisa membaca Al Qur'an dengan baik, pelajaran agama Islam hanya dapat dari kedua orangtuanya dan tidak bisa bicara bahasa Arab.
Saya juga ungkapkan harapan saya untuk belajar memandikan jenazah. Ya, jika Allah mengijinkan saya ingin beramal shalih dengan memandikan jenazah, dimana pun saya berada semoga saya bisa mengamalkannya. Syaratnya memang tidak mudah, saya juga harus bisa menjaga lisan agar tidak membicarakan aib mayiit yang dimandikan. InsyaAllah saya akan berusaha...Yaa Allah semoga Engkau memudahkannya bagi saya dan meridhoinya...amiin.


Allahumma inni as alukal hudaa wattuqoo wal'afaafa wal ghinaa
"Ya Allah, aku memohon kepadaMu hidayah, ketakwaan, afaf dan kekayaan"

0 Comments:

Post a Comment

<< Home